Musik adalah pengungkapan gagasan melalui
bunyi yang mengalun secara teratur sehingga enak untuk disimak
Menyimak berbagai jenis pertunjukan musik
di Indonesia, barangkali dapat dikatakan bahwa tidak ada yang lebih meriah dan meriak
dibandingkan dengan dangdut. Hal ini bisa diamati melalui tulisan, tuturan, dan
tayangan di beragam media massa, perbincangan di lingkungan pergaulan, maupun membludaknya
para pengunjung yang menghadiri pertunjukan tersebut. Sulit dimungkiri bahwa dangdut
dapat menarik perhatian banyak kalangan.
Dangdut, di satu sisi, terbilang mudah menjamah
manah masyarakat, khususnya buat yang sedang dalam kesulitan
Cibiran terhadap dangdut kian meriak tatkala
fenomena goyangan erotis penyanyinya semakin marak. Goyangan erotis sendiri sebenarnya
bukan fenomena baru dalam pertunjukan musik dangdut. Keberadaan penyanyi dangdut
dengan goyangan erotis sudah muncul sejak dekade 1970-an, tetapi kala itu hanya terbuka untuk kalangan dewasa belaka
Keadaan sejenis demikian membuat penyanyi
dangdut perempuan (biduanita) belakangan ini mudah mendapat nilai plus dan minus dalam berkarier. Kemudahan mendapat perhatian dan mencerna larik
lirik yang dilantunkan serta alunan nada yang disajikan membuat para biduanita gampang
dikenal oleh banyak kalangan. Hal ini memudahkan biduanita untuk meluaskan pergaulan,
menambah wawasan, hingga menggunakannya sebagai sarana menambang uang. Sayangnya,
biduanita juga kerap dinista karena dianggap hanya menjual penampilan badan tanpa
peduli kualitas vokal. Sebenarnya tak ada masalah dalam menjual penampilan badan,
masalahnya ialah hal ini dilakukan di pasar yang menjajakan vokal.
Keadaan tersebut disadari sepenuhnya oleh
Rindy Antika, penyanyi kelahiran Bantul yang memilih dangdut sebagai jalan karier
untuk ditekuninya. Google Trends pada 6 Desember 2023 mencatat bahwa Rindy Antika, baik dengan pencarian kata kunci
“Rindy Antika” maupun “Rindi Antika”, merupakan sosok yang banyak dicari
melalui mesin pencari Google
Menjadi penyanyi bukanlah sebuah kebetulan
buat Rindy Antika, sapaan karibnya. Jalan agar bisa menjadi penyanyi seakan sudah
ditatakan Tuhan. “Dari awal saya tidak ada cita-cita menjadi seorang penyanyi.
Semuanya mengalir begitu saja.” tutur Rindy Antika mengenang masa lalunya
Rindy Antika memang belum bercita-cita
menjadi penyanyi ketika anak-anak. Namun, sejak anak-anak, dirinya mulai
menunjukkan talenta sebagai penyanyi. “Waktu kecil saya suka menari dan
menyanyi, “ tuturnya membuka cerita. “Waktu TK saya ikut paduan suara, bersama teman-teman
yang lain. Tapi di rumah, saya juga sering nyanyi-nyanyi sendiri sama karaokean,
dan kebetulan waktu kelas 3 SD itu jaman booming lagu Goyang Inul.”
lanjutnya, “Saya mengikuti goyangan yang ada di DVD juga nyanyinya. Terus orangtua
saya mendaftarkan saya untuk ikut lomba pentas 17-an gerak dan lagu. Saya
menyanyikan lagu Goyang Inul tersebut juga sambil goyang ngebor seperti
yang dilakukan mbak Inul Daratista di video klip tersebut. Saya dapat juara 2.
