Ternyata Majalah SANTRI Masih Terbit!


catatan pribadi mengenai penerbitan Majalah SANTRI edisi (10) April 2018
Adib Rifqi Setiawan; Adib; Rifqi; Setiawan; AdibRS; Adib RS; ARS; Alobatnic; 26 March 1994; RMadhila; Scholaristi; Pelantan; Santri Scholar; Santri; Scholar; Santri Scholar Society; XEROXXI; XERO; XXI; Blackjack Soldier; LP2NE1; Kirana ♈ Azalea; Kirana Azalea; 투애니원; 2NE1; 블랙잭; Blackjack; 박봄; Park Bom; 박; 봄; Park; Bom; haroobomkum; 24 March 1984; 이채린; Lee Chae-lin; 이; Lee; 채린; Chaelin; CL; chaelinCL; 26 February 1991; 박산다라; Park San-da-ra; Sandara Park; 산다라; Sandara; Dara; krungy; 12 November 1984; Linkin Park; LP; Soldier; Michael Kenji Shinoda; マイケル・ケンジ・シノダ; マイク・シノダ; Mike Shinoda; Michael; マイケル; Kenji; ケンジ; Mike; マイク; Shinoda; シノダ; 11 February 1977; Bradford Phillip Delson; Brad Delson; Bradford; Phillip; Brad; Delson; 01 December 1977; Robert Gregory Bourdon; Rob Bourdon; Robert; Gregory; Rob; Bourdon; 20 January 1979; Joseph Hahn; 요셉 한; Joe Hahn; 조 한; Joseph; 요셉; Jo; 조; Hahn; 한; 15 March 1977; Valentino Rossi; Valentino; Rossi; VR46; VR; 46; 16 February 1979; Sky Racing Team by VR46; Yamaha; Grand Prix motorcycle racing; MotoGP; Yamaha Motor Racing; Yamaha Factory Racing; Yamaha MotoGP; Paris Whitney Hilton; Paris Hilton; Paris Whitney; Paris; Whitney; Hilton; 17 February 1981; John George Terry; John Terry; John; George; Terry; JT26; JT; 26; 07 December 1980; Chelsea Football Club; Chelsea FC; Chelsea; Football; Club; Petr Čech; Petr; Čech; 20 May 1982; Steven George Gerrard; Steven Gerrard; Steven; Gerrard; StevieG; 30 May 1980; Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro; Cristiano Ronaldo; CR; CR7; Cristiano; Ronaldo; dos; Santos; Aveiro; 05 February 1985; Real Madrid Club de Fútbol; Real Madrid C.F.; Real Madrid; Real; Madrid; Daniela Hantuchová; Daniela; Hantuchová; Dani; 23 April 1983; Мари́я Ю́рьевна Шара́пова; Maria Yuryevna Sharapova; Мари́я Шара́пова; Maria Sharapova; Мари́я; Ю́рьевна; Шара́пова; Maria; Yuryevna; Sharapova; 19 April 1987; KiSS — Keep it Shiny and Sustainable; KiSS; Keep it Shiny and Sustainable; Keep; it; Shiny; and; Sustainable; Manusia adalah Makhluk Berperasaan; Manusia; Makhluk Berperasaan; Islām Aries-Blackjack, is Islām?; Islām; Aries-Blackjack; is Islām; Islām Aries-Blackjack; Islām Aries; Islām Blackjack; Revolutic;

Cuplikan Majalah SANTRI edisi April 2018, halaman 16-7. [Ilustrasi: Obi Robi'a Al Aslami (@al_obi)]


Sri Purwanti tiba-tiba mengubungi saya melalui WhatsApp pada 19 Oktober 2017, sekitar pukul 10.40 GMT+7. Tanpa banyak berungkap kata setelah menyapa, dirinya segera menembak saya dengan pertanyaan mengenai password akun SANTRI. Kzl.

SANTRI yang dimaksud di sini ialah brand dari Badan Semi Otonom (BSO) kepunyaan komunitas penerima PBSB (Program Beasiswa SANTRI Berprestasi). Amatullah, manusia naturalisasi asal Planet Bekasi, tentu mengerti latar diksi ini, walau dia tak pernah mengerti betapa aku mencintainya separuh hati.

