Panduan Penulisan Artikel

Panduan Penulisan Artikel

 

 

Sari

Catatan ini ditulis sebagai panduan kasar menulis artikel akademik, untuk semua orang dari beragam latar belakang yang memiliki keinginan menerbitkan artikel dengan format akademik seperti melalui jurnal dan/atau terlibat kolokium.

Kata-kata Kunci: Artikel; Jurnal; Karya Tulis; Kerja Ilmiah; Kolokium;

 

A.   Pengantar

 

Kalau ada satu karya tulis dalam bentuk apapun tentang panduan menulis artikel dengan format akademik maupun populer, saya berharap itu ditulis oleh Surotul Ilmiyah. Soalnya Ilmy yang mendidik saya sejak blas sampai yabeginilah. Namun, karena Ilmy sampai sekarang belum memenuhi permintaan saya, mungkin catatan ini dapat menjadi adhoc.

 

Istilah artikel di sini dibatasi kepada artikel yang ditulis dengan format akademik. Biasanya artikel jenis demikian disebut artikel ilmiah, karya ilmiah, atau jurnal ilmiah. Namun, saya enggan menyebut demikian karena membuka peluang penyempitan makna ‘ilmiah’.

 

Saya sendiri lebih suka format penulisan artikel populer, tapi untuk saat ini lebih meriak dengan artikel akademik. Penulisan esai ini adalah bentuk peniruan terhadap Teknis Penulisan Ilmiah Populer: Catatan Pengalaman buatan Indra Jaya Piliang (2018) maupun 5 Tips Menulis Ringan, Berisi, dan Berkelas buatan Cania Citta Irlanie (2017). Secara pribadi IJP dan Cania memang saya kagumi, meski tidak selalu saya setujui atau mengerti. “Imitation is the sincerest form of flattery.”, tulis Stephen William Hawking (2013) dalam My Brief History. Di luar kekaguman pribadi, IJP dan Cania cukup sangkil dan mangkus dalam menunjukkan bahwa artikel populer termasuk karya ilmiah, hanya saja tidak ditulis dengan format akademik.

 

Penulisan catatan ini dibatasi kepada bentuk common artikel akademik, yang mungkin tidak dapat mencakup keseluruhan format penulisan. Contoh yang dipakai di sini diambil dari beberapa artikel kesukaan saya serta tesis untuk bagian tertentu. Kalau ditelisik, beberapa contoh yang saya hidangkan di sini (selain artikel sendiri), kerap saya tiru dari formasi kalimat atau bentuk penuturan. Sekali lagi, “Imitation is the sincerest form of flattery.”

 

B.   Susunan Penulisan Artikel Akademik

 

Kalau diamati sekilas, susunan penulisan artikel akademik secara umum terdiri dari:

1.

Judul

(Title)

2.

Penulis

(Author)

3.

Lembaga

(Affiliation)

4.

Kontak

(Contact)

5.

Sari

(Abstract)

6.

Pengantar

(Introduction)

7.

Bahan dan Metode

(Materials and Method)

8.

Hasil

(Results)

9.

Pembahasan

(Discussion)

10.

Simpulan

(Conclusion)

11.

Apresiasi

(Acknowledgement)

12

Referensi

(References)

 

Setiap penerbit boleh jadi menggunakan istilah berbeda untuk setiap bagian, tapi isinya sama saja. Misalnya ada penerbit yang menggunakan kata Pendahuluan untuk Pengantar, bisa Background atau Introduction. Tidak jarang pula terbitan memakai kata Simpulan atau Penutup, ada yang Summary atau Conclusion.

 

1.   Judul (Title)

 

Apa bagian artikel yang paling banyak dibaca oleh orang? Jawabannya pasti judul (title). Saya tak punya data statistik untuk menentukan keabsahan jawaban ini, tapi saya yakin ini tebakan yang mujur. Orang baru akan membaca bagian lain dari artikel setelah memperlihatkan ketertarikan kepada judul. Kalau judul artikel menunjukkan keterkaitan dengan bacaan yang dicari—terutama topik yang sedang diteliti—biasanya orang tersebut akan membaca sari (abstract, resume, ringkasan).

 

Judul adalah gerbang utama ke dalam artikel, merek yang muncul dalam mesin pencari daring (Google Scholar, Microsoft Academic, Inspire HEP, PubMed, dsb.) maupun daftar isi terbitan, serta brand yang dapat melekat kepada penulis. Karena itu, boleh dianggap bahwa nasib mujur atau ajur sebuah artikel sebagian besar ditentukan oleh judul, sisanya mood-nya Roseanne Park (Rosé). Sehingga judul perlu ditulis secara cermat agar dapat dibaca cepat.

