“Jangan sibuk menghujat sehingga lupa untuk mencari solusi.”
— Eny R Octaviani, 27 Mei 2018, 20:53 GMT+7. [lihat]
— Eny R Octaviani, 27 Mei 2018, 20:53 GMT+7. [lihat]
Aksi
Po dalam Kung Fu Panda 3 [0]
|
Biologi
adalah ilmu yang membahas tentang makhluk hidup.[1] Dalam biologi,
makhluk hidup menjadi objek pembahasan yang dipelajari secara rapi dan rinci.
Agar memudahkan dalam mempelajarinya, objek pembahasan dibagi ke dalam beberapa
tingkat organisasi kehidupan. Tingkat tersebut secara berurutan dari paling
kecil sampai paling besar ialah Molekul, Organel sel, Sel, Jaringan, Organ,
Sistem organ, Organisme, Populasi, Komunitas, Ekosistem, dan Biosfer. Tentunya setiap
tingkat memiliki cakupan dan batasan serta masalah sendiri.[2]
Objek
pembahasan tersebut diperoleh melalui penyelidikan terhadap makhluk hidup yang
dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah.[3] Metode ilmiah adalah
seperangkat langkah teratur dan terukur untuk membahas objek tertentu. Pada
dasarnya metode ilmiah dipakai agar runtutan langkah pembahasan dapat dilakukan
kembali oleh orang lain, sehingga hasilnya dapat diuji maupun dikembangkan
secara berkelanjutan. Secara umum, langkah tersebut mencakup identifikasi
masalah, perumusan masalah, penentuan informasi yang dibutuhkan beserta cara
memperolehnya, pengorganisasian informasi yang didapatkan, serta penyimpulan
hasil pembahasan.[4]
Manfaat
positif mempelajari Biologi dapat menjadi sarana meningkatkan kesejahteraan
makhluk hidup, seperti pembuatan vitamin sintetik untuk meningkatkan kesehatan
tubuh, penemuan bibit unggul untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian, serta
pemanfaatan bahan alam yang diolah sebagai obat. Sedangkan dampak negatif dapat
menjadi alat kejahatan, seperti pemanfaatan hewan & tumbuhan secara
berlebihan sampai mengancam kelestarian, penggunaan virus sebagai senjata
mematikan; serta penggunaan bibit unggul berdampak terhadap pengurangan keanekaragaman
hayati. Mana yang lebih besar antara manfaat positif dan dampak negatif,
tergantung seberapa besar rasa kemanusiaan kita semua.
Karena
memiliki manfaat positif (dan juga dampak negatif) terhadap kehidupan
masyarakat pada khususnya dan alam semesta pada umumnya, menurut Abū Ḥāmid
Muḥammad al-Ghozālī (Arab: أبو حامد محمد بن محمد الغزالي) ḥukum
syar’i mempelajari Biologi adalah fardhu kifāyah (Arab : فرض كفاية; keharusan yang bersifat kolektif).[5][6] Penuturan
al-Ghozālī ini didasarai alasan bahwa Biologi tidak termasuk ke dalam disiplin ilmu
syar’i, seperti mengatur tata cara peribadatan dan interaksi dengan sesama
manusia.
Dilihat dari
peta disiplin ilmu secara umum, Biologi adalah salah satu cabang Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA, Natural Sciences) yang melengkapi pembahasan
tentang alam dari ilmu lain. Misalnya dalam membahas orang yang sedang
bergerak. Fisika membahas seberapa jauh jarak dan perpindahan yang dialami oleh
orang tersebut pada waktu tertentu, sementara Biologi melengkapi pembahasan
dengan menguraikan cara manusia bisa bergerak. Dengan saling melengkapi
pembahasan seperti ini Biologi membantu Fisika menemukan Kelestarian Energi
pada alam yang terungkap kali pertama pada tahun 1842 M.[1][7]
Sementara
ketika dilihat dari dari peta disiplin ilmu secara khusus, Biologi memiliki
beberapa bidang, yang masing-masing saling melengkapi pembahasan terkait makhluk
hidup. Bidang tersebut antara lain:
1. Anatomi : bidang yang mempelajari
struktur tubuh makhluk hidup;
2. Botani : bidang yang mempelajari
tumbuhan;
3. Ekologi : bidang yang mempelajari
hubungan antara makluh hidup dan lingkungan;
4. Mikrobiologi : bidang yang mempelajari
organisme berukuran kecil yang tidak dapat dilihat dengan menggunakan mata
telanjang; serta
5. Zoologi : bidang yang mempelajari
hewan.