Sementara maksud akun dalam percakapan dengan Purwanti ialah akun perkakas daring (dalam jaringan, online) untuk mendukung kegiatan SANTRI. Sebutan ‘daring’ rasanya lebih elok buat dipakai ketimbang ‘dunia maya’. Soalnya kalau begini saya tak perlu susah-susah menyelaraskan pikiran, perkataan, dan perbuatan seumpama ingin menuntut Purwanti dengan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Jawaban tidak tahu yang saya sampaikan pada Purwanti malah membuka kran percakapan tertulis yang sangat panjang, berlangsung sekitar 11 jam 33 menit selang-seling. Maksudnya diselingi kesibukan saya meratapi prestasi Chelsea Football Club yang kian curam seraya mengenang mantan-mantan azam seperti Petr Cech, John Terry, Frank Lampard, dan Didier Drogba.

Dalam percakapan ala ghibah yang sunnah itu, Purwanti menawarkan rubrik Majalah SANTRI yang masih kosong untuk saya isi. Setelah melalui perbincangan 4N—ngalor-ngidul-ngulon-ngetan—akhirnya saya memilih rubrik Teropong, Tokoh, dan Kisah Inspiratif. Kebetulan kesibukan meratapi Chelsea dan mengenang mantan tak menghadang untuk ikutserta menyumbang pada Majalah SANTRI tersayang.

Teropong adalah nama rubrik untuk liputan utama yang kudu ditulis dengan teknik feature. Teknik ini digunakan agar liputan bukan sekadar menyajikan kabar melainkan memaknai perkara atau peristiwa, syukur turut menyampaikan gagasan—tersurat dan/atau tersirat. Tokoh dan Kisan Inspiratif serupa dengan Teropong, tetapi jati diri kedua rubrik tersebut ialah berpijak pada sosok. Perbedaan Tokoh dan Kisah Inspiratif hanyalah pada keselarasn dengan tema majalah. Kalau Tokoh harus selaras, Kisah Inspiratif boleh tidak.

Rubrik Kisah Inspiratif sendiri adalah cara tim redaksi Majalah SANTRI mengakali—artinya menggunakan akal untuk mengungkapkan pemikiran. Pemikiran praktis kala itu untuk mengganti Catatan Pengabdian. Secara pragmatis, agar pembaca tidak mengesankan bahwa Majalah SANTRI dibuat hanya untuk keperluan peserta PBSB.

Kalau dari sisi filosofis, kata ‘abdi’ (Arab: عبد, penghambaan) kurang pantas ketika dipadukan dengan slogan ‘Beragama dan Berbudaya’ yang diusung Majalah SANTRI. Kata ‘abdi’ lebih layak diganti dengan ‘khidmat’ (Arab خدمة, pelayanan). Pengabdian hanya layak dilakukan pada Allah, sementara penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Karena itulah Kisah Inspiratif dihadirkan sebagai metamorfosis Catatan Pengabdian.

Karena namanya ‘kisah’, isinya pun berupa cerita. Tim redaksi Majalah SANTRI menyadari bahwa cerita adalah sarana menyampaikan pemikiran yang enak dipakai. Hal ini karena cerita bisa disampaikan secara akrab, jauh dari kesan mengancam pikiran, beda dengan cara lain seperti propaganda.

‘Inspiratif’ menjadi sifat dari ‘kisah’ itu, sehingga maknanya ialah kisah yang memberi inspirasi. Inspirasi bisa menyangkut pengalaman berhasil, baik berhasil mewujudkan angan menjadi kenangan maupun berhasil mengatasi kegagalan, ataupun keunikan, bisa perbuatan atau gagasan. Sosok dalam Kisah Inspiratif pun disampaikan sebagai tawaran anutan.

Sebenarnya saat saya kirimkan naskah yang akhirnya dimuat di Teropong halaman 25-6, tak ada dugaan bakal masuk ke rubrik itu. Saya sendiri awalnya menduga bakal dimasukkan ke rubrik Kolom. Meski namanya ‘kolom’, rubrik tersebut berisi feature, yang ulasannya tidak terkait tema. Itulah mungkin alasan yang dipakai oleh tim redaksi, sehingga naskah berjudul Busana tersebut dimasukkan ke dalam rubrik Teropong.