 

Judul adalah rangkuman paling ringkas dari artikel sebagai informasi untuk memberikan gambaran tentang laporan penelitian yang disampaikan. Karena merupakan rangkuman, selayaknya judul ditulis paling akhir setelah seluruh bagian artikel selesai ditulis. Jadi judul benar-benar laiknya gerbang: tampak paling depan, tapi dibuat paling akhir.

 

Memang tidak ada larangan menulis judul lebih dulu, yang jelas sebelum proses disudahi, sebaiknya diperiksa lagi supaya lebih selaras dengan artikel yang ditulis. Untuk keperluan menulis judul, mungkin perlu memiliki kebiasaan melihat-lihat artikel lain agar dapat melakukan dengan mudah. Selain untuk menghibur diri (sebenarnya menyiksa sih), juga melatih intuisi.

 

Secara pribadi, saya suka bentuk judul yang terdiri dari beberapa kata kunci beserta kata hubung antar kata-kata tersebut. Misalnya dari judul Skripsi saya: Penerapan Pendekatan Saintifik untuk Melatihkan Literasi Saintifik pada Topik Gerak Lurus di Sekolah Menengah Pertama, terdiri dari 3 kata kunci: Pendekatan Saintifik, Literasi Saintifik, dan Sekolah Menengah yang masing-masing diberi kata hubung (Setiawan, 2017). Contoh ini hanya masalah selera, tentu terdapat banyak contoh yang lebih bagus dari selera saya.

 

Pengalaman lucu saya peroleh ketika melihat artikel terkait fisika kuantum. Artikel Über quantentheoretische Umdeutung kinematischer und mechanischer Beziehungen yang ditulis oleh Werner Karl Heisenberg (1925) tercatat diunduh sebanyak 2202 kali, tapi hanya memperoleh 758 kali sitasi (jumlah artikel tersebut dikutip oleh artikel lain). Catatan tersebut boleh menjadi bahan menduga bahwa artikel tersebut banyak diakses karena judulnya sangat menarik minat penulis. Namun, tidak menutup kemungkinan juga bahwa beberapa artikel tidak merujuk secara langsung kepada artikel Werner Karl Heisenberg, pengutip tidak terindeks oleh mesin pencari, atau bahkan salah ketik dalam menulis rujukan.

 

Kalau dari bacaan pribadi, judul paling bagus buat saya ialah tesis buatan Richard Phillips Feynman, fisikawan polimatik (juga problematik) favorit saya yang kebetulan juga dikagumi oleh Buk Setiya Utari, pembimbing akademik dan seteru saya dalam masalah berat badan. Judul The Principle of Least Action in Quantum Mechanics yang ditulis oleh Dick Feynman (1942) nyaris membuahkan peniruan seutuhnya ketika mengikuti kolokium di Universitas PGRI Semarang pada 21 Agustus 2019 lalu.

 

Pada waktu itu saya hampir menulis judul Program Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik. Hanya saja, saya tak jadi menulis judul dengan kalimat tersebut, walakin diimbuhi dengan kata depan Penyusunan. Soalnya itu menjadi artikel yang saya rencanakan akan bersambung ala-ala Drama Korea. Jadilah artikel itu berjudul Penyusunan Program Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik (2020).

 

Dalam artikel saya tentang literasi finansial yang saya tulis bersama Mita Puspaningrum dan Khoirul Umam (2020), bentuk penulisan judul dari tesis Dick Feynman juga ditiru, kali ini bisa seutuhnya, Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial. Kalau biasa membaca, pasti tahu letak peniruan setiap tuturan.

 

2.   Sari (Abstract)

 

Secara pribadi, saya menyebut abstrak dengan istilah “sari”, yang selaras dengan definisi abstrak, tapi sebenarnya untuk mengapresiasi peran Dewi Ratna Sari yang menjadi sekretaris saya ketika menjadi Pemimpin Umum BSO Santri. Sari (abstract atau abstrak) adalah ringkasan artikel yang lebih informatif daripada judul. Ketika orang yang tertarik kepada artikel setelah membaca judul, biasanya dia akan membaca abstrak untuk memperoleh informasi lebih lengkap. Walau tak menutup kemungkinan orang juga membaca abstrak lebih dulu tanpa peduli terhadap judul.

