Mahmada
(2001)
menyampaikan bahwa fiqh adalah kumpulan hasil ijtihād ulamā’
klasik terhadap al-Qur’ān dan al-Ḥadīts sebagai dasar keseharian
umat Islam dalam setiap konteks kehidupan, mulai personal seperti sholāt,
lokal seperti zakāt, sampai global seperti politik. Sementara Umar (2014)
menyebut bahwa fiqh adalah penafsiran kultural terhadap sumber syarī’āt
yang dikembangkan oleh ulamā’
sejak abad kedelapan.
Kedua
ungkapan tersebut selaras dengan definisi fiqh yang dituturkan oleh
beberapa ulamā’ (al-Bantānī, 2008:
6; al-Ghozī, 2005:
22; al-Malībārī, 2005:
34; al-Dimyāṭī, 1997:
21; al-Ḥuṣnī, 1994: 7; al-Zuḥaylī, 1989: 29). Dapat dikatakan
bahwa fiqh adalah dugaan kuat terhadap sumber syarī’āt
sebagai bahan panduan praktis keseharian umat Islam yang berlaku untuk semua
konteks mulai personal, lokal, nasional, sampai global.
Pembahasan utuh fiqh secara
umum biasa dimulai dari topik ‘ibādāt, lalu mu’āmalāt, kemudian
dilanjutkan ke topik lain seperti munākaḥāt dan jināyāt (al-Bantānī, 2008;
al-Ghozī, 2005;
al-Malībārī, 2005;
al-Dimyāṭī, 1997;
al-Ḥuṣnī, 1994; al-Zuḥaylī, 1989).
Urutan pembahasan tersebut disusun berdasarkan nilai penting setiap topik
berdasarkan tinjauan syarī’āt serta tingkat keluasan konteks berlaku.
Pembahasan paling awal berupa
praktik ritual, dengan urutan sesuai dengan lima rukūn
Islām (al-Dimyāṭī, 1997:
1024). Selanjutnya karena kebutuhan manusia terhadap transaksi ekonomi adalah
hal yang sangat penting, pembahasan topik mu’āmalāt diletakkan tepat
setelah ‘ibādāt (al-Dimyāṭī, 1997:
734).
Selalu begitu, bahkan andai Liverpool menjadi juara Premier League untuk
pertama kali!
Dilihat dari sisi urutan pembahasan,
tampak bahwa fiqh secara
serius sangat memperhatikan masalah finansial. Keseriusan
tersebut ditunjukkan dengan peletakan transaksi finansial tepat setelah
pembahasan praktik ritual.
Perhatian fiqh tersebut
diwujudkan dalam bentuk memberi panduan operasional praktik transaksi
finansial, antara lain berupa prinsip
dasar, unsur ḥukm, serta ketentuan umum setiap jenis transaksi finansial.
Transaksi yang dimaksud termasuk—sekaligus bukan hanya—ragam penjualan,
kemitraan, peminjaman, maupun penyewaan.
Di sisi lain, OECD (Organisation
for Economic Co-operation and Development) (2005) selaku organisasi multilateral yang berupaya
meningkatkan kualitas manusia secara global mulai memperhatikan masalah
pendidikan finansial sejak 2005 silam. Secara khusus disarankan
bahwa pendidikan finansial harus sedini mungkin dimulai di sekolah yang
merupakan tahap awal kehidupan pelajar (OECD, 2005: 5).
Alasan utama yang mendasari saran
tersebut ialah nilai penting berfokus kepada generasi muda untuk membekali
keterampilan yang penting sebelum terlibat aktif dalam transaksi finansial
serta relatif lebih efisien untuk melakukan pendidikan finansial di sekolah
ketimbang melakukan tindakan perbaikan untuk orang yang berusia tua.
Saran OECD (2005) tersebut kemudian dipertimbangkan
sebagai bahan mengembangkan kerangka kerja literasi dari PISA (Programme for
International Students Assessment) (OECD, 2019: 119). PISA adalah program
internasional OECD untuk menilai performa akademik pelajar berusia 15 tahun
yang bertujuan untuk memberi bahan dalam meningkatkan pendidikan negara yang
terlibat (OECD, 2019: 11).