Memang Teropong seharusnya ditulis oleh tim redaksi, dan catatan bahwa saya yang mengisinya meninggalkan sejumput cela. Mengapa? Karena biar tidak ada status mantan tim redaksi di Majalah SANTRI, terdapat fakta bahwa saya telah kabur pada 22 Januari 2016 ketika terdampar di keruhnya satu sisi dunia. Untung cukup kabur dan merusak kestabilan SANTRI laiknya Ari Lasso pada DEWA19 atau Park Bom terhadap 2NE1, tidak sampai bunuh diri seperti ChesterBe.

Naskah berjudul Busana sendiri bukanlah catatan baru. Bahkan itulah naskah yang dulu saya kirim sebagai tanggung jawab meng-iya-kan tawaran Amatullah untuk ikutan mengisi Majalah SANTRI. Sayang tak ada tanggapan lanjutan.

Naskah itu kemudian mengendap di komputer jinjing (laptop) saya. Lama nian mengendapnya. Pilihan untuk menyimpan naskah secara daring saling mem-backup di Google Sync (dulu Google Drive), Box Syn, dan Mega Syn ternyata berguna. Pilihan ini adalah buah pembelajaran yang saya alami saat aktif di Majalah SANTRI, walau kala itu produknya ialah Dropbox. Berguna karena laptop saya belakangan rusak.

Tawaran Amatullah yang saya iyain pada 5 Desember 2016 itu bukan karena menguasai topiknya. Tidak pula karena saya ingin berkarya melalui catatan yang terbit sebagai artikel. Alasannya hanyalah sepele: kebetulan kala itu saya sedang mencari letak pengaruh Queen terhadap 2NE1. Pencarian saya didasari ungkapan CL (Lee Chaelin). Kok bisa-bisanya leader grup perempuan asal Korea Selatan itu mengaku grupnya terpengaruh oleh Queen.

Baru saya sadari letak pengaruh itu ialah pada fesyen yang diusung, sama-sama andogini wujud gagasan psikolog elok bernama Sandra Bern. Ini saya tahu dari Ahmad Dhani Prasetyo, penggemar berat Queen sejak umur 12 tahun, sama dengan umur Surotul Ilmiyah saat mulai menjadi penulis profesional. Surotul Ilmiyah adalah Pemimpin Umum (PU) SANTRI pada 1 Desember 2012-7 Februari 2015.

Fesyen memang bermakna luas, bukan sekadar busana saja. Namun saya hanya bisa menulis tentang busana. Gerak hati alias mood ketika menulis sedang ke arah busana, bukan fesyen pada umumnya. Jadilah busana saja yang berhasil dihadirkan sebagai ulasan dalam Busana.

By the way, kadang saya cemburu pada kata ‘fesyen’ yang diserap dari Bahasa Inggris ‘fashion’ dan ditulis berdasarkan pelafalan orang Indonesia. Nasib kata ini lebih mujur ketimbang ‘force’ yang dalam Bahasa Indonesia disajikan dengan kata ‘gaya’.

Masalahnya ialah ‘gaya’ yang berasal dari ‘force’ merupakan konsep fisika dengan sejarah panjang. Namun, kerap disalahartikan dengan gaya sebagai padanan ‘fesyen’. Walau secara pribadi saya menulisnya ‘forsa’, tetap saja kudu menyertakan penjelasan bahwa yang dimaksud ialah ‘force’ atau ‘gaya’ yang disimbolkan F (ditulis tebal) atau F (tidak tebal tapi ada tanda panah di atasnya).

Butuh usaha keras sekuat Ufiq Faishol Ahlif, pewarta Majalah SANTRI pada 2010-2, yang mengampanyekan ‘kelestarian energi’ sebagai pengganti ‘kekekalan energi’ atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Sejauh pengamatan terhadap santri/pelajar di Pondok Pesantren Ath-Thullab Kudus, Ufiq tampak berhasil. Sedangkan saya kosok balinya, gagal total. Padahal Ufiq dan saya sama-sama Chelsea. Semangkin Kzl.