Keistimewaan
Biologi dibandingkan dengan ilmu lain ialah secara langsung dapat menjadi
sarana mengenali diri dan lingkungan untuk mewujudkan ukhuwah ‘alamiyyah
(Arab أُخُوّة عَالَمِيّة; persaudaran
sesama penghuni alam raya). Secara konkret dapat dilakukan melalui beberapa
cara, seperti menjaga kebersihan lingkungan sebagai upaya menghindari munculnya
organisme penyebab penyakit tidak pada habitatnya, merawat kelestarian alam
guna menjaga aliran energi dan siklus materi dalam ekosistem, serta
memanfaatkan produk alam seperlunya.
Keistimewaan
lain dari Biologi ialah dapat menjadi sarana untuk membantu pelaksanaan jihād. Diakui
atau dimungkiri, kata jihād berperan penting dalam melambungkan nama
Islam di panggung global.[8] Walau memang lebih banyak kesan buruk
ketimbang baik, tak perlu terlampau dipermasalahkan. Justru kesan buruk itulah
yang kemudian menggugah cerdik-cendekia untuk mendiskusikan sebuah kata yang
muncul dalam al-Qur’ān sebanyak 42 kali ini.[9]
Kata jihād
(جهاد)
berasal dari kata jahada (جهَدَ), yajhadu (يَجهَد), dan jahdan (جَهْدًا). Turunan dari kata ini antara lain ijtihād (اِجتهاد) dan mujāhadah (مُجاهَدة). Semuanya mengandung arti kesungguhan.[10] Bedanya
kalau penekanan jihād pada kesungguhan yang bersifat secara material, ijtihād
bersifat intelektual, sementara mujāhadah bersifat spiritual.
Masing-masing dari ketiganya menempati posisi sendiri yang saling melengkapi
guna membawa manusia pada tingkatan paripurna.
Ditilik
dari sisi Fiqh, ḥukum syar’i jihād ialah fardhu kifayah
dalam setiap tahun.[11] Bentuk jihād beragam, antara lain:
menegakkan agama melalui uraian logis ajaran agama yang sekilas tampak sulit
untuk dicerna nalar seperti sifat Allāh dan hari akhir serta disiplin ilmu syar’i
seperti Tafsir, Hadist, dan Fiqh. Bentuk lain yang turut disebutkan ialah
mencukupi kebutuhan orang yang harus ditanggung oleh government (pamong/pengelola
organisasi kenegaraan).
Hal
yang menarik dan perlu dicermati bahkan mungkin patut dilestarikan ialah pada
bentuk kedua tersebut. Bentuk tersebut menekankan makna jihād sebagai
kesungguhan mengayomi dan melindungi orang-orang yang berhak mendapatkan
perlindungan, baik Muslim atau bukan. Pada jaman now, bentuk jihād
kedua tersebut terasa membumi ketika seseorang melakukan beberapa langkah
seperti berikut:[12]
1. al-Iṭ’ām
(jaminan pangan), ialah mengupayakan masyarakat agar mendapatkan hak
kelangsungan hidup. Langkah ini dapat diwujudkan dengan cara seperti penyediaan
bahan makanan pokok dengan harga terjangkau dan pemberian bantuan untuk orang
yang tidak mampu.
2. al-Iksā’
(jaminan sandang), ialah memperjuangan agar masyarakat mampu memperoleh
kebutuhan sandang secara cukup. Langkah konkretnya seperti penyediaan kebutuhan
bahan baku tekstil dan penyediaan pakaian yang sesuai dengan kemampuan
masyarakat.
