Al-Syūrō 49–50: Proses Pembentukan Jenis Kelamin



lelaki adalah perempuan yang salah hormon



لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ (٤٩)
أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ (٥٠)
(49)
Bagi Allah milik semua langit dan bumi. DijadikanNya apa yang dikehendakiNya. DiberiNya siapa yang Dia kehendaki anak-anak perempuan dan diberiNya siapa yang Dia kehendaki anak-anak laki-laki.
(50)
Atau dikembarkanNya anak-anak laki-laki dan perempuan, dan dijadikanNya siapa yang Dia kehendaki, mandul. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mengetahui, Maha Kuasa.
Alihbahasa oleh HAMKA (1989, hal. 6625)

Ayat al-Qur’ān sūroh al-Syūrō 49–50 tersebut terasa menyentil saya ketika dibaca pagi tadi, 20 Juni 2020. Saya yakin bahwa setiap orang, terutama yang punya “rasa bahasa” Arab, akan mudah tersentil ketika membaca ayat al-Qur’ān. Rumusan sentilan awal yang saya peroleh dari cuplikan ayat tersebut ialah:
(1)
Mengapa kata إِنَاثًا disampaikan menggunakan kata benda umum (Arab: إِسْمٌ نَكِيْرَة), sedangkan kata الذُّكُورَ disampaikan menggunakan kata benda khusus (Arab: الْإِسْمُ الْمَعْرِفَة)?
(2)
Mengapa kata إِنَاثًا diletakkan lebih dahulu ketimbang kata الذُّكُورَ ?


Berdasarkan 2 pertanyaan tersebut, saya segera membuka Tafsīr Jalālayn karya co-autorship Muḥammad ibn Aḥmad al-Maḥallī dan ‘Abd al-Roḥman ibn Abī Bakr al-Suyūṭī, komentar (ḥāsyiyat) tafsīr tersebut yang ditulis oleh Aḥmad ibn Muḥammad al-Ṣōwī, serta Tafsir al-Azhar karya HAMKA.

Muḥammad ibn Aḥmad al-Maḥallī mengurai ayat tersebut dalam Tafsīr Jalālayn sebagai berikut:
(لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ) مِنَ الْأَوْلَادِ (إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ ٤٩) (أَوْ يُزَوِّجُهُمْ) أَيْ يَجْعَلُهُمْ (ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا) فَلَا يَلِد وَلَا يُوْلَد لَهُ (إِنَّهُ عَلِيمٌ) بِمَا يَخْلُق (قَدِيرٌ ٥٠) عَلَى مَا يَشَاءُ.
(المحلي و السيوطي، 2008، صفحة 161)