Kata ‘fashion’ memang sengaja saya tulis ‘fesyen’. Hal ini sempat saya sampaikan pada Amatullah selaku editor (dalam arti penyunting, bukan redaktur) Majalah SANTRI. Memang tak perlu terlampau patuh begitu saja pada aturan penulisan dan tesaurus bahasa. Namun, kadang kesalahan menulis ‘fashion’ tanpa dimiringkan berbuah anggapan kalau penulisnya kurang pengetahuan dan/atau penyuntingnya tak punya kepedulian.

Itulah gunanya paduan papan ketik (keyboard) ‘CTRL’ dan ‘F’ dalam penerbitan Majalah SANTRI kali ini. Saya yakin editor, sakjane, banyak berususan untuk mengganti ‘fashion’ (tidak miring) menjadi ‘fashion’ (miring) atau diubah ke dalam bentuk ‘fesyen’.

Saya sendiri bukannya memang tahu sejak awal, malah baru sadar ketika mencari rujukan buat penulisan naskah. Rujukan kala itu ialah memoar Anne Avantie karya Alberthine Endah. Anne Avantie adalah perancang busana favorit alm. Yuli Rahmawati, penghibur kesukaan saya yang dikenal dengan nama Jupe. Dari memoar itulah saya menemukan semua kata ‘fashion’ ditulis ‘fesyen’. Rujukan lain yang saya pakai ialah buku Jilbab karya Muhammad Quraish Shihab, penggemar Real Madrid yang dikenal luas melalui Tafsir Al Mishbah.

Selain rujukan berbentuk tulisan, ada juga rujukan berbentuk lisan yang dipakai. Rujukan lisan tersebut ialah ucapan Eny Rochmawati Octaviani, “Kalau kita tampil rapi, itu berarti menghormati orang lain,” sebuah perkataan yang menyembul di tengah penantian jagung bakar di Warung Keboen Iboe, Kudus pada 9 Juli 2016 selepas adzan Dhuhur wilayah GMT+7 dilantunkan. Bahkan rujukan lisan itulah gagasan utama yang diusung melalui naskah berjudul Busana.

Gagasannya kira-kira begini, “Busana itu bisa memiliki dampak psikis, terhadap pengenanya maupun penglihatnya.” Tata, sapaan saya pada Eny, memang tak menyebutkan secara gamblang. Namun, kalau ucapannya dikaitkan dengan fenomena busana hakim saat sedang sidang, rasanya tidak salah juga. Kadang, “...busana tertentu sengaja dikenakan untuk menimbulkan kesan tertentu.” seperti tertulis dalam naskah yang saya kirimkan ke Majalah SANTRI.

Karena saya menganggap Tata memiliki pemikiran terkait busana, sosoknya saya tawarkan untuk diulas dalam rubrik Tokoh. Pemikiran lain yang menyembul dari ucapan Tata terkait jilbab, busana yang lekat dengan tradisi agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Tata menyebut kalau jilbab bukanlah dipakai sebagai penambah, malah menjadi sarana penutup kecantikan perempuan.

Dari sisi Majalah SANTRI, Tata memenuhi kriteria. Sebagai sosok yang dulu menjadi model, penari, public speaker, dan pengajar serta belakangan perawat, syarat terlibat dalam kegiatan sosial sudah terpenuhi. Juga terdapat pemikiran yang bisa digali darinya, walau tidak muncul dalam bentuk karya tulis.

Dari sisi pribadi, saya suka pemikiran tersebut. Pemikiran tersebut seakan mengajak agar penggunaan jilbab kembali pada khitthoh-nya. Fenomena yang ramai pada jaman now ialah kecenderungan menganggap bahwa jilbab sebagai penambah kecantikan perempuan. Misalnya, dapat kita jumpai pada ungkapan sejenis, “Kamu lebih bersinar dengan pake jilbab.” atau Jilbab bisa membuatku cantik...

Padahal kalau mau menelisik kajian jilbab sejak zaman kuno, terutama menyangkut runtutan sejarahnya, pemikiran yang terucap secara lisan tersebut malah dikuatkan alih-alih diruntuhkan. Kajian tersebut bisa dilihat antara lain melalui buku Jilbab, yang sudah disebutkan di awal.