Penilaian PISA berfokus terhadap kemampuan pelajar untuk
menggunakan pengalaman terlibat pembelajaran ke dalam keseharian (OECD,
2019: 128). Fokus ini membedakan penilaian PISA dengan TIMSS (Trends
in International Mathematics and Science Study), program dari IEA (International
Association for the Evaluation of Educational Achievement), yang fokus
terhadap penguasaan konten kurikuler tertentu.
Penilaian PISA tersebut biasanya dikenal lebih luas
dengan istilah literasi. Literasi dalam kerangka kerja PISA dikelompokkan
menjadi empat bagian: membaca, matematis, saintifik, dan finansial. Ketiga
kelompok literasi pertama, yakni membaca, matematis, dan saintifik,
masing-masing sudah pernah menjadi fokus utama penilaian pada tahun tertentu,
yang diperbarui setiap 9 tahun (OECD, 2019: 11). Sementara kelompok terakhir yakni literasi finansial,
baru masuk dalam penilaian sejak 2012 tanpa pernah menjadi fokus utama, malah
sampai sekarang masih menjadi penilaian pilihan (OECD, 2019: 12).
Fakta
tersebut membuat literasi finansial lebih sedikit diperhatikan di Indonesia,
baik dari sisi kajian akademik maupun praktik pembelajaran, khususnya untuk
pendidikan menengah maupun pondok pesantren. Namun, perhatian sedikit tidak
membuat government Indonesia luput memberi perhatian. Bentuk perhatian
tersebut ialah menetapkan kebijakan untuk meningkatkan literasi finansial
melalui program Strategi Nasional Literasi Finansial pada 19 November 2013
(OJK, 2017:
2; OECD, 2015:
12; Setneg, 2013).
Program ini dirilis sebagai upaya mewujudkan literasi finansial masyarakat
Indonesia, sehingga dapat memanfaatkan produk dan layanan jasa finansial yang
sesuai untuk mencapai kesejahteraan berkelanjutan.
Sebaran
informasi yang disampaikan menunjukkan bahwa fiqh mu’āmalāt dan literasi
finansial dapat dipadukan. Bentuk paduan keduanya ialah fiqh mu’āmalāt
muncul untuk memperkaya perspektif literasi finansial, sementara perspektif
literasi finansial dipakai agar pengamalan fiqh mu’āmalāt bisa tepat
guna.
Paduan keduanya secara langsung
dapat digunakan untuk mewujudkan maqōṣid syarī’āt (beberapa tujuan syarī’āt),
terutama dalam aspek menjaga kekayaan (yaḥfaẓ al-māl), supaya dapat
menghilangkan bahaya (yuzāl al-ḍoror) yang dialami ketika terlibat
transaksi (al-Ghozālī, 1993: 174; al-Suyūṭī,
1990: 83).
Berdasarkan perspektif tersebut,
kami menyusun program pembelajaran yang memadukan fiqh mu’āmalāt dan
literasi finansial. Uraian lengkap riset tersebut dapat dibaca melalui paper kami
berikut (Setiawan, Puspaningrum, & Umam. (2019):
Judul artikel : Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial
Penulis : Adib Rifqi Setiawan, Mita Puspaningrum, dan Khoirul Umam
Penerbit : Tarbawy : Indonesian Journal of Islamic Education
Volume : 6
Nomor :
2
Halaman : 187–102.
Referensi
al-Aṣfiḥānī,
Aḥmad ibn al-Ḥusayn. (2019).
al-Ghōyah wa al-taqrīb. Kudus: Pondok Pesantren Ath-Thullab.
al-Bantānī,
Muḥammad ibn ‘Umar. (2008). Nihāyatu al-zayn. Beirut:
Dār al-Fikr. URL: https://al-maktaba.org/book/6146
al-Dimyāṭī,
Abū Bakr ‘Utsman ibn Muḥammad. (1997).
I'ānatu al-ṭōlibīn. Beirut: Dār al-Fikr. URL: https://al-maktaba.org/book/33983
al-Ghozālī,
Abū Ḥāmid Muḥammad ibn Muḥammad. (1993).