Aḥmad ibn Muḥammad al-Ṣōwī memberi komentar terhadap uraian tersebut sebagai berikut:
قَوْلُهُ: (لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَر) أَيْ يَتَصَرَّفُ فِيْهِمَا كَيْفَ يَشَاءُ.
قَوْلُهُ: (يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ) أَيْ مِنْ حَيَوَانَاتٍ وَ غَيْرِهَا.
قَوْلُهُ: (يَهَبُ) مِنْ وَهَبَ كَوَضَعَ، وَالْمَصْدَرُ وَهْبًا بِسُكُوْنِ الْهَاءِ، وَفَتْحُهَا وَهِبَةً، وَالْإِسْمُ الْمَوْهُبُ و الْمَوْهِبَةُ بِكَسْرِ الْهَاءِ، وَهُوَ الْعَطَاءُ مِنْ غَيْرِ مُقَابِلِ وَ لَا عِوَضِ.
قَوْلُهُ: (لِمَنْ يَشَاءُ) أَيْ الْآبَاءُ وَ الْأُمَّهَاتُ.
قَوْلُهُ: <مِنْ الْأَوْلَادِ> مُتَعَلِّقٌ بِيَهَبُ لَا بَيَانَ لِمَنْ، لِأَنَّهَا عِبَارَةٌ عَنِ الْآبَآءِ وَ الْأُمَّهَاتِ.
قَوْلُهُ: (إِنَاثًا) قَدَّمَهُنَّ إِشَارَةً إِلَى أَنَّهُ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ، لَا مَا يَشَاؤُهُ عِبَادُهُ، فَاالْإِنَاثُ مِمَّا يَشَاؤُهُ هُوَ، وَنَكَّرَهُنَّ لِانْحِطَاْءِ رُتْبَتِهِنَّ عَنِ الذُّكُوْرِ، وَلِذَا عَرَّفَ الذُّكُوْرَ وَ قَدَّمَهُمْ آخِرًا.
قَوْلُهُ: <أَيْ يَجْعَلُهُمْ> (ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا) أَشَارَ بِذلِكَ إِلَى أَنَّ (ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا) مَفْعُوْلٌ ثَانٌ لِيُزَوِّزجُ، وَالْمَعْنَى: يَجْعَلُ الْأَوْلَادَ ذُكْرَانًا وَ إِنَاثًا حَالَ كَوْنِهِمْ مُزْدَوِجِيْنَ.
قَوْلُهُ: (وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا) (مَنْ) وَاقِعَةٌ عَلَى الرَّجُلِ وَ الْمَرْأَةِ، فَقَوْلُهُ: < فَلَا يَلِد> أَيْ إِذَا كَانَ إِمْرَأَةً، وَقَوْلُهُ <وَلَا يُولَد لَهُ> أَيْ إِذَا كَانَ رَجُلًا، فَالْعَقِيْمُ هُوَ الَّذِيْ لَا يُوْلَدَ لَهُ ذَكَرًا وَ أُنْثَى، وَفِعْلُهُ مِنْ بَابِ فَرَحَ وَ نَصَرَ وَ كَرَمَ، وَ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا، يُرِيْدُ لُوْطًا وَ شُعَيْبًا عَلَيْهِمَا السَّلَامُ، لِأَنَّهُمَا لَمْ يَكُنْ لَهُمَا إِلَّا الْبَنَاتِ، وَ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ، يُرِيْدُ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ، لِأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ لَهُ إِلَّا الذُّكُورَ، أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا، يُرِيْدُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَإِنَّهُ كَانَ لَهُ مِنَ الْبَنِيْنِ ثَلَاثَةٌ عَلَى الصَّحِيْحِ: الْقَاسِمُ وَ عَبْدُاللهِ وَ إِبْرَاهِيْمُ، وَ مِنَ الْبَنَاتِ أَرْبَعٌ: زَيْنَبٌ وَ رُقَيَّةٌ وَ أُمُّ كُلْثُوْمِ وَ فَاطِمَةٌ، وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا، يُرِيْدُ يَحْيَى وَ عِيْسَى عَلَيْهِمَا السَّلَامُ انْتَهَى، وَلَكِنْ حَملَ الْآيَةُ عَلَى الْعُمُوْمِ أَوْلَى، لِأَنَّ الْمُرَادَ بَيَانُ نَفَاذِ قُدْرَتِهِ تَعَالَى فِى الْكَائِنَاتِ كَيْفَ يَشَاءُ.
(الصاوي، 2001، صفحة 55)

Sementara HAMKA dalam mengurai ayat tersebut dalam Tafsir al-Azhar sebagai berikut:
Perkembangan Manusia

“Bagi Allah milik semua langit dan bumi. DijadikanNya apa yang dikehendakiNya. DiberiNya siapa yang Dia kehendaki anak-anak perempuan dan diberiNya siapa yang Dia kehendaki anak-anak laki-laki.” (ayat 49).
“Atau dikembarkanNya anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan, dan dijadikanNya siapa yang Dia kehendaki, mandul. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mengetahui, Maha Kuasa.” (ayat 50).