Setelah itu mungkin orang-orang terutama orangtua saya menlihat saya ada
potensi, saya terus-terusan dilatih bernyanyi di rumah. Kebutulan tetangga bude
saya ada yang punya campursari, laku diikutkan latihan disitu.” pungkasnya
Walau kedua orangtua mengarahkan, tak ada
pemaksaan untuk diikuti putri sulung pasangan Ibu Sutarmi & Bapak Suparman
ini. Rindy Antika sendiri berpikir kalau arahan tersebut bukanlah ambisi orangtua,
melainkan kepedulian orangtua yang melihat bakat buah hati tak boleh mati. Apalagi
kegemaran dan keadaan lingkungan mendukung. Keadaan lingkungan pun dimanfaatkan
oleh Rindy Antika untuk belajar olah vokal secara rapi dan rinci sedari dini.
Dukungan sepenuhnya, baik secara psikis,
teknis, maupun ekonomis, dirasakan oleh Rindy Antika. Wajar jika dirinya gembira
melakukannya. Kegembiraan yang turut membahagiakan orangtua tentunya. Rindy
Antika tak lelah belajar mengolah vokal sesuai jenis suara yang dimiliki agar berpadu
apik dengan alunan nada yang mengiringi. Dirinya terus mengelaborasi pita suaranya
maupun beragam bunyi alat musik agar kelak bisa menyajikan pertunjukan prima ketika
menjadi penyanyi. Apalagi dirinya mulai merasakan manfaat finansial
sebagai penyanyi.
“Sering latihan lama-lama player-nya
juga mengajak saya bernyanyi di pentas, “ ungkap Rindy Antika, “Pertama saya
bayaran nyanyi di kelas 3/4 SD Rp10.000. Karena saya tau bernyanyi bisa
menghasilkan uang, saya jadi semangat untuk latihan bernyanyi dan menghafal
lagu. Karena dulu katanya semakin banyak lagu yang saya bisa semakin banyak
juga uang yang kudapatkan. Ibaratnya bisa 10 lagu = Rp10.000, bisa 50 lagu = Rp50.000.”
pungkasnya
Selain memanfaatkan bakat suara dan titian
yang ditatakan orangtua, Rindy Antika juga menyadari modal lain yang dimiliki, ialah
daya tarik fisik. Wajah cantik dan badan estetik menjadi sisi yang turut digali
untuk menyajikan gerakan badan yang apik dan enerhik. Rindy Antika mengerti bahwa
modal ini sama pentingnya dengan modal ekonomi, sosial, dan budaya
Dukungan orangtua dan usaha yang
dilakukan Rindy Antika kian diperkuat dengan pendidikan formal. Tak hanya
berlatih autodidak dan mengikuti sangar campursari yang dikelola tetangga bu
dhe nya, Rindy Antika belakangan memilih untuk menimba ilmu seni secara formal.
“Seiring berjalanya waktu saya sering nyanyi banyak juga yang menyarankan saya
untuk sekolah di seni,” tambahnya, “Jadi saya lulus SMP terus melanjutkan ke
SMKI. Di sana belajar lagu-lagu jawa karena saya ambil jurusan karawitan.” pungkasnya
Rindy Antika berhasil menyelesaikan
pendidikannya dengan tugas akhir Gending Endol-Endol
Di tengah kesibukan menjadi penyanyi, Rindy
Antika masih tetap berhasil lulus tepat waktu. Melalui skripsi berjudul Nilai-Nilai
Pendidikan Karakter pada Tari Angguk Putri Sripanglaras Desa Pripih,
Hargomulyo, Kokap, Kulon Progo, Rindy Antika mengungkap nilai-nilai
pendidikan karakter pada tari Angguk Putri Sripanglaras yaitu: religius,
toleransi, semangat kebangsaan, cinta tanah air, bersahabat/komunikatif, dan
tanggung jawab
Rindy Antika terbilang klop dengan musik
dangdut. Ini tak lepas dari masa lalunya yang lebih dini mendengar, mengenal,
dan menekuni genre dangdut dibanding genre lain. “Karena musik pertama yang
saya dengar dan pelajari adalah dangdut. Jadi seterusnya mengalir menjadi
penyanyi dangdut, namun juga sedikit-sedikit belajar genre lain.” jawabnya ketika
ditanya alasan lebih memilih menjadi penyanyi dangdut, meskipun bisa
bebernyanyi lintas genre musik
Dalam hal musik dangdut, Rindy Antika
menyebut Inul Daratista sebagai role model-nya. Bahkan pada masa lalu,
berkah meniru Inul Daratista lah yang telah membuka jalan Rindy Antika di dunia
dangdut. Meski demikian, dirinya juga menyukai beberapa genre lain, seperti
campursari dan pop.
