Beberapa
waktu lalu saya melakukan pekerjaan paling unfaedah di dunia dan
akhirat: mengurutkan konten Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) untuk pendidikan di
tingkat dasar (kelas I-IV) dan menengah (kelas VII-XII) berdasarkan silabus kurikulum
2016. Alasan utamanya karena saya sedang selo turah sementara
teman-teman saya sedang sangat sibuk. Alasan lainnya karena saya ingin mengerti
cakupan dan batasan konten IPA (pekerjaan yang tidak pernah saya lakukan selama
kuliah strata satu) yang meliputi: Kerja Ilmiah dan Keselamatan Kerja, Makhluk
Hidup dan Sistem Kehidupan, Energi dan Perubahannya, Materi dan Perubahannya,
Bumi dan Antariksa, serta Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat.
Pengertian tersebut menjadi bahan untuk merancang struktur mata pelajaran
rumpun IPA untuk tingkat menengah atas (kelas X-XII), yang rencananya meliputi
Fisika, Biologi, Kimia, Bumi dan Antariksa, serta Teknologi Dasar.
Setelah
saya susun secara kasar, susunan antara mata pelajaran sekarang dan usulan
dapat dirancang dengan mudah seperti Tabel 1 berikut:
Tabel
1. Ruang Lingkup
setiap Mata Pelajaran untuk Pendidikan tingkat Menengah Atas
No.
|
Ruang
Lingkup
|
Mata
Pelajaran Sekarang |
Mata
Pelajaran Usulan |
1
|
Kerja Ilmiah dan
Keselamatan Kerja
|
IPA
(Biologi, Fisika, dan Kimia)
|
|
2
|
Makhluk Hidup dan
Sistem Kehidupan
|
Biologi
|
|
3
|
Energi dan Perubahannya
|
Fisika
|
|
4
|
Materi dan Perubahannya
|
Kimia
|
|
5
|
Bumi dan Antariksa
|
Fisika
|
Bumi
dan Antariksa
|
6
|
Sains, Lingkungan,
Teknologi, dan Masyarakat
|
Biologi
dan Fisika
|
Teknologi
Dasar
|
Tabel
1 tersebut disusun secara kasar tanpa melakukan perubahan signifikan terhadap
konten IPA yang dituturkan dalam silabus kurikulum 2016. Perubahan paling
signifikan barangkali dialami oleh Fisika, yang melepas konten Bumi dan
Antariksa untuk menjadi pelajaran baru berupa Bumi dan Antariksa. Fisika
kembali melepas konten Teknologi Digital, yang berpadu Bioteknologi sebagai
konten pembelahan dari Biologi, untuk membentuk pelajaran Teknologi Dasar. Tabel
1 juga menunjukkan bahwa konten Kerja Ilmiah dan Keselamatan Kerja tetap
menjadi bagian awal setiap mata pelajaran, untuk menegaskan peran penting
Metode Ilmiah dalam IPA sekaligus menjadi model pembelajaran IPA.
Kurikulum
2016 (biasanya disebut Kurikululm 2013 revisi 2016) saya pilih sebagai dasar
perancangan karena alasan keberlakuan. Sebelum memilih kurikulum 2016, saya
sempat mengurut secara kasar pengembangan kurikulum di Republik Indonesia. Hasilnya
tampak bahwa kurikulum mulai disusun secara sistematis pada 1975 serta khusus
IPA mulai dikembangkan pada 1984. Terserah kalau terdapat sebagian pihak
menyebut bahwa Indonesia telat mengembangkan IPA, tapi saya merasa bahwa sudah berusia
32 tahun sampai 2015 sejak kurikulum IPA dikembangkan, prestasi siswa Indonesia
dalam penilaian internasional masih belum menunjukkan hasil memuaskan.