Selain dari memiliki kekuasaan di semua langit dan bumi, Allah pun mengatur juga perkembangan keturunan Adam di dalam mendiami dunia ini, yaitu mengatur kelahiran. Menentukan perempuan anak yang akan lahir, atau laki-laki bahkan juga anak kembar, atau orang yang akan mandul. Manusia tidak dapat menolak. Sebab itu suka atau tidak suka, memilih atau menerima apa yang diberi, anak laki-laki atau anak kembar, ataupun anak perempuan. Yang berlangsung adalah apa yang ditentukan Allah. Ada orang yang telah “bosan” karena banyak anaknya lahir, tidak terbelanjai, katanya. Namun anak bertambah juga. Ada yang ingin anak laki-laki, yang lahir perempuan. Ada yang ingin anak perempuan (kecuali Arab Jahiliyah), tiba-tiba lahir anak laki-laki. Ada yang telah bertahun-tahun kawin, ingin dapat anak, telah berobat ke mana-mana, namun anak tidak juga dapat. Sebab semuanya itu Tuhan yang menentukan.

Manusia zaman moden, karena perkembangan ekonomi mengadakan “Famili Planning” atau Keluarga Berencana. Menjadi persoalan besar, terutama di negara yang jumlah penduduk bertambah-tambah dengan cepat, seumpama di India, sedang persediaan makanan tidak mencukupi. Islam tidak mengadakan larangan manusia mencari segala ikhtiar untuk menseimbangkan perkembangbiakan penduduk dengan persediaan makanan, asal saja tidak melanggarqudrat alam yang akan merugikan manusia itu sendiri. Misalnya telah ada pil yang kalau dimakan oleh suami isteri sebelum bersetubuh, kandungannya tidak akan menjadi. Tetapi pil itu dipergunakan pula oleh orang-orang yang berzina!

Ada pula perempuan yang dioperasi atau dipotong peranakannya agar anaknya jangan bertambah juga. Tiba-tiba beberapa tahun kemudian, datang saja keinginan yang keras pada perempuan itu buat mendapat anak lagi. Ingin menggendongnya, ingin mendengar tangisnya. Namun keinginannya itu tidak dapat lagi terkabul, sebab peranakannya sudah rusak.

Sebab itu maka masalah membatasi kelahiran dan famili planning sampai saat ini masih menjadi persoalan berat dalam dunia seluruhnya, di antara ahli-ahli agama, moral, ekonomi dan kesihatan. Masih menjadi pertanyaan: “Apakah benar, Tuhan mentakdirkan bumi untuk tempat hidup manusia tidakmenyediakan makanan cukup buat manusia?” Ahli agama telah menjawab dengan tegas: “Tidak! Itu tidak benar! Tuhan yang menguasai seluruh langit dan bumi, menyediakan cukup bahan sandang, dan bahan pangan untuk manusia yang lahir ke dunia.” Kalau itu tidak mencukupi, manusialah yang belum tahu di mana rahasianya. Sebab itu manusia wajib berusaha terus mencari di mana letak persediaan itu. Dan itu akan ditunjukkan Allah asal manusia tetap berusaha sebagaimana kemajuan-kemajuan yang dicapai sekarang ini, dalam perkembangan abad demi abad adalah atas petunjuk Allah jua. Namun satu hal hendaklah dielakkan, yaitu mencegah perkembangan manusia itu sendiri dengan kebebasan dengan kekerasan.

Sebab itu maka orang yang beriman terpaku perhatiannya kepada ujung ayat ini: “Sesungguhnya Dia adalah Maha Mengetahui, Maha Kuasa.”