Sejak kecil, Rindy Antika terbilang
memiliki showmanship yang tinggi. Tak sulit baginya untuk mendapat
perhatian dari lingkungannya. Bahkan kemauan dan kemampuannya untuk bernyanyi
sekaligus bergoyang di depan banyak orang membuatnya dianggap sebagai sosok
antik. Keadaan tersebut membuatnya mendapat sematan sebagai “antik” yang
belakangan digunakan sebagai nama panggung “Antika” sekaligus nama fanbase
“Antikaku”.
“Saya kurang tahu karena sudah melekat
dari dulu waktu kecil. Tapi kalau dulu kan nama panggung pasti ada ya, mungkin
karena antik ya anak kecil jaman dulu sudah bisa nyanyi sambil goyang-goyang di
depan orang,” tegasnya menjelaskan asal usul kata Antika sebagai nama panggung
Rindy Antika berusaha untuk menjadi penyanyi
yang pantas dikagumi. Memang dirinya kadang tampil tak jauh berbeda dengan biduanita,
dengan menyajikan goyangan menawan dalam balutan busana menggoda. Walakin penampilan
Rindy Antika tak sampai senonoh, apalagi vulgar dan jorok!
Dalam banyak aksi panggung, Rindy
Antika memang cenderung berbusana terbuka laiknya biduantita pada umumnya.
Namun, Rindy Antika juga kerap tampil tertutup mengenakan kebaya. Sayangnya, walau
sudah menyajikan lantunan vokal apik dan berbusana pantas, banyak khalayak yang
memandang Rindy Antika “modal badan doang”. Tak dimungkiri bahwa kesintalan
badan turut berperan dalam melambungkan nama Rindy Antika. Karena kesintalan
badan pula Rindy Antika banyak mudah mendapatkan cibiran kelewat cemar. Cibiran
yang nyaris membutakan hingga enggan mendengar, alih-alih mengapresiasi,
kualitas vokal.
Wajar saja. Sah-sah saja. Mungkin
penampilan Duo Serigala memantik amarah sebagian orang. Amarah yang muncul
karena cemburu, dengki, atau jengkel. Sementara tak bisa dielakkan lagi bahwa,
“Mata yang penuh amarah hanya memandang segala yang nista sepertihalnya mata
yang cinta akan tumpul terhadap semua cela.”
Pertanyaannya, salahkah menjadi
perempuan cantik? Sebagian orang mungkin akan menjawab iya. Naomi Wolf dalam
buku The Beauty Myth menuturkan bahwa kecantikan adalah mitos yang
diciptakan industri untuk mengeksploitasi perempuan secara ekonomi melalui
produk-produk kosmetik
Pandangan Naomi beserta pendukungnya
boleh jadi tidak bisa disalahkan, tetapi kurang lengkap untuk menjadi
genggaman. Pasalnya Naomi tak mementingkan paras cantik sebagai salah satu
modal untuk perempuan, seperti diungkapkan oleh Catherine Hakim melalui konsep erotic
capital.
Erotic capital
merupakan kombinasi dari daya tarik fisik, estetik, visual, sosial, dan seksual
yang dimiliki seseorang untuk menarik orang lain
Cibiran terhadap Rindy Antika banyak
berpijak dari pandangan yang menyebut bahwa pintar adalah hasil tekun belajar,
sedangkan cantik adalah bawaan lahir. Cerdas dianggap sesuatu yang diperoleh
lewat kerja keras, sedangkan kecantikan adalah anugerah yang didapat tanpa
usaha. Padahal posisinya bisa saja terbalik. Pasalnya faktor genetis pun,
terutama dari ibu, berperan penting dalam menentukan kecerdasan seseorang.
Sedangkan untuk tampil cantik, seseorang perlu banyak berusaha, mulai dari olah
raga, menjaga pola konsumsi, merias wajah, hingga berpikir menentukan pakaian.