 

Ketentuan common untuk abstract ialah memuat komponen berupa: tujuan penelitian, metode penelitian, hasil penelitian, serta simpulan yang diperoleh. Artikel Trends of research articles in the Korean Journal of Medical Education by social network analysis yang ditulis oleh Sein Shin bersama Hyo Hyun Yoo (2015), bisa menjadi contoh paling rapi dalam menulis abstract:

Purpose:

This aim of this study is to examine trends in medical education research in the Korean Journal of Medical Education (KJME) and suggest improvements for medical education research.

Methods:

The main variables were keywords from research papers that were published in KJME. Abstracts of papers (n= 499) that were published from 1991 through 2015 were analyzed by social network analysis (NetMiner 4.0) a common research methodfor trends in academic subjects.

Results:

The most central keywords were “medical education,” “clinical competence,” “medical student,” and “curriculum.” After introduction into graduate medical school, newly appearing keywords were “professional behavior,” “medical humanities,” “communication,” and “physician-patient relation.” Based on these results, we generated a schematic of the network, in which the five groups before introduction to graduate medical school expanded to nine groups after introduction.

Conclusion:

Medical education research has been improving qualitatively and quantitatively, and research subjects have been expanded, subdivided, and specific. While KJME has encompassed medical education studies comprehensively, studies on medical students have risen in number. Thus, the studies that are published in KJME were consistent with the direction of journal and a new study on the changes in medical education is being conducted.

(Shin & Yoo, 2015)

 

Sementara contoh latar belakang paling bagus yang disampaikan dalam abstrak antara lain ditulis oleh Carl Richard Woese, Otto Kandler, dan Mark L. Wheelis (1990) dalam artikel revolusioner pengusul domain Arkaea, berjudul Towards a natural system of organisms: proposal for the domains Archaea, Bacteria, and Eucarya:

“Molecular structures and sequences are generally more revealing of evolutionary relationships than are classical phenotypes (particularly so among microorganisms). Consequently, the basis for the definition of taxa has progressively shifted from the organismal to the cellular to the molecular level. Molecular comparisons show that life on this planet divides into three primary groupings, commonly known as the eubacteria, the archaebacteria, and the eukaryotes. The three are very dissimilar, the differences that separate them being of a more profound nature than the differences that separate typical kingdoms, such as animals and plants. Unfortunately, neither of the conventionally accepted views of the natural relationships among living systems--i.e., the five-kingdom taxonomy or the eukaryote-prokaryote dichotomy--reflects this primary tripartite division of the living world. To remedy this situation we propose that a formal system of organisms be established in which above the level of kingdom there exists a new taxon called a “domain”.” (Woese, Kandler, & Wheelis, 1990)

 

Abstrak yang dibuat oleh Carl Richard Woese, Otto Kandler, dan Mark L. Wheelis (1990) tersebut cukup bagus dalam menunjukkan letak pekerjaannya dalam peta kajian keilmuan, dalam hal ini biologi. Tuturan tersebut ialah jawaban singkat untuk pertanyaan, seperti, “Mengapa penelitian itu dilakukan?” Namun, saya belum melakukan peniruan terhadap bentuk penulisan tersebut, sepertinya untuk riset kelak saja.

 

Buk Utari memberi saran kepada saya pada 6 September 2016. Dalam obrolan sore hari menjelang adzan Maghrib tersebut, Buk Utari bilang bahwa abstrak paling bagus ialah yang memuat: tujuan penelitian, latar belakang penelitian, data yang dibutuhkan, metode penelitian, instrumen penelitian, serta simpulan yang diperoleh.

 

Gambaran penerapan saran tersebut dapat dilihat melalui tesis yang ditulis oleh Buk Utari pada 1 November 2010. Dalam tesis berjudul Pengembangan Program Perkuliahan untuk Membekali Calon Guru dalam Merencanakan Kegiatan Eksperimen Fisika di Sekolah Menengah, Utari (2010) menyebutkan:

(a)  Tujuan penelitian: mendapatkan rancangan program kursus fisika yang melengkapi biaya kuliah siswa untuk calon guru guna merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah;

(b) Latar belakang penelitian: survei, analisis kurikulum, dan analisis keterampilan eksperimen pelajar di Lembaga Pendidikan Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK);

(c)  Data yang dibutuhkan: analisis literatur terkait dan survei;

(d)  Metode penelitian: research and development (R&D);

(e)  Instrumen penelitian: tes program

(f)   Simpulan yang diperoleh: keterampilan memperoleh informasi melalui pencarian daring memiliki efek langsung terbesar serta dapat memberikan efek tidak langsung melalui keterampilan untuk merancang teknik pengukuran dan untuk tujuan eksperimen.