(HAMKA, 1989, hal. 6628-9)

Semua uraian tersebut saya periksa karena memang saya ingin tahu jawaban 2 pertanyaan yang muncul ketika membaca ayat tersebut. Buat saya, uraian yang disajikan oleh Muḥammad ibn Aḥmad al-Maḥallī, Aḥmad ibn Muḥammad al-Ṣōwī, serta HAMKA cukup memberi perspektif untuk memahami ayat tersebut. Kegiatan yang saya lakukan berupa mengumpulkan informasi yang sudah tersedia termasuk tahap awal dalam kegiatan riset. Biasanya informasi tersebut—baik arahnya menguatkan atau melemahkan uraian yang ingin disampaikan—kemudian dikutip sebagai referensi atau rujukan. Kegiatan mengutip informasi yang sudah tersedia adalah bentuk apresiasi kepada kajian yang sudah dilakukan.

Sayang kegiatan tersebut oleh kelompok tertentu dikecam bahkan dilecehkan karena dianggap taklid. Padahal dengan mengetahui informasi yang sudah tersedia—seperti dalam kasus kepo ayat tersebut, kita bisa memperoleh tawaran uraian yang sudah diberikan oleh para pendahulu. Ini bukan sekadar memberi informasi, walakin turut menginjeksi inspirasi untuk berinovasi. Inspirasi muncul, terutama, ketika terdapat bagian lain yang belum pernah dibahas sebelumnya. Di sinilah kemunculan informasi tersebut dapat dijadikan bahan untuk berinovasi tanpa terpenggal dari linikala tradisi. Apasiiii... (--,)

Misalnya dalam kasus ayat tersebut, ketiga referensi yang saya baca memberi inspirasi bahwa ayat tersebut “berbicara” tentang anugerah yang diberikan oleh Allōh berupa anak, seperti disampaikan oleh Muḥammad ibn Aḥmad al-Maḥallī. Anak tersebut ada yang dilahirkan perempuan, lelaki, serta kembar siam, tapi ada juga yang tak diberi anugerah tersebut, seperti disampaikan oleh Aḥmad ibn Muḥammad al-Ṣōwī. Lalu HAMKA memberi informasi bahwa kata kunci kedua ayat tersebut ialah “perkembangan manusia” yang disertai saran agar menerima semadyanya apapun anugerah dari Allōh.

Referensi tersebut menginspirasi saya untuk memberi tawaran perspektif sebagai pelengkap uraian tersebut. Tawaran tersebut terkait dengan persoalan proses pembentukan jenis kelamin manusia. Saya tidak sedang berupaya memaknai al-Qur’ān berdasarkan perkembangan ilmu hayati (life science), hanya sekadar menyandingkan saja. Saya yakin sepenuhnya bahwa ayat al-Qur’ān bersifat statis, yang tidak dapat berubah sepanjang masa, sekaligus percaya bahwa tafsir al-Qur’ān dan ilmu hayati bersifat dinamis, yang perkembangan saat ini mungkin bisa diruntuhkan pada masa mendatang. Upaya yang saya lakukan ini hanyalah sekadar untuk memperoleh pleasure of finding things out berdasarkan kesan (isyāri) yang saya peroleh ketika tersentil oleh diksi إِنَاثًا dan الذُّكُورَ.

Penggunaan dan peletakan kata إِنَاثًا dan الذُّكُورَ mendorong saya untuk membahas sistem penentuan jenis kelamin. Sistem penentuan jenis kelamin adalah sistem biologis yang menentukan perkembangan karakteristik seksual dalam satu makhluk hidup (organisme). Sebagian besar organisme yang menciptakan keturunan menggunakan cara reproduksi seksual memiliki dua jenis kelamin. Kadang-kadang, ada hermafrodit (Inggris: hermaphrodite; Arab: خنثى; Jawa: wandu) yang memiliki dua jenis kelamin sekaligus (wajar kalau fiqh membahas secara rinci ragam ketentuan jenis kelamin hermafrodit(. Pula terdapat intersex, yang serupa dengan hermafrodit. Ada juga beberapa spesies yang hanya satu jenis kelamin karena partenogenesis (tindakan betina bereproduksi tanpa pembuahan) (Revazova, et al., 2008; 2007).

