Artikel
ini merupakan kelanjutan “Tips Menulis
Abstrak”, yang keduanya merupakan bagian dari ongoing
article “Panduan
Penulisan Artikel”.
Pengantar
(Introduction) adalah bagian setelah Sari (Abstract) yang
disajikan sebagai pengantar kepada pembaca sebelum mencermati isi artikel. Karena
itu, Pengantar sebaiknya dimulai dari perkara umum yang mudah dipahami dan
diakhiri dengan hal khusus yang menjadi fokus laporan riset. Khusus untuk perkara
umum pada awal bagian Pengantar, kita lebih bebas menulis, dengan menitikberatkan
kepada informasi nilai penting topik riset yang disampaikan. Di sini kita
memiliki sedikit kelonggaran untuk mengutip artikel kita sebelumnya yang ada
kaitannya dengan topik yang dilaporkan meskipun sedikit.
Kalau
kita mengamati artikel akademik yang sudah terbit, tampak bahwa lazimnya bagian
Pengantar tersusun atas empat bagian:
a) Apa manfaat dan menariknya
riset yang dilaporkan?
b) Sudah sampai
mana perkembangan kontemporer tentang topik tersebut?
c) Apa celah yang masih ada?
d) Apa yang akan
dilakukan untuk mengisi celah tersebut?
Tampak
terdapat alur terstruktur dari runtutan empat bagian tersebut. Mulanya kita
mulai masuk dengan menjelaskan kemanfaatan dan kemenarikan topik riset yang
kita lakukan. Kemudian kita jelaskan status kontemporer riset tersebut, yaitu
sudah sampai mana capaian para peneliti yang berkaitan riset tersebut. Kemudian
kita masuk dengan memunculkan celah yang masih ada dalam peta riset terkait.
Terakhir kita jelaskan rencana yang akan kita lakukan untuk mengisi celah tersebut.
Struktur
tersebut menolong kita pada saat menulis bagian Pengantar, supaya tidak bingung
memulai penulisan. Alur ini memungkinkan bagian Pengantar hanya terdiri dari
empat paragraf, bahkan hanya satu paragraf saja kalau setiap poin dapat ditulis
dalam satu kalimat!
a) Apa manfaat dan menariknya riset yang dilaporkan?
Semua
yang kita lakukan pasti ada bermanfaat dan menarik buat diri kita sendiri.
Namun, dalam pelaporan riset dalam bentuk penulisan artikel akademik,
kemanfaatan dan kemenarikan dilihat dari sisi masyarakat umum maupun kelompok
khusus yaitu para peneliti ilmu tertentu. Karena itu, ketika kita melakukan
riset, kita harus yakin dan dapat meyakinkan orang lain bahwa topik yang akan dikaji
bermanfaat dan menarik.
Pada
bagian awal Pengantar ini kita mengulas secara umum kemanfaatan dan kemenarikan
menariknya topik riset yang disampaikan. Bagian ini dapat dicontoh dari artikel
orang lain yang mengerjakan topik yang sama. Kita bisa membaca bagian awal
Pengantar artikel orang lain yang berisi topik yang sama, lalu menulis ulang
dengan kalimat kita sendiri. Walau kita menulis dengan kalimat sendiri, kita tetap
harus merujuk artikel orang tersebut karena idenya dari orang tersebut.
Berikut
adalah contoh bagian “Apa manfaat dan menariknya riset yang dilaporkan?”
yang saya ambil dari artikel keroyokan dengan Buk Setiya Utari dan Pak Muhamad
Gina Nugraha:
“Penelitian deskriptif
ini bertujuan untuk mengetahui kualitas rancangan soal domain kompetensi
literasi saintifik siswa sekolah menengah pertama (SMP) pada topik gerak lurus
serta mengetahui perbaikan dari soal ini. Konstruksi disusun berdasarkan profil
kesulitan literasi sains dan analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang digunakan. Rancangan soal menjadi acuan untuk menganalisis kesulitan
literasi saintifik siswa SMP kelas VIII pada topik gerak lurus serta
merekonstruksi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang melatihkan literasi
saintifik.”
Sisi kemanfaatan
tampak dalam tuturan, “Rancangan soal menjadi acuan untuk menganalisis
kesulitan literasi saintifik siswa SMP kelas VIII pada topik gerak lurus serta
merekonstruksi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang melatihkan literasi
saintifik.” Sementara sisi kemenarikan tampak dalam tuturan, “Konstruksi
disusun berdasarkan profil kesulitan literasi sains dan analisis Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang digunakan.”