 

Empat saran awal berupa tujuan penelitian, latar belakang penelitian, data yang dibutuhkan, metode penelitian, instrumen penelitian adalah tembakan perdana Buk Utari ketika menanggapi gagasan yang perlu penelitian. Biasanya tembakan perdana itu ditanyakan kepada pelajar yang sedang dibimbing oleh Buk Utari dalam menyelesaikan Skripsi atau Tesis. Cara tersebut cukup ampuh dalam menguji tingkat keseriusan seseorang dalam merencanakan penelitian, karena dapat dilakukan selama 1 menit. Jadi kalau direkam video bisa di-upload ke akun Instagram, sebagai bukti bimbingan.

 

Secara pribadi, saya cenderung menyusun komponen dalam abstrak berupa: tujuan penelitian, metode penelitian, instrumen penelitian, simpulan yang diperoleh, serta kelanjutan penelitian. Komponen berupa latar belakang penelitian dan data yang dibutuhkan seperti disarankan oleh Utari tidak saya sertakan dalam abstrak karena dapat membuat tuturan kian panjang. Apalagi belakangan, tepatnya sejak mengerjakan artikel untuk kolokium di Universitas Negeri Surabaya pada 23 Maret 2019, saya mulai tertarik untuk menulis abstrak dengan format seperti Über quantentheoretische Umdeutung kinematischer und mechanischer Beziehungen.

 

Dalam artikel yang terbit pada September 1925 tersebut, Werner Karl Heisenberg (1925) hanya menulis satu komponen berupa tujuan penelitian: “In der Arbeit soll versucht werden, Grundlagen zu gewinnen für eine quantentheoretische Mechanik, die ausschließlich auf Beziehungen zwischen prinzipiell beobachtbaren Größen basiert ist.”.

 

Abstrak tersebut terbilang sakti karena dapat dibaca sebelum mata berkedip, tampak bahwa Werner Heisenberg menantang jin ‘Ifrit untuk eksperimen buckyball. Werner Heisenberg menulisnya saat berumur 24 tahun, ketika kehadirannya belum di-reken sebagai sosok penting dalam fisika kuantum. Jadi, meminimalisir cibiran bahwa abstrak tersebut diterima hanya karena nama besar penulisanya.

 

Bentuk tiruan terhadap artikel tersebut yang saya buat untuk artikel saya ialah, “Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mendapatkan peningkatan kompetensi literasi saintifik siswa setelah diterapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae dan animalia di sekolah menengah. Melalui penelitian menggunakan desain time series diperoleh bahwa peningkatan di kategori sedang dengan nilai sebesar 0,663.” (Setiawan, 2020; 2019). Terus terang komponen metode dan simpulan tersebut sulit untuk tidak saya sertakan karena langkah dan hasil perlu disampaikan.

 

Contoh bagus terkait penulisan abstrak yang membuat saya kesulitan untuk tidak menyertakan simpulan, lagi-lagi, dari tesisnya Dick Feynman (1942), yang turut menyampaikan hasil penelitian, “in quantum mechanics, just as in classical mechanics, under certain circumstances the oscillator can be completely eliminated, its place being taken by a direct, but, in general, not instantaneous, interaction between the two systems.”. Selain itu, dirinya juga menyampaikan kekurangan penelitian, “The work is non-relativistic throughout.” Kalimat terakhir itu saya tiru dalam abstrak artikel yang ditulis bersama Mita dan Umam.

 

Tidak jarang penulis menunjukkan kekurangan penelitian yang disampaikan dalam artikel. Tujuannya agar peneliti lain bersedia untuk merujuknya, guna mengembangkan kerja yang telah dilakukan. Selain Dick Feynman, Carl Richard Woese, Otto Kandler, dan Mark L. Wheelis (1990) juga menyampaikan batasan penelitiannya dengan kalimat, “...taxonomic structure within the Bacteria and Eucarya is not treated herein ...”.

 

Kadang juga terdapat penulis yang menyampaikan kelebihan penelitian, seperti dilakukan oleh Catherine Hakim (2010) dalam artikel Erotic Capital. “We present a new theory of erotic capital as a fourth personal asset, an important addition to economic, cultural, and social capital.” Artikel A Portal into Biology Education: An Annotated List of Commonly Encountered Terms yang ditulis oleh duet Sarah Miller dan Kimberly D. Tanner (2017) juga melakukan hal yang serupa. “The authors provide a resource for those who are new to explorations of the biology education and biology education research worlds, including key terminology, brief definitions, and links to literature for further explorations.”.