Saya sendiri tahu buku Jilbab dari Zuhairi Misrawi melalui SMS (short messaging service) pada 2013 silam (tanggal dan bulan bisa di-nego). Waktu itu saya meminta saran buku tentang jilbab, dan dia menyarankan buku itu. Zuhairi adalah pemateri dalam acara pembuka rapat kerja SANTRI di Wisma 9 Semarang pada 15-7 Februari 2013.

Kalau tak ada waktu untuk membaca buku karena sibuk dengan keseharian, bisa juga membaca artikel Kritik Atas Jilbab karya Nong Darol Mahmada yang terbit melalui IslamLib.com. Artikel itu belakangan ditulis kembali dengan judul Jilbab, Kewajiban atau Bukan?, dengan beberapa perubahan berskala kecil untuk diterbitkan melalui DW.com. Keduanya saya tampilkan melalui blog pribadi Kirana Azalea, sebagai cara tabarrukan pada Mbak Nong, sapaan saya pada penulisnya.

Sebuah pemikiran pasti dipengaruhi oleh keyakinan, penalaran, dan perasaan. Ketiganya tak bisa berdiri sendiri, melainkan berpadu saling mewarnai. Sebuah pemikiran tidak sekadar butuh keyakinan yang kuat dan penalaran yang tepat, melainkan juga disertai perasaan yang terlibat.

Tidak elok pemikiran diungkapkan kalau ruang rasa masih dipenuhi rasa dhemen-sengit (suka-benci) terhadap sesuatu. Kita memang boleh memihak, namun jangan sampai keberbihakan menyebabkan enggan bersikap semadyana (Arab: عدل, Inggris: objective, sepak bola: fair play). Sisi perasaan inilah bagian pembuka rubrik Tokoh yang diisi oleh Tata. “Manusia adalah makhluk berperasaan,” begitu tulisannya.

Kalimat itu, ialah “Manusia adalah makhluk berperasaan,” bukan karya saya, tetapi mengutip buku Rahwana Putih karya Sri Teddy Rusdy, sahabat Dhani yang sama-sama menggilai Queen. Ini perlu diperjelas, agar tak terjadi kesalahan fatal. Misalnya, menduga gubahan saya atau terjadi plagiasi yang lepas dari pengamatan tim redaksi Majalah SANTRI. Tim redaksi tahu lah, makanya dibiarkan tanpa perlu diubah.

Perujukan itu sendiri adalah wujud kesepakatan saya dengan pemikiran Mbak Sri, sapaan akrab Cak Nun (Muhammad Ainun Najib, Emha Ainun Najib) pada Sri Teddy Rusdy, sosok yang ditulis oleh Sri Purwanti bersama Malikatul Ma’munah dan Iqbal Syauqi di Majalah SANTRI edisi Februari 2015. Buat saya, perasaan dapat menjadi pijakan dalam menentukan pilihan terkait beragam hal.

Tentu saja saya membatasi keberlakukan itu. Batasnnya ialah untuk keperluan diri sendiri. Perasaan tidak boleh menjadi pijakan kalau dipakai untuk urusan bersama. Untuk urusan bersama, kita perlu kesepatakan tanpa pemaksaan. Itulah pentingnya kemampuan dan kemauan berkomunikasi, secara lisan maupun tulisan, agar perasaan bisa diungkapkan, supaya terkaan dapat ditetapkan. Di situ pula gunanya metode ilmiah, agar sesuatu bisa diuji bersama, supaya dapat dirunut oleh siapa saja.

Secara tersirat, melalui sebutan bahwa jilbab bukanlah dipakai sebagai penambah, malah menjadi sarana penutup kecantikan perempuan, Tata terlihat memandang aspek kecantikan sebagai sisi penting yang perlu diperhatikan. Pandangan Tata dapat dikuatkan dengan kajian dalam buku Perempuan karya Quraish maupun Erotic Capital karya Catherine Hakim. Kedua karya tulis tersebut rasanya melawan The Beauty Myth karya Naomi Wolf sekaligus melengkapi The Forms of Capital karya Pierre Bordeau.