Tak perlu membutakan mata menyaksikan
bahwa orang yang cantik memang kerap mendapat beragam kemudahan. Contoh paling
bagus dalam hal ini ialah Maria Yuryevna Sharapova (Maria Sharapova).
Pendapatan sebagai model jauh lebih banyak ketimbang menjadi petenis. Maria
bahkan masih tetap menambah kekayaan saat diskors gara-gara kasus obat-obatan
terlarang.
Erotic capital
sama pentingnya dengan modal ekonomi, sosial, dan budaya. Pertanyaan
selanjutnya, mengapa kita tampak enggan mengapresiasi kecantikan perempuan
sepertihalnya kecerdasan? Ketika ada perempuan dandan, dibilang menghabiskan
waktu tak berguna. Walakin ketika membaca buku, disangka waktu diisi dengan
kegiatan bermanfaat. Perempuan yang berusaha menunjukkan kecantikan malahan tak
jarang otomatis dianggap bodoh. Pekerjaan yang menjual badan perempuan, seperti
biduan dan modelling, diberi stigma sebagai pekerjaan hina. Lebih
menyesakkan lagi, ketika ada perempuan cantik ingin menikahi lelaki kaya
dilabeli “matre” yang mengkhianati kesucian cinta dalam perkawinan. Padahal,
alasan di balik julukan “matre” ini adalah bahwa lelaki harus mendapatkan
kenikmatan yang mereka inginkan dari perempuan secara gratis, terutama seks.
Kecantikan dan upaya mempercantik diri
dianggap sebagai tindakan tak baik. Para peserta kontes kecantikan, misalnya,
mendapatkan banyak cibiran. Kecerdasan dan kecantikan dilihat sebagai dua hal
bertentangan yang tak mungkin dipadukan oleh perempuan. Perempuan yang memiliki
keduanya, tidak diizinkan untuk menggunakan semuanya, hanya boleh memaksimalkan
kecerdasan saja. Why?
Rindy Antika memang istimewa: vokalnya,
fisiknya, usahanya, maupun gagasannya. Pun karier yang dijalani, terbilang cemerlang.
Wajar kalau dia banyak disuka dan kehadirannya secara off air maupun on
line mudah mendapat pemirsa.
Rindy Antika adalah salah satu manusia yang
berani berunjuk rasa (expression) dengan cara yang bisa dilakukannya
Walau unjuk rasanya menggembirakan rasa
maupun melepas lara manusia lainnya, Rindy Antika tetaplah manusia biasa. Rindy
Antika butuh makan, minum, maupun tidur, juga bisa berpeluh lelah, berkeluh kesah,
berkeruh amarah, merasa bad mood, minder, dsb. dst. laiknya manusia pada
umumnya. Kepiawaian Rindy Antika dalam berunjuk rasa dengan berbagai cara
tetap disertai pembawaan diri dalam menjalani keseharian laiknya manusia biasa.
Rindy Antika sendiri juga mengagumi manusia lainnya, seperti Inul Daratista.
Sepanjang menjalani keseharian, Rindy
Antika tak pernah meminta dikagumi. Dirinya hanya berusaha melakukan perbuatan yang
selaras nurani. Walakin dari sini, banyak orang yang kemudian mengagumi Rindy
Antika. Tak sedikit pula yang menjadikan perempuan kelahiran Ahad Wage ini sebagai
panutan untuk dianut.
Rindy Antika sendiri tak memikirkan hal
tersebut. Dikagumi atau tidak, menjadi panutan atau bukan, tak menjadi pijakan buatnya.
Rindy Antika hanya berusaha untuk terus tetap mentas, tanpa mencari pencapaian,
tanpa lelah berjuang. Di-reken sukses atau tidak dalam pencapaian bukan urusannya,
yang merupakan kesuksesannya adalah tak lelah berjuang mengayuh secara terus-menerus.
Mengayuh… mengayuh… mengayuh perjalanan… saling mengapresiasi kesamaan dan menghormati
ketidaksamaan… “You say God give me a choice…” seperti lantun Queen dalam
Bicycle Race yang dirilis pada 1978
Rindy Antika tak lelah berjuang bukan semata
memuaskan hasratnya, tidak juga sekadar menggembirakan orangtua. Namun, untuk memberi
motivasi dan inspirasi buat sesama manusia biasa, khususnya kepada anak-anak untuk
belajar dari lingkungan sekitarnya.