Al-Mustaṣfā min ilm al-uṣūl. Beirut: Dār Kutub al-Ilmiyyah. URL: https://al-maktaba.org/book/5459
al-Ghozī,
Muḥammad ibn Qāsim. (2005).
Fatḥ al-qorīb al-mujīb. Beirut: Beirut: Dār ibn Ḥazm. URL: https://al-maktaba.org/book/33949
al-Ḥuṣnī,
Abū Bakr ibn Muḥammad. (1994).
Kifāyat al-akhyār. Damaskus: Dār al-Khoir. URL: https://al-maktaba.org/book/6140
al-Malībārī,
Aḥmad ibn 'Abd al-Azīz. (2005).
Fatḥ al-mu'īn bi syarḥ qurrotu al-ayn bi muhimmāt al-dīn. Beirut:
Beirut: Dār ibn Ḥazm. URL: https://al-maktaba.org/book/11327
al-Malībārī,
Aḥmad ibn 'Abd al-Azīz. (2019). Qurrotu
al-ayn bi muhimmāt al-dīn. Kudus: Pondok Pesantren Ath-Thullab.
al-Suyūṭī,
‘Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr. (1990).
al-Asybah wa al-naẓō'ir. Beirut: Dār al-Kutub al'Ilmiyyah. URL: https://al-maktaba.org/book/21719
al-Zuḥaylī,
Wahbah ibn al-Muṣṭōfā. (1989). al-Fiqh al-islāmī wa adillatuhu.
Damaskus: Dār al-Fikr. URL: https://al-maktaba.org/book/33954
Madjid,
Nurcholish. (1997).
Bilik-bilik pesantren: sebuah potret perjalanan. Jakarta Selatan:
Paramadina. URL: https://archive.org/details/nmbbp
Mahmada,
Nong Darol. (2001, 30 Juli – 05 Agustus). Membangun fikih yang pro-perempuan. Majalah
TEMPO, 22 (30). URL: https://majalah.tempo.co/read/81720/membangun-fikih-yang-pro-perempuan
Octavia,
Lanny. (2014,
01 Januari). Pendidikan karakter berbasis tradisi pesantren. Jakarta
Selatan: Renebook. URL: https://play.google.com/store/books/details/Pendidikan_Karakter_Berbasis_Tradisi_Pesantren?id=hEdODAAAQBAJ&hl=bs
OECD.
(2005,
Juli). Recommendation on principles and good practices for financial
education and awareness. Paris: Directorate for Financial and Enterprise
Affairs. URL: http://www.oecd.org/finance/financial-education/35108560.pdf
OECD.
(2015,
16 November). National strategies for financial education: oecd/infe policy
handbook. Paris: OECD Publishing. URL: https://www.oecd.org/daf/fin/financial-education/national-strategies-for-financial-education-policy-handbook.htm
OECD.
(2019,
26 April). Pisa 2018 assessment and analytical framework. Paris: OECD
Publishing. DOI: https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en
OJK.
(2017,
20 Desember). Strategi nasional literasi finansial indonesia (revisit 2017).
Jakarta Pusat: Otoritas Jasa Finansial (OJK). URL: https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/publikasi/Pages/Strategi-Nasional-Literasi-Finansial-Indonesia-(Revisit-2017)-.aspx
Setiawan, Adib Rifqi; Puspaningrum, Mita; & Umam, Khoirul. (2019, December 06). Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi
Literasi Finansial. Tarbawy : Indonesian Journal of Islamic Education,
6(02): 187–102. URL: https://ejournal.upi.edu/index.php/tarbawy/article/view/20887
Setneg.
(2013,
13 November). Sambutan presiden ri pd strategi nasional literasi finansial,
tgl 19 nov. 2013, di jcc. Jakarta Pusat: Kementerian Sekretariat Negara
Republik Indonesia. URL: https://www.setneg.go.id/baca/index/sambutan_presiden_ri_pd_strategi_nasional_literasi_finansial_tgl_19_nov_2013_di_jcc
Umar,
Nasaruddin. (2014,
24 Maret). Ketika fikih membela perempuan. Jakarta Pusat: Elex Media
Komputindo. URL: https://books.google.co.id/books/about/Ketika_Fikih_Membela_Perempuan.html?id=rYhKDwAAQBAJ&redir_esc=y