Pandangan bahwa kecantikan sebagai sisi penting menjadi dasar pemilihan Rosa Amalia Iqony, yang saya tawarkan sebagai pengisi Kisah Inspiratif. Selain mengisi rubrik, Rosa juga ditawarkan menjadi penghias sampul depan majalah. Dua tawaran diterima tim redaksi dan disambut baik oleh Rosa. Rosa memang cantik, dan kecantikannya memang menjadi alasan kesatu, bahkan boleh disebut satu-satunya.

Buat saya, Rosa adalah salah satu perempuan yang berhasil memanfaatkan aspek kecantikan untuk mewujudkan angan menjadi kenangan. Karier sebagai model menjadi bukti sisi ini. Memang Rosa termasuk cerdas secara akademik juga: sekolah menengahnya akselerasi, kuliah strata satunya lulus tujuh semester. Namun, tanpa kecerdasan memanfaatkan kecantikan yang dimiliki, apakah karier modelling-nya dapat seperti sekarang?

Tidak perlu ragu, apalagi merasa bersalah ketika memanfaatkan kecantikan. Pula tak perlu membutakan mata bahwa kecantikan turut berperan dalam keseharian. Tak sedikit peristiwa menunjukkan bahwa orang yang memanfaatkan kecantikan dapat meraih keuntungan, misalnya Maria Sharapova, Lim Yoona, dan Venice Min.

Tak terbatas pada perempuan, lelaki juga demikian. Misalnya The Beatles dan Real Madrid. Sulit memungkiri fakta bahwa keberhasilan The Beatles mengungguli Queen dari sisi popularity disebabkan oleh ketampanan. Wajar kalau Florentino Perez, presiden Real Madrid, memasukkan aspek ketampanan sebagai pertimbangan rekrutan utama.

Melalui rubrik Kisah Inspiratif, saya hendak menggemuruhkan hal ini, mulanya. Sayangnya, saya gagal menyajikan profil diri Rosa lebih rinci. Rosa tak berkenan untuk diminta informasi dirinya lebih rinci. Alhasil profil yang disajikan hanya memuat informasi tentang nama lengkap, tenggal lahir, asal tempat, program studi yang ditekuni, dan manajemen model yang menanungi.

Ketimpangan antara profil dari dan kesan terhadap Rosa dalam Kisah Inspiratif halaman 46 terlalu kentara. Karena itulah, saya cukup legowo ketika sejumlah 500-an kata yang membahas kecantikan tidak disertakan di rubrik itu. Sejumlah 500-an kata tersebut berisi ulasan yang menegaskan bahwa kecantikan perlu diperhatikan untuk dimanfaatkan.

Ulasan kecantikan tersebut akhirnya diterbitkan pertama kali untuk membahas pemanfaatan payudara oleh Duo Serigala melalui artikel berjudul Breast Capital. Artikel itu adalah bagian lanjutan mengenai Roza Lailatul Fitria, penyanyi dengan nama panggung Oza Kioza yang sekarang mewarnai Duo Serigala. Oza penting buat saya, karena berhasil mengembalikan semangat menulis yang sempat terkikis.

Tak ada angan untuk meletakkan ulasan kecantikan tersebut dalam pembahasan terkait Roza, awalnya. Ulasan itu memang sedianya dibuat untuk Rosa. Tapi tak apalah, Roza dan Rosa sama-sama perempuan Jawa Timur yang pernah disapa Ocha, beda Malang dan Pasuruan doang.

Dengan tetap memperhatikan beberapa cela yang terdapat pada bagian saya dalam Majalah SANTRI edisi April 2018, penerbitan kali ini perlu diapresiasi semadyana. Majalah SANTRI ternyata masih dapat terbit kembali.

Majalah SANTRI tak sekadar terbit, namun digarap dengan perjuangan. Ada materi dan energi yang dikeluarkan dengan penuh ketulusan. Hal ini menjadi upaya rekan-rekan tim redaksi Majalah SANTRI untuk turut mengatasi kecenderungan asal mbacot di tengah wabah informasi, yang kadang tak berarti.