3. al-Iskān
(jaminan papan), ialah mengusahakan agar masyarakat mampu mendapatkan kebutuhan
tempat tinggal. Bentuk dari langkah ini seperti pengadaan rumah sederhana
dengan harga terjangkau dan perlindungan kepada masyarakat dari jenis kredit
yang memberatkan.
4. Tsaman
al-dawā’ (jaminan pengobatan), ialah mengupayakan agar masyarakat yang
sedang jatuh sakit tidak terbebani ongkos berobat. Penerapan hal ini bisa
dilakukan dengan mengusahakan agar harga obat murah melalui pembelian paten
obat atau pemberian subsidi serta membangun fasilitas layanan kesehatan setiap
radius 10 km dengan sarana dan prasarana minimal yang mencukupi.
5. Ujrah
al-Tamrīdh (jaminan kesehatan), ialah memperjuangkan agar kesehatan
masyarakat dapat terawat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan
penyuluhan tindakan pencegahan penyakit supaya masyarakat menyadari bahwa
pemenuhan nutrisi tubuh dan perawatan kebersihan lingkungan perlu dilakukan.
Pada
kelima langkah tersebut, Biologi dapat menyumbangkan perannnya. Misalnya pada
langkah penyediaan bahan makanan pokok dengan harga terjangkau, melalui
teknologi pangan dapat dihasilkan makanan seperti tempe. Atau pada langkah penyediaan
kebutuhan bahan baku tekstil, dapat diusahakan melalui rekayasa genetika agar
tanaman kapas bisa tahan hama dan memberikan hasil panen yang lebih baik.
Dengan
demikian, manfaat mempelajari Biologi dapat dirasakan secara konkret, baik dari
tinjauan syar’i maupun society. Juga sebagai upaya agar
pelaksanaan jihād tidak ditinggalkan maupun ditanggalkan sekaligus tidak
menimbulkan keresahan, bahkan dapat menjadi upaya membangun keharmonisan
lingkungan.
Bibliografi
[4] Jack R. Fraenkel & Norman E.
Wallen. (2009). How to Design and Evaluate Research in Education (7th ed.),
hlm. 5-7. McGraw-hill. [lihat]
[6] Abū Ḥāmid Muḥammad al-Ghozālī.
(2010). Al-Munqidh min al-Dholāl wa al-Mauṣul ilā Dzi al-‘Izzati wa al-Jalāl,
hlm. 6. Riyadh: Islamicbook. [lihat]
[7] Julius Robert Mayer. (1842).
Bemerkungen über die Kräfte der unbelebten Natur. Annalen der Chemie und
Pharmacie, 42 (2), hlm. 233–240. [lihat]
[8] Nong
Darol Mahmada. (2003). Menjawab Terorisme dengan Islam Warna-Warni. IslamLib.com,
9 Februari. [lihat]
[9] Muḥammad
Fu`ād ‘Abdu al-Bāqī. (2008). al-Mu'jāmu al-Mufahrosu li`Alfādzi al-Qur'āni
al-Karīmi, hlm. 182-3. Dār al-Kutub al-Mishriyyati. [lihat]
[10]
Almaany.com. Pengertian dan Arti جهَدَ di beberapa Kamus Arab (diakses pada 25
September 2018 pukul 21:08 GMT+7). [lihat]
[11] Zaynu
al-Dīni Aḥmad ibn 'Abdu al-'Azīz al-Malībārī. (2010). Fatḥu al-Mu'ini,
hlm. 593-4. Dār ibn Ḥazmi. [lihat]
[12] Abū Bakr
‘Utsman ibn Muḥammad al-Dimyāṭī (1997). I'ānatu al-Ṭhōlibīna, vol. 4,
blm. 206-7. Dār al-Fikr. [lihat]
Fotografi
[0] Cuplikan scene
aksi Po dalam Kung Fu Panda 3 ketika mengucapkan, “I've been asking
the same question - am I the son of a panda, the son of a goose, a student, a
teacher? Turns out... I'm all of them.” di tengah pertarungan dengan Kai (scene
pada detik ke-4455-74). [lihat]