Perjalanan yang dilakoni Rindy Antika adalah
duet awet ikhtiar dan takdir. Sebagian orang boleh saja memandangnya dengan cemar
dan rajin mencibir. Meski demikian, Rindy Antika tak langsir ungkapan nyinyir yang dialamatkan padanya dari para tukang pandir. Biarpun sebagian orang sirik
tiada akhir, Rindy Antika terus tetap mengalir.
Kisah Rindy Antika yang tak lelah mengembangkan
diri teranyam azam. Teranyam sebagai motivasi dan inspirasi agar tetap meniti tatanan
dari Sang Pencipta Semesta Raya dengan rasa riang. Rindy Antika terlahir sebagai
penghibur, yang sanggup membuat orang lain gembira meski dia sendiri tak selalu
merasakannya.
Sanjungan yang diterima tak membuat Rindy
Antika melayang. Begitu juga cibiran tak membuat dirinya tumbang. Rindy Antika tetaplah
Rindy Antika, yang kehadirannya selalu dirindukan, namanya dielu-elukan. Dan, dia
tetaplah perempuan, yang selalu sulit untuk dimengerti sepenuhnya meski dapat dinikmati
seutuhnya. Rindy Antika ketika dilihat itu fisik, ketika dinikmati itu hati.
K.Rb.Lg.220545.061223.13:57
Biodata
Nama Lengkap |
: |
Riendiana Weningsari |
Nama Panggilan |
: |
Rindi |
Nama Panggung |
: |
Rindy Antika |
Tempat Lahir |
: |
Bantul |
Hari Lahir |
: |
Ahad Wage |
Tanggal Lahir |
: |
28 Jumādā al-ākhiroh 1417 H. / 10 November
1996 |
Jenis Kelamin |
: |
Perempuan |
Agama |
: |
Islam |
Golongan Darah |
: |
O |
Pendidikan Formal
Tingkat |
Lembaga |
Tahun |
Keterangan |
TK |
TK ABA Sumurmuling |
2001–2002 |
- |
SD |
SD N Mendiro |
2002–2008 |
- |
SMP |
SMP N 2 Lendah |
2008–2011 |
- |
SMA/K |
SMK 1 Kasihan (SMKI Yogyakarta) |
2011–2014 |
Program Keahlian: Seni Pertunjukan Kompetensi Keahlian: Seni Karawitan Tugas Akhir: Gending Endol-Endol |
PT |
Institut Seni Indonesia Yogyakarta |
2015–2019 |
Jurusan: Pendidikan Sendratasik Program Studi: Pendidikan Seni Pertunjukan Judul Skripsi: Nilai-Nilai Pendidikan Karakter pada
Tari Angguk Putri Sripanglaras Desa Pripih, Hargomulyo, Kokap, Kulon Progo |
Referensi
al-Fārābī, A. N.
(1967). Kitāb al-mūsīqī al-kabīr. Kairo: Dār al-kātib al-ʻarabī li-al-ṭibāʻa
wa-al-našr. Diambil kembali dari
https://archive.org/details/KitabAlMusiqaAlKadirByAlFarabiarabic_201801
Antika, R. (2023,
Desember 5). Chat WhatsApp Wanda Akrom dengan Rindy Antika. (W. Akrom,
Pewawancara)
Darwin, C. R. (1872). The
expression of the emotions in man and animals. London: John Murray. Diambil
kembali dari
http://darwin-online.org.uk/content/frameset?itemID=F1142&viewtype=text&pageseq=1
David, B. (2014).
Seductive pleasures, eluding subjectivities: some thoughts on dangdut’s
ambiguous identity. Dalam B. Barendregt, Sonic Modernities in the Malay
World: A History of Popular Music, Social Distinction and Novel Lifestyles
(1930s – 2000s) (hal. 249-268). Leiden: Brill. Diambil kembali dari
https://www.jstor.org/stable/10.1163/j.ctt1w8h0zn.12?seq=1
Davis, D. E., Hook, J.