 

Biasanya banyak kata yang disediakan untuk bagian abstrak dibatasi sekitar 250 kata. Namun, Irma Rahma Suwarma (2014) menulis abstract dalam tesisnya Research on Theory and Practice STEM Education Implementation in Japan and Indonesia using Multiple Intelligences Approach sangat panjang mencapai 784 kata. Saya tak tahu dan belum mengonfirmasi apakah penulisan tersebut menyesuaikan ketentuan Shizuoka University, merupakan selera Irma, atau selera Irma yang diperkenankan oleh ketentuan Shizuoka University. Namun, kalau sesuai dengan pengertian bahwa abstrak adalah ringkasan artikel, bentuk penulisan Irma terbilang paling lengkap merangkum keseluruhan tesis, sekaligus bisa mencurahkan hati, ehm. Bentuk penulisan abstrak dari tesis Irma tersebut dapat dipakai untuk mengubah artikel akademik menjadi artikel populer, untuk diterbitkan melalui blog misalnya.

 

Karena abstrak adalah ringkasan artikel, saya harap penulis dapat menyusunnya supaya pembaca dapat segera mengambil keputusan untuk terus membaca bagian selanjutnya dari makalah tersebut atau berhenti sampai abstrak saja. Secara umum, dari tuturan yang disajikan, abstrak sebaiknya memuat: latar belakang penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian, instrumen penelitian, simpulan yang diperoleh, serta kelanjutan penelitian. Komponen yang hendak ditulis serta bentuk penulisan bisa sesuai dengan selera penulis dan/atau ketentuan penerbit.

 

3.   Pengantar (Introduction)

 

Pengantar (Introduction) adalah bagian setelah Sari (Abstract) yang disajikan sebagai pengantar kepada pembaca sebelum mencermati isi artikel. Karena itu, Pengantar sebaiknya dimulai dari perkara umum yang mudah dipahami dan diakhiri dengan hal khusus yang menjadi fokus laporan riset. Khusus untuk perkara umum pada awal bagian Pengantar, kita lebih bebas menulis, dengan menitikberatkan kepada informasi nilai penting topik riset yang disampaikan. Di sini kita memiliki sedikit kelonggaran untuk mengutip artikel kita sebelumnya yang ada kaitannya dengan topik yang dilaporkan meskipun sedikit.

 

Kalau kita mengamati artikel akademik yang sudah terbit, tampak bahwa lazimnya bagian Pengantar tersusun atas empat bagian:

a)    Apa manfaat dan menariknya riset yang dilaporkan?

b)   Sudah sampai mana perkembangan kontemporer tentang topik tersebut?

c)    Apa celah  yang masih ada?

d)    Apa yang akan dilakukan untuk mengisi celah tersebut?

 

Tampak terdapat alur terstruktur dari runtutan empat bagian tersebut. Mulanya kita mulai masuk dengan menjelaskan kemanfaatan dan kemenarikan topik riset yang kita lakukan. Kemudian kita jelaskan status kontemporer riset tersebut, yaitu sudah sampai mana capaian para peneliti yang berkaitan riset tersebut. Kemudian kita masuk dengan memunculkan celah yang masih ada dalam peta riset terkait. Terakhir kita jelaskan rencana yang akan kita lakukan untuk mengisi celah tersebut.

 

Struktur tersebut menolong kita pada saat menulis bagian Pengantar, supaya tidak bingung memulai penulisan. Alur ini memungkinkan bagian Pengantar hanya terdiri dari empat paragraf, bahkan hanya satu paragraf saja kalau setiap poin dapat ditulis dalam satu kalimat!

 

a)   Apa manfaat dan menariknya riset yang dilaporkan?

 

Semua yang kita lakukan pasti ada bermanfaat dan menarik buat diri kita sendiri. Namun, dalam pelaporan riset dalam bentuk penulisan artikel akademik, kemanfaatan dan kemenarikan dilihat dari sisi masyarakat umum maupun kelompok khusus yaitu para peneliti ilmu tertentu. Karena itu, ketika kita melakukan riset, kita harus yakin dan dapat meyakinkan orang lain bahwa topik yang akan dikaji bermanfaat dan menarik.