Cara mengatasi kecenderungan itu dengan menghadirkan karya tulis bermutu. Mungkin penulis yang ikut serta menerbitkan karya tulisnya melalui Majalah SANTRI tak memiliki nama besar. Tapi, apakah nama besar penting dalam dunia penulisan? Bukankah nama besar justru berbahaya kalau mengalahkan kekuatan tulisan (Piliang, 2012). Karena itulah, senjata utama yang dimiliki Majalah SANTRI bukanlah nama, melainkan karya. Karya tulis yang dipadupadankan dengan tata rupa untuk menghibur pembaca.

Selamat and salamat untuk Majalah SANTRI! Salam ‘Beragama dan Berbudaya’!

Kudus [lihat]
16 Rajab 2018
Tepat 6 tahun setelah muwadda’ah sebagai santri PP MUS-YQ, 16 Rajab 2012. [lihat]
Tepat 1 tahun setelah wisuda sebagai scholar UPI, 16 Rajab 2017. [lihat]
Adib Rifqi Setiawan; Adib; Rifqi; Setiawan; AdibRS; Adib RS; ARS; Alobatnic; 26 March 1994; RMadhila; Scholaristi; Pelantan; Santri Scholar; Santri; Scholar; Santri Scholar Society; XEROXXI; XERO; XXI; Blackjack Soldier; LP2NE1; Kirana ♈ Azalea; Kirana Azalea; 투애니원; 2NE1; 블랙잭; Blackjack; 박봄; Park Bom; 박; 봄; Park; Bom; haroobomkum; 24 March 1984; 이채린; Lee Chae-lin; 이; Lee; 채린; Chaelin; CL; chaelinCL; 26 February 1991; 박산다라; Park San-da-ra; Sandara Park; 산다라; Sandara; Dara; krungy; 12 November 1984; Linkin Park; LP; Soldier; Michael Kenji Shinoda; マイケル・ケンジ・シノダ; マイク・シノダ; Mike Shinoda; Michael; マイケル; Kenji; ケンジ; Mike; マイク; Shinoda; シノダ; 11 February 1977; Bradford Phillip Delson; Brad Delson; Bradford; Phillip; Brad; Delson; 01 December 1977; Robert Gregory Bourdon; Rob Bourdon; Robert; Gregory; Rob; Bourdon; 20 January 1979; Joseph Hahn; 요셉 한; Joe Hahn; 조 한; Joseph; 요셉; Jo; 조; Hahn; 한; 15 March 1977; Valentino Rossi; Valentino; Rossi; VR46; VR; 46; 16 February 1979; Sky Racing Team by VR46; Yamaha; Grand Prix motorcycle racing; MotoGP; Yamaha Motor Racing; Yamaha Factory Racing; Yamaha MotoGP; Paris Whitney Hilton; Paris Hilton; Paris Whitney; Paris; Whitney; Hilton; 17 February 1981; John George Terry; John Terry; John; George; Terry; JT26; JT; 26; 07 December 1980; Chelsea Football Club; Chelsea FC; Chelsea; Football; Club; Petr Čech; Petr; Čech; 20 May 1982; Steven George Gerrard; Steven Gerrard; Steven; Gerrard; StevieG; 30 May 1980; Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro; Cristiano Ronaldo; CR; CR7; Cristiano; Ronaldo; dos; Santos; Aveiro; 05 February 1985; Real Madrid Club de Fútbol; Real Madrid C.F.; Real Madrid; Real; Madrid; Daniela Hantuchová; Daniela; Hantuchová; Dani; 23 April 1983; Мари́я Ю́рьевна Шара́пова; Maria Yuryevna Sharapova; Мари́я Шара́пова; Maria Sharapova; Мари́я; Ю́рьевна; Шара́пова; Maria; Yuryevna; Sharapova; 19 April 1987; KiSS — Keep it Shiny and Sustainable; KiSS; Keep it Shiny and Sustainable; Keep; it; Shiny; and; Sustainable; Manusia adalah Makhluk Berperasaan; Manusia; Makhluk Berperasaan; Islām Aries-Blackjack, is Islām?; Islām; Aries-Blackjack; is Islām; Islām Aries-Blackjack; Islām Aries; Islām Blackjack; Revolutic;
Materi Promosi Majalah SANTRI edisi April 2018. [Ilustrasi: Obi Robi'a Al Aslami (@al_obi)]