Dalam proses pembentukan jenis kelamin, lelaki adalah perempuan yang salah hormon. Ini bukanlah penghinaan kepada kaum lelakimosok menghina diri sendiridan juga bukan rayuan kepada perempuan—kan saya sudah punya Wahyu Eka Saputri, ciyeee.... Karena fakta hayatinya memang seperti itu adanya, bahwa perubahan kadar hormon pada saat masa janinlah yang mengubah sebagian janin menjadi lelaki, yang pada mulanya semuanya adalah perempuan.

Dulu, identitas seksual manusia hampir selalu disederhanakan menjadi dikotomi lelaki dan perempuan dan tidak ada identitas seksual lain selain yang dua itu; kalaupun ada individu yang identitasnya “meragukan”, maka biasanya akan divonistanpa pengadilan apa punsebagai orang yang tidak normal, atau mengalami kelainan, bahkan cacat. Sebenarnya, hal ini karena tingkat pengetahuan tentang ilmu hayati waktu itu masih rendah. Padahal pada saat yang sama, fiqh sudah membahas secara rinci ketentuan orang yang jenis kelaminnya “meragukan” itu.

Dalam pelajaran ilmu hayati SMA/MA/SMK/MAKsaya yakin sekarang masih begitudiajarkan bahwa jika seseorang berkromosom XX, maka dia perempuan; sedangkan kalau berkromosom XY, tentulah lelaki. Padahal tidak selalu demikian. Orang berkromosom XY tidak selalu berjenis kelamin lelaki, orang berkromosom XX juga tidak selalu berjenis kelamin perempuan. Demikian juga sebaliknya, orang berjenis kelamin lelaki tidak selalu berkromosom XY, dan orang berjenis kelamin perempuan tidak selalu berkromosom XX.

Memang jarang perempuan memiliki kromosom Y, meskipun hal ini tidak mustahil. Karena gen-gen pembawa unsur maskulin yang ada pada kromosom Y bisa hilang atau bermutasi pada orang-orang tertentu. Sehingga kehadiran kromosom Y tidak mengubah orang tersebut dari perempuan menjadi lelaki. Fakta biologisnya, ada banyak variasi genetik di mana kromosom seks pada seseorang bisa hilang atau berlebih; ada individu-individu yang berkromosom sex X0, XXY, XYY, atau XXYY, dan lain-lain. Jadi jenis kelamin biologis pun tidak hanya dua!

Sampai usia 8 minggu, semua janin manusia berjenis kelamin perempuan, sebagian di antaranya ada yang kemudian berubah menjadi lelaki. Perubahan kadar hormon-hormon tertentu yang menjadi sebab perubahan dari sebagian dari janin-janin perempuan itu menjadi lelaki. Dan kalau ada pertanyaan lanjutan, apakah penyebab terjadinya perubahan hormon pada masa janin, jawabannya adalah mutasi genetik jutaan tahun lalu, yang bisa memicu perubahan aktivitas hormon-hormon yang berujung terjadinya deferensiasi jenis kelamin. Hormon-hormon ini yang bekerja mengikuti perintah yang diberikan melalui sandi-sandi genetik.

Kebanyakan orang sudah tahu bahwa kromosom X dan Y merupakan penentu jenis kelamin. Tapi ada banyak hal seputar kromosom sex ini yang belum diketahui kebanyakan orang. Dari segi kemasannya, kromosom XY ini sangat berbeda dari kromosom-kromosom manusia yang lain. Dulu, timbul tanda tanya besar kenapa pasangan kromosom ini berat sebelah yang satu besar, sedangkan yang lain kecil. Sebetulnya pertanyaan ini sudah terjawab lebih dari 25 tahun yang lalu X dan Y ini ternyata bukanlah kromosom yang identik. Ukuran kromosom Y sangat kecil jika dibandikan kromosom X, mendekati 1:20. Seolah kromosom Y merupakan tambahan dadakan karena tuntutan keadaan. Tapi memang demikian adanya, kromosom Y bisa dibilang muncul karena “kecelakaan” evolusioner.