Contoh
lain bagian “Apa manfaat dan menariknya riset yang dilaporkan?” juga
tampak dari dari artikel karya duo Sarah Miller dan Kimberly D. Tanner berikut:
“We have chosen 50 key
terms that scientists will likely encounter in any exploration of biology
education. To provide a framework for how these terms might connect together
for instructors, we have used the organizing framework of scientific
teaching, in which there is no prescribed or correct way to teach; rather,
instructors are expected to apply scientific principles to their classroom
teaching efforts.”
Sisi
kemenarikan tampak dalam tuturan, “We have chosen 50 key terms that scientists
will likely encounter in any exploration of biology education.” Untuk
kemanfaatan, memang tersirat, karena dengan adanya 50 istilah kunci tersebut,
memudahkan pemula untuk memasuki peta pendidikan Biologi.
b) Sudah sampai mana perkembangan kontemporer tentang topik
tersebut?
Buk
Utari ketika menanggapi penyajian usulan (proposal) riset skripsi saya pada 6
September 2016, menyampaikan bahwa saya lebih perlu melakukan kajian pustaka ketimbang
tinjauan teoretis. Pada waktu itu, Buk Utari menyampaikan secara gamblang
pembedaan “kajian pustaka” dengan “tinjauan teoretis”, yang kemudian didukung
oleh Pak Gin Gin. Pembedaan tersebut memengaruhi kecenderungan saya untuk lebih
menitikberatakan “kajian pustaka” ketimbang “tinjauan teoretis” ketika sedang
melaporkan riset dalam bentuk penulisan artikel akademik. Sisi “kajian pustaka”
itulah yang menjadi inti dari bagian “Sudah sampai mana perkembangan
kontemporer tentang topik tersebut?”.
Tak
bisa dimungkiri bahwa bagian ini memaksa kita untuk mencari hasil riset terbaru
tentang topik yang sedang dikerjakan. Pada masa lalu, letak kesulitan
barangkali ialah mencari, karena keterbatasan ruang dan waktu dalam mengakses
informasi kontemporer riset menjadi hambatan tersendiri bagi setiap peneliti.
Namun pada masa kini, letak kesulitan tampak bergeser yakni membaca, seiring
kemudahan dalam mengakses dan inflasi publikasi membuat peneliti perlu membaca
dengan cermat artikel yang baik dijadikan rujukan untuk mengetahui perkembangan
kontemporer.
Berikut
adalah contoh bagian “Sudah sampai mana perkembangan kontemporer tentang
topik tersebut?” yang saya ambil dari artikel debut dalam pendidikan dasar,:
“... kajian PISA pada
2006–2019 dan beberapa karya ilmiah pada periode itu, telah menemukan bahwa
pembelajaran secara umum tidak dapat membimbing pelajar secara optimal untuk
mencapai literasi saintifik (OECD, 2019b; Setiawan, 2019a; 2017; Rosser, 2018;
Setiawan, dkk., 2017; Utari, dkk., 2017; OECD/ADB, 2015; Juliani, 2015;
Adisendjaja, 2008).”
Penulisan
referensi yang disajikan menunjukkan bahwa tuturan tersebut didasarkan kepada 9
kajian pustaka yang dilakukan.
Untuk
mengurangi beban dalam membaca hasil riset kontemporer, baik juga kalau kita
membaca artikel review seperti dilakukan oleh Yeping Li, Ke Wang, Yu
Xiao, dan Jeffrey E. Froyd ketika menelaah secara sistematik jurnal dalam
pendidikan STEM berikut:
“A recent review of 144
publications in the International Journal of STEM Education (IJ-STEM) showed
how scholarship in science, technology, engineering, and mathematics (STEM)
education developed between August 2014 and the end of 2018 through the lens of
one journal (Li, Froyd, & Wang, 2019).”
Penulisan
referensi yang disajikan menunjukkan bahwa tuturan tersebut didasarkan kepada
artikel review yang telah diterbitkan lebih dahulu.
c) Apa celah yang masih ada?
Bagian
ini menuntut kita untuk peka dalam membaca celah setelah melakukan kajian
pustaka. Kepekaan inilah yang menjadi kunci kita untuk mengungkap tujuan riset.
Celah dapat berupa masalah yang belum dipecahakan, pemecahan masalah belum
optimal, maupun berupa potensi yang masih bisa dikembangkan. Seperti pada
bagian “Sudah sampai mana perkembangan kontemporer tentang topik tersebut?”,
bagian “Apa celah yang masih ada?” juga memaksa kita untuk mencari hasil
riset terbaru tentang topik yang sedang dikerjakan—baik dengan membaca artikel
eceran maupun review.
