Upaya Melatih Literasi Saintifik melalui Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Park Chaeyoung (로제 박채영) Roseanne Park Rosé BLΛƆKPIИK (블랙핑크)

Ilustrasi : Rosé BLΛƆKPIИK dalam video musik Whistle detik ke-40

Beberapa waktu lalu saya melakukan pekerjaan paling unfaedah di dunia dan akhirat: mengurutkan konten Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) untuk pendidikan di tingkat dasar (kelas I-IV) dan menengah (kelas VII-XII) berdasarkan silabus kurikulum 2016. Alasan utamanya karena saya sedang selo turah sementara teman-teman saya sedang sangat sibuk. Alasan lainnya karena saya ingin mengerti cakupan dan batasan konten IPA (pekerjaan yang tidak pernah saya lakukan selama kuliah strata satu) yang meliputi: Kerja Ilmiah dan Keselamatan Kerja, Makhluk Hidup dan Sistem Kehidupan, Energi dan Perubahannya, Materi dan Perubahannya, Bumi dan Antariksa, serta Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat. Pengertian tersebut menjadi bahan untuk merancang struktur mata pelajaran rumpun IPA untuk tingkat menengah atas (kelas X-XII), yang rencananya meliputi Fisika, Biologi, Kimia, Bumi dan Antariksa, serta Teknologi Dasar.

Setelah saya susun secara kasar, susunan antara mata pelajaran sekarang dan usulan dapat dirancang dengan mudah seperti Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Ruang Lingkup setiap Mata Pelajaran untuk Pendidikan tingkat Menengah Atas
No.
Ruang Lingkup
Mata
Pelajaran
Sekarang
Mata
Pelajaran
Usulan
1
Kerja Ilmiah dan Keselamatan Kerja
IPA (Biologi, Fisika, dan Kimia)
2
Makhluk Hidup dan Sistem Kehidupan
Biologi
3
Energi dan Perubahannya
Fisika
4
Materi dan Perubahannya
Kimia
5
Bumi dan Antariksa
Fisika
Bumi dan Antariksa
6
Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat
Biologi dan Fisika
Teknologi Dasar

Tabel 1 tersebut disusun secara kasar tanpa melakukan perubahan signifikan terhadap konten IPA yang dituturkan dalam silabus kurikulum 2016. Perubahan paling signifikan barangkali dialami oleh Fisika, yang melepas konten Bumi dan Antariksa untuk menjadi pelajaran baru berupa Bumi dan Antariksa. Fisika kembali melepas konten Teknologi Digital, yang berpadu Bioteknologi sebagai konten pembelahan dari Biologi, untuk membentuk pelajaran Teknologi Dasar. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa konten Kerja Ilmiah dan Keselamatan Kerja tetap menjadi bagian awal setiap mata pelajaran, untuk menegaskan peran penting Metode Ilmiah dalam IPA sekaligus menjadi model pembelajaran IPA.

Kurikulum 2016 (biasanya disebut Kurikululm 2013 revisi 2016) saya pilih sebagai dasar perancangan karena alasan keberlakuan. Sebelum memilih kurikulum 2016, saya sempat mengurut secara kasar pengembangan kurikulum di Republik Indonesia. Hasilnya tampak bahwa kurikulum mulai disusun secara sistematis pada 1975 serta khusus IPA mulai dikembangkan pada 1984. Terserah kalau terdapat sebagian pihak menyebut bahwa Indonesia telat mengembangkan IPA, tapi saya merasa bahwa sudah berusia 32 tahun sampai 2015 sejak kurikulum IPA dikembangkan, prestasi siswa Indonesia dalam penilaian internasional masih belum menunjukkan hasil memuaskan.