Bagaimana prosesnya bisa muncul kromosom Y dari yang tadinya tidak ada? Berikut ini sejarah yang tertulis dalam genomyang merupakan pusat informasi genetikmanusia.

Pada masa lampau, jutaan tahun yang lalu, leluhur kita mulai beralih dari kebiasaan reptil yang menentukan jenis kelamin keturunannnya berdasar temperatur lingkungantempat telur mereka diletakkanmenjadi penentuan secara genetik yang bisa lebih memberi kepastian. Dalam perjalanan evolusinya, ada individu hasil mutasi di mana mutasi ini menghasilkan individu dengan kemampuan menentukan jenis kelamin keturunan secara genetik, mutasi kebetulanmakanya tidak berlebihan jika dibilang kecelakaan. Ini yang memunculkan gen-gen penentu jenis kelamin pada nenek moyang kita dan diwariskan sampai sekarang sebagai kromosom Y.

Alasan evolusioner yang paling mungkin untuk peralihan itu adalah keuntungan tiap jenis kelamin yang lebih bisa mulai berlatih untuk berbagi tugas khususnya masing-masing dalam urusan reproduksi. Pada janin manusiajuga pada binatang menyusu (mamalia, bukan menyusui) lainadanya gen-gen penentu jenis kelamin ini menjadikannya lelaki, sedangkan ketidakhadiran gen akan membuat janin tetep perempuan.

Kehadiran gen-gen ‘pengganggu’ itu dengan segera menarik gen-gen lain yang bermanfaat bagi kelelakian untuk mendekat dan terekspresi sebagai sifat yang muncul dan kelihatan dari luar. Misalnya gen yang mengubah ovarium (indung telur) jadi testis (zakar) atau mengubah klitoris menjadi penis sebagai ciri primer kelamin. Derajat “gangguan” yang ditimbulkan tidak seragam, sehingga bisa saja terjadi ada individu yang punya testis tapi juga memiliki uterus (rahim) dan penisnya kecil sekali hingga menyerupai klitoris. Variasi yang lain bisa saja terjadi saat pertumbuhan janin. Sampai di sini, pengetahuan ilmiah menyuguhkan fakta bahwa jenis kelamin biologis manusia ternyata tidak hanya dua macam. Spektrumnya sangat luas antara perempuan ekstrem dan lelaki ekstrem, seluas spektrum abu-abu yang berada antara hitam dan putih.

Gen-gen “pengganggu” juga menarik gen-gen yang menghasilkan ciri kelamin sekunder, misalnya gen untuk membangun otot kekar. Ini memberi nilai tambah pada lelaki sehubungan dengan tugasnya sebagai pemburu (pemasok makanan) serta pelindung dari musuh dan predator lain. Untuk perempuan, gen-gen seperti gen otot kekar tidak diperlukan karena hanya akan menguras energi. Lebih baik kalau energinya dicadangkan untuk pengasuhan anaknya. Gen-gen jenis kelamin biologis sekunder semacam itu mendekatkan diri ke jenis kelamin tertentu yang cocok. Dan gen yang berlawanan medekatkan diri ke jenis kelamin yang lain. Ini yang disebut dengan persaingan abadi antargen.

Masalahnya, “gangguan” yang ditimbulkan oleh gen-gen dalam kromosom Y ini tidak selalu ekstrem dan tidak seragam sehingga kelelakian yang dihasilkan pun juga tidak seragam. Ini dikarenakan tertariknya gen-gen sekunder kelelakian memang tidak sama pada tiap individu. Akibatnya adalah banyak individu yang ciri kelamin primer dan/atau ciri sekundernya tidak ekstrem lelaki. Hal ini bisa menjelaskan mengapa banyak cowok yang kecewek-cewekan, dan ini jauh lebih banyak dari pada cewek yang kecowok-cowokan. Ini bukan kelainan, tapi variasi normal. Secara sederhana, cowok yang kecewek-cewekan bisa dibilang sebagai individu yang ingin “kembali” ke “khittah” jenis kelamin asalnya. Lha wong memang asalnya perempuan kok.