Berikut
adalah contoh bagian “Apa celah yang masih ada?” yang saya ambil dari
artikel tentang kaitan fiqh mu’āmalāt dengan literasi finansial:
“Berdasarkan sebaran
informasi yang disampaikan, kami memandang bahwa fiqh mu’āmalāt dan literasi
finansial dapat dipadukan ke dalam program pembelajaran. Program tersebut dapat
diwujudkan dengan cara mengkaji indikator yang dibekalkan kepada pelajar, bukan
sekadar membiasakan mengerjakan soal literasi finansial yang diperkaya topik
fiqh mu’āmalāt.”
Celah
yang saya temukan dalam artikel tersebut ialah belum terdapat program
pembelajaran yang memadukan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial.
Contoh
lain bagian “Apa celah yang masih ada?” juga tampak dari dari artikel revolusioner
karya Catherine Hakim berikut:
“The expanding importance
of self-service mating and marriage markets, speed dating, and Internet dating
contributes to the increasing value of erotic capital in the 21st century.
Sociology must rise to the challenge of incorporating erotic capital into
theory and empirical research.”
Celah
yang tampak dalam artikel tersebut ialah para pakar sosiologi terkesan belum
siap dalam menghadapi tantangan pasar perkawinan yang kian meningkat.
d) Apa yang akan dilakukan untuk mengisi celah tersebut?
Bagian
ini menuntut kita untuk cerdik dalam meletakkan artikel kita ke dalam peta peta
riset. Kecerdikan inilah yang perlu diungkapkan dalam bentuk menyampaikan, “Apa
yang akan dilakukan untuk mengisi celah tersebut?”. Kalau celah berupa
masalah yang belum dipecahakan, yang perlu kita lakukan tentu saja memecahkan
masalah tersebut. Kalau celah berupa pemecahan masalah belum optimal, perlakuan
dari kita tentu mencari cara supaya pemecahan masalah bisa optimal. Sementara
kalau celah berupa potensi yang masih bisa dikembangkan, tugas kita ialah
mengembangkan potensi tersebut.
Berikut
adalah contoh bagian “Apa yang akan dilakukan untuk mengisi celah tersebut?”
yang saya ambil dari artikel tentang kaitan fiqh mu’āmalāt dengan literasi
finansial:
“Karena itu, riset ini
diarahkan untuk menyusun program pembelajaran untuk mewujudkan pendidikan
literasi finansial melalui pembelajaran fiqh mu’āmalāt berbasis kitab kuning.”
Celah
yang saya temukan mendorong untuk mengisinya dengan cara mengembangkan potensi
berupa program pembelajaran yang memadukan fiqh mu’āmalāt dan literasi
finansial.
Contoh
lain bagian “Apa celah yang masih ada?” juga tampak dari dari artikel
revolusioner karya Catherine Hakim berikut:
“This paper presents a
theory of erotic capital and its applications in studies of social mobility,
the labour market, mating, and other topics.”
Celah
yang ditemukan mendorong Catherine Hakim untuk mengisinya dengan menyajikan
perspektif baru berupa erotic capital supaya pemecahan masalah bisa
optimal.
Referensi
Hakim,
C. (2010, Maret 19). Erotic Capital. European Sociological Review, 26(5),
499–518.
Li,
Y., Wang, K., Xiao, Y., & Froyd, J. E. (2020, Maret 10). Research and
trends in STEM education: a systematic review of journal publications. International
Journal of STEM Education, 7(11), 1–16.
Miller,
S., & Tanner, K. D. (2017, Oktober 13). A Portal into Biology Education:
An Annotated List of Commonly Encountered Terms. CBE—Life Sciences
Education, 14(2), 1–14.
Setiawan,
A. R. (2020, Januari 24). Pembelajaran Tematik Berorientasi Literasi
Saintifik. (Fadhilaturrahmi, Penyunt.) Jurnal BasicEdu, 4(1), 71–80.
Setiawan,
A. R. (2020, Maret 1). Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran
Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning. Nazhruna, 3(1), 138–159.
Setiawan,
A. R., Utari, S., & Nugraha, M. G. (2017, September 22). Mengonstruksi
Rancangan Soal Domain Kompetensi Literasi Saintifik Siswa SMP Kelas VIII pada
Topik Gerak Lurus. WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika), 2(2), 44–48.