Referensi

Adib Rifqi Setiawan. (2017). Godly nationalism : tribute to santri scholar press. Kirana Azalea, 10 Desember. [daring: lihat]

Adib Rifqi Setiawan. (2018a). Ki oza kioza: a rain shine made in indonesia. Alobatnic, 1 Maret. [daring: lihat]

Adib Rifqi Setiawan. (2018b). Breast capital: konsep baru duo serigala, modal erotis, dan payudara perempuan. Alobatnic, 1 Maret. [daring: lihat]

Adib Rifqi Setiawan. (2018c). Eny rochmawati octaviani : memberikan hiburan, menyuntikkan harapan. Majalah SANTRI, April 2018, hlm. 15-8. [daring: lihat]

Adib Rifqi Setiawan. (2018d). Busana : pelaras raga, pemantas jiwa. Majalah SANTRI, April 2018, hlm. 25-6. [daring: lihat]

Adib Rifqi Setiawan. (2018e). Rosa amalia iqony : paduan yakin diri dan rendah hati. Majalah SANTRI, April 2018, hlm. 46. [daring: lihat]

Adib Rifqi Setiawan. (2018f). Risalah ilmiyah. Alobatnic, 1 Arpil. [daring: lihat]

Burhan Sodiq. (2014). Engkau lebih cantik dengan jilbab: untaian motivasi bagi wanita yang ingin menutup auratnya : dilengkapi kesaksian para jilbaber, hlm. 122-34 & 172-6. Niaga Swadaya. [daring: lihat]

Catherine Hakim. (2010). Erotic capital. Dalam European Sociological Review, 26(5), hlm. 499-518. [daring: lihat]

Dhani Ahmad Prasetyo. (2005). Fine art’s maestro. Rolling Stone Indonesia, 8 Desember. [luring: arsip]

Indra J. Piliang. (2012). Menulis. Catatan Harian, 8 Juni. [luring: arsip]

Jack R. Fraenkel, dkk. (2012). How to design and evaluate research in education — 8th ed, hlm. 5-7. [luring: unduh]

Jalaluddin Rakhmat. (2007). Psikologi komunikasi – cetakan keduapuluhemapat, hlm. 12-6. Remaja Rosdakarya. [luring]

Kominfo. (2016). Undang-undang nomor 19 tahun 2016 tanggal 25 november 2016: perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik informasi transaksi-elektronik. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. [daring: lihat]

M. Quraish Shihab. (2011). Perempuan – cetakan vii, hlm. 61-80. Lentera Hati. [luring]

M. Quraish Shihab. (2012). Jilbab, pakaian wanita muslimah: pandangan ulama masa lalu dan cendikiawan kontemporer -- cetakan vi, hlm. 33-40. Lentera Hati. [daring: lihat]

M. Quraish Shihab. (2-12). Tafsir al-mishbah : pesan, kesan, dan keserasian al-qur’an – volume 4 cetakan v, hlm. 65-71. Lentera Hati. [luring]

Mauluddin Anwar, dkk. (2015). Cahaya, cinta, dan canda m. quraish shihab – cetakan ii, hlm. 77-80 & 281-8. Lentera Hati. [luring]

Naomi Wolf. (2002). The beauty myth: how images of beauty are used againts women, hlm. 9-19. New York City: Morrow. [luring: unduh]

Nong Darol Mahmada. (2003). Kritik atas jilbab. IslamLib.com, 17 April. [daring: lihat]

Nong Darol Mahmada. (2016). Jilbab, kewajiban atau bukan?. Deutsche Welle, 11 Juli. [daring: lihat]

Sri Teddy Rusdy. (2013). Rahwana putih: sang kegelapan pemeram keagungan cinta. Yayasan Kertagama. [luring]

Surotul Ilmiyah. (2017). Seni pertunjukan wayang: mengenal sejarah., tokoh dan unsur pertunjukan wayang, hlm. 287-9. Tangerang Selatan: Dapur Bukumu. [luring]

K.Sl.Po.160739.50.020418.17:47
K.Sl.Po.160739.50.030418.11:39