 

Pada bagian awal Pengantar ini kita mengulas secara umum kemanfaatan dan kemenarikan menariknya topik riset yang disampaikan. Bagian ini dapat dicontoh dari artikel orang lain yang mengerjakan topik yang sama. Kita bisa membaca bagian awal Pengantar artikel orang lain yang berisi topik yang sama, lalu menulis ulang dengan kalimat kita sendiri. Walau kita menulis dengan kalimat sendiri, kita tetap harus merujuk artikel orang tersebut karena idenya dari orang tersebut.

 

Berikut adalah contoh bagian “Apa manfaat dan menariknya riset yang dilaporkan?” yang saya ambil dari artikel keroyokan dengan Buk Setiya Utari dan Pak Muhamad Gina Nugraha:

“Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui kualitas rancangan soal domain kompetensi literasi saintifik siswa sekolah menengah pertama (SMP) pada topik gerak lurus serta mengetahui perbaikan dari soal ini. Konstruksi disusun berdasarkan profil kesulitan literasi sains dan analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang digunakan. Rancangan soal menjadi acuan untuk menganalisis kesulitan literasi saintifik siswa SMP kelas VIII pada topik gerak lurus serta merekonstruksi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang melatihkan literasi saintifik.” (Setiawan, Utari, & Nugraha, 2017)

 

Sisi kemanfaatan tampak dalam tuturan, “Rancangan soal menjadi acuan untuk menganalisis kesulitan literasi saintifik siswa SMP kelas VIII pada topik gerak lurus serta merekonstruksi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang melatihkan literasi saintifik.” Sementara sisi kemenarikan tampak dalam tuturan, “Konstruksi disusun berdasarkan profil kesulitan literasi sains dan analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang digunakan.”

 

Contoh lain bagian “Apa manfaat dan menariknya riset yang dilaporkan?” juga tampak dari dari artikel karya duo Sarah Miller dan Kimberly D. Tanner berikut:

“We have chosen 50 key terms that scientists will likely encounter in any exploration of biology education. To provide a framework for how these terms might connect together for instructors, we have used the organizing framework of scientific teaching, in which there is no prescribed or correct way to teach; rather, instructors are expected to apply scientific principles to their classroom teaching efforts.” (Miller & Tanner, 2017)

 

Sisi kemenarikan tampak dalam tuturan, “We have chosen 50 key terms that scientists will likely encounter in any exploration of biology education.” Untuk kemanfaatan, memang tersirat, karena dengan adanya 50 istilah kunci tersebut, memudahkan pemula untuk memasuki peta pendidikan Biologi.

 

b)   Sudah sampai mana perkembangan kontemporer tentang topik tersebut?

 

Buk Utari ketika menanggapi penyajian usulan (proposal) riset skripsi saya pada 6 September 2016, menyampaikan bahwa saya lebih perlu melakukan kajian pustaka ketimbang tinjauan teoretis. Pada waktu itu, Buk Utari menyampaikan secara gamblang pembedaan “kajian pustaka” dengan “tinjauan teoretis”, yang kemudian didukung oleh Pak Gin Gin. Pembedaan tersebut memengaruhi kecenderungan saya untuk lebih menitikberatakan “kajian pustaka” ketimbang “tinjauan teoretis” ketika sedang melaporkan riset dalam bentuk penulisan artikel akademik. Sisi “kajian pustaka” itulah yang menjadi inti dari bagian “Sudah sampai mana perkembangan kontemporer tentang topik tersebut?”.

 

Tak bisa dimungkiri bahwa bagian ini memaksa kita untuk mencari hasil riset terbaru tentang topik yang sedang dikerjakan. Pada masa lalu, letak kesulitan barangkali ialah mencari, karena keterbatasan ruang dan waktu dalam mengakses informasi kontemporer riset menjadi hambatan tersendiri bagi setiap peneliti. Namun pada masa kini, letak kesulitan tampak bergeser yakni membaca, seiring kemudahan dalam mengakses dan inflasi publikasi membuat peneliti perlu membaca dengan cermat artikel yang baik dijadikan rujukan untuk mengetahui perkembangan kontemporer.

 

Berikut adalah contoh bagian “Sudah sampai mana perkembangan kontemporer tentang topik tersebut?” yang saya ambil dari artikel debut dalam pendidikan dasar,:

“... kajian PISA pada 2006–2019 dan beberapa karya ilmiah pada periode itu, telah menemukan bahwa pembelajaran secara umum tidak dapat membimbing pelajar secara optimal untuk mencapai literasi saintifik (OECD, 2019b; Setiawan, 2019a; 2017; Rosser, 2018; Setiawan, dkk., 2017; Utari, dkk., 2017; OECD/ADB, 2015; Juliani, 2015; Adisendjaja, 2008).” (Setiawan, 2020)

Penulisan referensi yang disajikan menunjukkan bahwa tuturan tersebut didasarkan kepada 9 kajian pustaka yang dilakukan.