N., Worthington Jr, E. L., Van Tongeren, D. R., Gartner, A. L., Jennings, D.
J., & Emmons, R. A. (2011). Relational humility: conceptualizing and
measuring humility as a personality judgment. Journal of Personality
Assessment, 93(9), 225-234. Diambil kembali dari
https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00223891.2011.558871
Google Trends . (2023,
Desember 6). Google Trends. Diambil kembali dari Google Trends:
https://trends.google.co.id/trends/explore?date=today%205-y&geo=ID&q=rindy%20antika,rindi%20antika&hl=id
Hakim, C. (2010).
Erotic capital. European sociological review, 26(5), 499-518. Diambil
kembali dari
http://www.catherinehakim.org/wp-content/uploads/2011/07/ESR-Erotic-Capital-Oct-2010.pdf
McNeill, R. J. (2000).
Sejarah musik: Musik awal sejak masa Yunani kuno sampai akhir masa Barok,
tahun 0-1760. Jakarta Pusat: Gunung Mulia. Diambil kembali dari
https://books.google.co.id/books/about/Sejarah_musik_Musik_awal_sejak_masa_Yuna.html?id=gvUbPwAACAAJ&redir_esc=y
Queen. (2008, Agustus
2). Queen - Bicycle Race (Official Video). Diambil kembali dari Youtube
Queen Official: https://youtu.be/xt0V0_1MS0Q
Setiawan, A. R. (2018,
Maret 1). Ki Oza Kioza. Diambil kembali dari alobatnic:
http://alobatnic.blogspot.com/2018/03/roza-lailatul-fitria-oza-kioza.html
Wallach, J. (2014).
Notes on dangdut music, popular nationalism, and indonesian islam. Dalam B.
Barendregt, P. Yampolsky, J. v. Putten, A. Johan, A. Weintraub, E. Baulch, . .
. T. S. Beng, Sonic Modernities in the Malay World (hal. 269–289).
Leiden: Brill. Diambil kembali dari
https://brill.com/display/book/edcoll/9789004261778/B9789004261778-s010.xml
Weintraub, A. N.
(2006). Dangdut soul: who are ‘the people’in indonesian popular music? Asian
Journal of Communication, 16(4), hlm., 16(4), 411-431. Diambil kembali dari
https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/01292980601012444
Weintraub, A. N.
(2010). Dangdut stories: a social and musical history of indonesia's most
popular music. Oxford: Oxford University Press. Diambil kembali dari
https://books.google.co.id/books?id=VP1P_SQ5jj0C&dq=Andrew+Weintraub+musik+dangdut&lr=&hl=id&source=gbs_navlinks_s
Weningsari, R. (2019).
Nilai-Nilai Pendidikan Karakter pada Tari Angguk Putri Sripanglaras Desa
Pripih, Hargomulyo, Kokap, Kulon Progo. Bantul: Institut Seni Indonesia
Yogyakarta. Diambil kembali dari http://digilib.isi.ac.id/6261/
Weningsari, R. (2020,
Mei 9). Rindy Antika Ujian TA Karawitan SMKI 2013/2014. Diambil kembali
dari YouTube Riendiana Weningsari: https://www.youtube.com/watch?v=F6IPAHVw44U
Weningsari, R. (2023,
Desember 6). Akun Instagram Riendiana Weningsari. Diambil kembali dari
Instagram @rindyantikaku: https://www.instagram.com/rindyantikaku
Wolf, N. (2022). The
beauty myth: how images of beauty are used againts women. New York City:
Morrow. Diambil kembali dari
http://www.alaalsayid.com/ebooks/The-Beauty-Myth-Naomi-Wolf.pdf
YouTube. (2023,
Desember 6). Pencarian "Rindi Antika" di YouTube. Diambil
kembali dari YouTube:
https://www.youtube.com/results?search_query=%22rindi+antika%22&sp=CAM%253D
YouTube. (2023,
Desember 6). Pencarian "Rindy Antika" di YouTube. Diambil
kembali dari YouTube:
https://www.youtube.com/results?search_query=%22rindy+antika%22&sp=CAM%253D