Kehadiran kromosom Y-lah yang membuat lelaki bisa berlari lebih cepat melempar lebih kuat dan melompat lebih tinggi, seperti semboyan olimpiade: citius fortius altius. Hanya saja, kromosom ini juga yang membuat lelaki hanya jagoan kalau jadi “pelari sprinter” dan kurang mampu jadi “pelari maraton”, tubuh lelaki menjadi tidak memiliki fisik perempuan yang dirancang dan disiapkan untuk hidup tahan lama.

Kalau memang secara genetik perempuan lebih perkasa, mengapa dalam kehidupan masyarakat yang terjadi justru sebaliknya bahwa lelaki dianggap lebih superior? Anggapan ini sebetulnya bukanlah dikarenakan alasan fisik atau genetik, tetapi lebih disebabkan alasan kultural kesejarahan. Perempuan dianggap inferior karena dulu rata-rata perempuan berusia lebih pendek dari lelaki. Hal ini terutama dikarenakan proses melahirkan sangat berisiko menyebabkan kematian.

Sekarang, saat ilmu kesehatan dan kedoteran sudah berkembang sehingga risiko proses melahirkan tak ubahnya seperti risiko mencet jerawat, terbukti bahwa tubuh perempuan didesain untuk berusia lebih panjang ketimbang lelaki. (Ada juga sih orang mati gara-gara mencet jerawat, saking asiknya mencet-mencet jerawat di pinggir jalan sampai tidak melihat ada truk nyelonong, ketabrak dan mati). Sekarang pun kalau perempuan melahirkan, kalau tidak mendapatkan pertolongan persalinan yang tepat, bisa berbahaya juga. Artinya, bukan proses melahirkannya yang mengakibatkan kematian, tapi penyulit yang bisa saja terjadi pada saat proses itu berlangsung.

Berdasarkan uraian tentang proses pembentukan jenis kelamin tersebut, mungkin kata إِنَاثًا disampaikan menggunakan kata benda umum (Arab: إِسْمٌ نَكِيْرَة) serta diletakkan lebih awal karena kromosom X memang kromosom asal yang lebih dahulu muncul ketimbang kromosom Y. Lebih lanjut kromosom Y juga merupakan “wujud” khusus dari kromosom X yang telah “berubah”, sehingga sedangkan kata الذُّكُورَ disampaikan menggunakan kata benda khusus (Arab: الْإِسْمُ الْمَعْرِفَة) dan diletakkan di bagian awal.

K.Sb.Pa.281041.200620.13:11

Referensi
HAMKA. (1989). Tafsir Al-Azhar (Vol. 9). Singapore: Pustaka Nasional.
Revazova, E., Turovets, N., Kochetkova, O., Agapova, L., Sebastian, J., Pryzhkova, M., et al. (2008). HLA Homozygous Stem Cell Lines Derived from Human Parthenogenetic Blastocysts. Cloning and Stem Cells , 10 (1), 11–24.
Revazova, E., Turovets, N., Kochetkova, O., Kindarova, L., Kuzmichev, L., Janus, J., et al. (2007). Patient-Specific Stem Cell Lines Derived from Human Parthenogenetic Blastocysts. Cloning and Stem Cells , 9 (3), 432–49.
أحمد بن محمّد الصاوي. (2001). حاشية الصاوي على تفسير الجلالين (الجزء الرابع). سورابايا: الهداية.
جلال الدين محمد بن أحمد المحلي، و جلال الدين عبد الرحمن بن أبي بكر السيوطي. (2008). تفسير الجلالين. جاكارتا: الحرمين.