 

Untuk mengurangi beban dalam membaca hasil riset kontemporer, baik juga kalau kita membaca artikel review seperti dilakukan oleh Yeping Li, Ke Wang, Yu Xiao, dan Jeffrey E. Froyd ketika menelaah secara sistematik jurnal dalam pendidikan STEM berikut:

“A recent review of 144 publications in the International Journal of STEM Education (IJ-STEM) showed how scholarship in science, technology, engineering, and mathematics (STEM) education developed between August 2014 and the end of 2018 through the lens of one journal (Li, Froyd, & Wang, 2019).” (Li, Wang, Xiao, & Froyd, 2020)

Penulisan referensi yang disajikan menunjukkan bahwa tuturan tersebut didasarkan kepada artikel review yang telah diterbitkan lebih dahulu.

 

c)   Apa celah yang masih ada?

 

Bagian ini menuntut kita untuk peka dalam membaca celah setelah melakukan kajian pustaka. Kepekaan inilah yang menjadi kunci kita untuk mengungkap tujuan riset. Celah dapat berupa masalah yang belum dipecahakan, pemecahan masalah belum optimal, maupun berupa potensi yang masih bisa dikembangkan. Seperti pada bagian “Sudah sampai mana perkembangan kontemporer tentang topik tersebut?”, bagian “Apa celah yang masih ada?” juga memaksa kita untuk mencari hasil riset terbaru tentang topik yang sedang dikerjakan—baik dengan membaca artikel eceran maupun review.

 

Berikut adalah contoh bagian “Apa celah yang masih ada?” yang saya ambil dari artikel tentang kaitan fiqh mu’āmalāt dengan literasi finansial:

“Berdasarkan sebaran informasi yang disampaikan, kami memandang bahwa fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial dapat dipadukan ke dalam program pembelajaran. Program tersebut dapat diwujudkan dengan cara mengkaji indikator yang dibekalkan kepada pelajar, bukan sekadar membiasakan mengerjakan soal literasi finansial yang diperkaya topik fiqh mu’āmalāt.” (Setiawan, 2020)

Celah yang saya temukan dalam artikel tersebut ialah belum terdapat program pembelajaran yang memadukan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial.

 

Contoh lain bagian “Apa celah yang masih ada?” juga tampak dari dari artikel revolusioner karya Catherine Hakim berikut:

“The expanding importance of self-service mating and marriage markets, speed dating, and Internet dating contributes to the increasing value of erotic capital in the 21st century. Sociology must rise to the challenge of incorporating erotic capital into theory and empirical research.” (Hakim, 2010)

Celah yang tampak dalam artikel tersebut ialah para pakar sosiologi terkesan belum siap dalam menghadapi tantangan pasar perkawinan yang kian meningkat.

 

d)   Apa yang akan dilakukan untuk mengisi celah tersebut?

 

Bagian ini menuntut kita untuk cerdik dalam meletakkan artikel kita ke dalam peta peta riset. Kecerdikan inilah yang perlu diungkapkan dalam bentuk menyampaikan, “Apa yang akan dilakukan untuk mengisi celah tersebut?”. Kalau celah berupa masalah yang belum dipecahakan, yang perlu kita lakukan tentu saja memecahkan masalah tersebut. Kalau celah berupa pemecahan masalah belum optimal, perlakuan dari kita tentu mencari cara supaya pemecahan masalah bisa optimal. Sementara kalau celah berupa potensi yang masih bisa dikembangkan, tugas kita ialah mengembangkan potensi tersebut.

 

Berikut adalah contoh bagian “Apa yang akan dilakukan untuk mengisi celah tersebut?” yang saya ambil dari artikel tentang kaitan fiqh mu’āmalāt dengan literasi finansial:

“Karena itu, riset ini diarahkan untuk menyusun program pembelajaran untuk mewujudkan pendidikan literasi finansial melalui pembelajaran fiqh mu’āmalāt berbasis kitab kuning.” (Setiawan, 2020)

Celah yang saya temukan mendorong untuk mengisinya dengan cara mengembangkan potensi berupa program pembelajaran yang memadukan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial.