Misalnya penilaian Literasi Saintifik (Scientific Literacy; Literasi Ilmiah) dari PISA (Program for International Student Assessment; Program untuk Penilaian Pelajar Internasional) berikut:
Tabel 2. Prestasi Siswa Indonesia di PISA
2006
2009
2012
2015
R
I
P
R
I
P
R
I
P
R
I
P
498
393
48
501
383
55
501
382
60
493
403
62
Keterangan:
R = Skor Rata-rata Siswa Internasional
I = Skor Siswa Indonesia
P = Peringkat Indonesia

Hasil PISA saya pilih sebagai rujukan karena penilaian tersebut dirancang buat menilai kemampuan siswa untuk menerapkan pemahaman dan keterampilan yang diperoleh melalui pembelajaran ke dalam keseharian. Penilaian PISA tidak terkait langsung dengan konten kurikulum sekolah laiknya dilakukan oleh TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study; Kecenderungan Pembelajaran Matematika dan IPA Internasional) yang dasar penilaian berupa pengetahuan faktual dan prosedural dalam kurikulum. Selain itu, sasaran penilaian PISA ialah siswa berusia sekitar 15 tahun, yang biasanya berada di kelas IX, berbeda dengan TIMSS yang sasarannya ialah siswa kelas IV dan VIII. Secara pribadi, saya merasa bahwa usia 15 tahun ialah saat yang tepat untuk membiarkan siswa memilih cabang ilmu tertentu (spesialisasi dalam mata pelajaran) yang diminati untuk ditekuni, misalnya IPA atau Kajian Keislaman, sebagai jalan mengejar karier masa depan. Sehingga saya mendukung pembagian jurusan di tingkat menengah atas dimulai dari kelas X, bukan kelas XI seperti saya alami.

Struktur mata pelajaran rumpun IPA untuk tingkat menengah atas dirancang kembali agar setiap mata pelajaran memiliki konten pembelajaran yang setara dari sisi disiplin ilmu masing-masing. Biologi mungkin punya konten pembelajaran paling tepat, lantaran dapat mencakup seluruh dasar berupa Teori Sel, Evolusi, Genetika, dan Homeostasis. Fisika paling kasihan, lantaran harus mencakup seluruh pembahasan Fisika pra-1926 dan Fisika post-1926. Sudah begitu, pembahasan Fisika harus dimulai dari konten Matematika yang sangat diperlukan, seperti Vektor. Padahal untuk Matematika sendiri... begitulah. Kimia malah paling enak, karena hanya mencakup pembahasan terkait Tabel Periodik Unsur. Gara-gara melihat konten Kimia ini pula muncul gagasan untuk melepas konten Bumi dan Antariksa ke dalam mata pelajaran tersendiri serta memadukan bagian Teknologi Digital dengan Bioteknologi dari Biologi untuk membentuk Biologi.

Melalui kesetaraan konten pembelajaran setiap mata pelajaran rumpun IPA ini, saya berharap agar masing-masing bagian bisa didalami. Rasanya tidak adil kalau Fisika lebih terkesan dipelajari secara meluas sedangkan Kimia dipelajari secara mendalam. Padahal Kimia sendiri merupakan pembahasan Fisika bagian Kuantum. Kalau Kuantum mendapat perlakuan seperti itu, kenapa Relativitas yang berkelindan dengan Antariksa tidak mendapat perlakuan setara? Bagaimana pengamalan sila kelima Pancasila? Saya juga berharap agar pembelajaran bertujuan untuk memupuk keterampilan bukan menumpuk pengetahuan. Kaitan antara penyetaraan konten pembelajaran dengan tujuan memupuk keterampilan ialah agar setiap bagian bisa dipelajari secara santai, tidak ngoyo melanjutkan pembahasan berikutnya kalau indikator pembelajaran belum tercapai seperlunya.

Tentu saja essay ini ditulis dengan beragam keterbatasan mengenai uraian yang saya pahami. Sehingga tuturan yang disampaikan tidak lepas dari kekurangan, kesalahan, bersifat subjektif, relatif, dan tidak final. Essay ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk ditulis sebagai naskah akademis sebagai bahan penyusun kebijakan politis, paper kajian ilmiah untuk memperkaya uraian teoretis, maupun hasil lokakarya untuk memberi panduan praktis. Namun, untuk beberapa waktu ke depan, fokus saya terhadap pembelajaran IPA tidak jauh dari tuturan dalam essay ini.

Muria
Tepat 13 tahun usia kebersamaan dengan Yamaha Jupiter Z Biru

K.Sb.Lg.140440.211218.22:38