Misalnya
penilaian Literasi Saintifik (Scientific Literacy; Literasi Ilmiah) dari
PISA (Program for International Student Assessment; Program untuk
Penilaian Pelajar Internasional) berikut:
Tabel
2. Prestasi Siswa
Indonesia di PISA
2006
|
2009
|
2012
|
2015
|
||||||||
R
|
I
|
P
|
R
|
I
|
P
|
R
|
I
|
P
|
R
|
I
|
P
|
498
|
393
|
48
|
501
|
383
|
55
|
501
|
382
|
60
|
493
|
403
|
62
|
Keterangan:
R = Skor Rata-rata Siswa Internasional
I = Skor Siswa Indonesia
P = Peringkat Indonesia
Hasil
PISA saya pilih sebagai rujukan karena penilaian tersebut dirancang buat
menilai kemampuan siswa untuk menerapkan pemahaman dan keterampilan yang
diperoleh melalui pembelajaran ke dalam keseharian. Penilaian PISA tidak
terkait langsung dengan konten kurikulum sekolah laiknya dilakukan oleh TIMSS (Trends
in International Mathematics and Science Study; Kecenderungan Pembelajaran Matematika
dan IPA Internasional) yang dasar penilaian berupa pengetahuan faktual dan
prosedural dalam kurikulum. Selain itu, sasaran penilaian PISA ialah siswa
berusia sekitar 15 tahun, yang biasanya berada di kelas IX, berbeda dengan
TIMSS yang sasarannya ialah siswa kelas IV dan VIII. Secara pribadi, saya
merasa bahwa usia 15 tahun ialah saat yang tepat untuk membiarkan siswa memilih
cabang ilmu tertentu (spesialisasi dalam mata pelajaran) yang diminati untuk
ditekuni, misalnya IPA atau Kajian Keislaman, sebagai jalan mengejar karier
masa depan. Sehingga saya mendukung pembagian jurusan di tingkat menengah atas
dimulai dari kelas X, bukan kelas XI seperti saya alami.
Struktur
mata pelajaran rumpun IPA untuk tingkat menengah atas dirancang kembali agar
setiap mata pelajaran memiliki konten pembelajaran yang setara dari sisi disiplin
ilmu masing-masing. Biologi mungkin punya konten pembelajaran paling tepat,
lantaran dapat mencakup seluruh dasar berupa Teori Sel, Evolusi, Genetika, dan
Homeostasis. Fisika paling kasihan, lantaran harus mencakup seluruh pembahasan
Fisika pra-1926 dan Fisika post-1926. Sudah begitu, pembahasan Fisika
harus dimulai dari konten Matematika yang sangat diperlukan, seperti Vektor.
Padahal untuk Matematika sendiri... begitulah. Kimia malah paling enak, karena
hanya mencakup pembahasan terkait Tabel Periodik Unsur. Gara-gara melihat konten
Kimia ini pula muncul gagasan untuk melepas konten Bumi dan Antariksa ke dalam
mata pelajaran tersendiri serta memadukan bagian Teknologi Digital dengan
Bioteknologi dari Biologi untuk membentuk Biologi.
Melalui
kesetaraan konten pembelajaran setiap mata pelajaran rumpun IPA ini, saya berharap
agar masing-masing bagian bisa didalami. Rasanya tidak adil kalau Fisika lebih
terkesan dipelajari secara meluas sedangkan Kimia dipelajari secara mendalam.
Padahal Kimia sendiri merupakan pembahasan Fisika bagian Kuantum. Kalau Kuantum
mendapat perlakuan seperti itu, kenapa Relativitas yang berkelindan dengan
Antariksa tidak mendapat perlakuan setara? Bagaimana pengamalan sila kelima
Pancasila? Saya juga berharap agar pembelajaran bertujuan untuk memupuk
keterampilan bukan menumpuk pengetahuan. Kaitan antara penyetaraan konten
pembelajaran dengan tujuan memupuk keterampilan ialah agar setiap bagian bisa
dipelajari secara santai, tidak ngoyo melanjutkan pembahasan berikutnya
kalau indikator pembelajaran belum tercapai seperlunya.
Tentu
saja essay ini ditulis dengan beragam keterbatasan mengenai uraian yang
saya pahami. Sehingga tuturan yang disampaikan tidak lepas dari kekurangan,
kesalahan, bersifat subjektif, relatif, dan tidak final. Essay ini sama
sekali tidak dimaksudkan untuk ditulis sebagai naskah akademis sebagai bahan
penyusun kebijakan politis, paper kajian ilmiah untuk memperkaya uraian teoretis,
maupun hasil lokakarya untuk memberi panduan praktis. Namun, untuk beberapa
waktu ke depan, fokus saya terhadap pembelajaran IPA tidak jauh dari tuturan
dalam essay ini.
Muria
Tepat
13 tahun usia kebersamaan dengan Yamaha Jupiter Z Biru
K.Sb.Lg.140440.211218.22:38