 

Contoh lain bagian “Apa celah yang masih ada?” juga tampak dari dari artikel revolusioner karya Catherine Hakim berikut:

“This paper presents a theory of erotic capital and its applications in studies of social mobility, the labour market, mating, and other topics.” (Hakim, 2010)

Celah yang ditemukan mendorong Catherine Hakim untuk mengisinya dengan menyajikan perspektif baru berupa erotic capital supaya pemecahan masalah bisa optimal.

 

Bibliografi

Feynman, R. P. (1942). The Principle of Least Action in Quantum Mechanics. Princeton, New Jersey, United States of America: Princeton University.

Hakim, C. (2010, Maret 19). Erotic Capital. European Sociological Review, 26(5), 499–518.

Hawking, S. W. (2013). My Brief History. New York City, New York, United States of America: Bantam Books.

Heisenberg, W. K. (1925, September 22). Über quantentheoretische Umdeutung kinematischer und mechanischer Beziehungen. Zeitschrift für Physik, 33, 879–893.

Irlanie, C. C. (2017, Juli 16). 5 Tips Menulis Ringan,Berisi, dan Berkelas. Dipetik November 13, 2019, dari Caniaksara: http://cittairlanie.com/2017/07/16/tips-menulis/

Li, Y., Wang, K., Xiao, Y., & Froyd, J. E. (2020, Maret 10). Research and trends in STEM education: a systematic review of journal publications. International Journal of STEM Education, 7(11), 1–16.

Miller, S., & Tanner, K. D. (2017, Oktober 13). A Portal into Biology Education: An Annotated List of Commonly Encountered Terms. CBE—Life Sciences Education, 14(2), 1–14.

Piliang, I. J. (2018, Juni 5). Teknis Penulisan Ilmiah Populer: Catatan Pengalaman. Dipetik November 13, 2019, dari Alobatnic: https://alobatnic.blogspot.com/2018/06/teknis-penulisan-ilmiah-populer-catatan.html

Setiawan, A. R. (2017). Penerapan Pendekatan Saintifik untuk Melatihkan Literasi Saintifik dalam Domain Kompetensi pada Topik Gerak Lurus di Sekolah Menengah Pertama. (S. Utari, & M. G. Nugraha, Penyunt.) Bandung, Jawa Barat, Republik Indonesia: Universitas Pendidikan Indonesia.

Setiawan, A. R. (2019, Juni 26). Peningkatan Literasi Saintifik melalui Pembelajaran Biologi Menggunakan Pendekatan Saintifik. Journal of Biology Education, 2(1), 223–235.

Setiawan, A. R. (2020, Januari 24). Pembelajaran Tematik Berorientasi Literasi Saintifik. (Fadhilaturrahmi, Penyunt.) Jurnal BasicEdu, 4(1), 71–80.

Setiawan, A. R. (2020, Maret 1). Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning. Nazhruna, 3(1), 138–159.

Setiawan, A. R. (2020). Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Biologi sebagai Upaya Melatih Literasi Saintifik. Prosiding Seminar Nasional Biologi 2019 Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III) (hal. 140–145). Surayaba: Universitas Negeri Surabaya (UNESA).

Setiawan, A. R. (2020). Penyusunan Program Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik. Seminar Nasional Sains & Entrepreneurship VI (SNSE VI) (hal. 255-1–8). Semarang: Universitas PGRI Semarang (UPGRIS).

Setiawan, A. R., Puspaningrum, M., & Umam, K. (2020, Desember 6). Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial. Tarbawy, 6(2), 187–102.

Setiawan, A. R., Utari, S., & Nugraha, M. G. (2017, September 22). Mengonstruksi Rancangan Soal Domain Kompetensi Literasi Saintifik Siswa SMP Kelas VIII pada Topik Gerak Lurus. WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika), 2(2), 44–48.

Shin, S., & Yoo, H. H. (2015, Desember 1). Trends of research articles in the Korean Journal of Medical Education by social network analysis. Korean Journal of Medical Education, 27(4), 247–254.

Suwarma, I. R. (2014). Research on Theory and Practice STEM Education Implementation in Japan and Indonesia using Multiple Intelligences Approach. Shizuoka, Shizuoka, Japan: Shizuoka University.

Utari, S. (2010). Pengembangan Program Perkuliahan untuk Membekali Calon Guru dalam Merencanakan Kegiatan Eksperimen Fisika di Sekolah Menengah. Bandung, Jawa Barat, Republik Indonesia: Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Woese, C. R., Kandler, O., & Wheelis, M. L. (1990). Towards a natural system of organisms: proposal for the domains Archaea, Bacteria, and Eucarya. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 87, hal. 4576–4579. Washington, D.C.: National Academy of Sciences of the United States of America.