Menyelaraskan Pendidikan
untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Pandangan Islam Tradisional
RINGKASAN
Artikel ini menyajikan secara tidak sistematis tanpa
klaim kelengkapan tentang pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan yang
diselaraskan dengan perspektif Islam tradisional. Banyak penjelasan tersebut
berlaku untuk pembelajaran secara umum, tetapi jelas beberapa sangat penting
dalam pendidikan kajian Islam. Untuk kenyamanan, semua disajikan di sini
melalui bagian terpisah, meskipun semuanya saling terkait.
A. PENGANTAR
Dengan populasi dunia sebanyak 7 miliar orang dan sumber
daya alam yang terbatas, kita, sebagai individu dan masyarakat, perlu belajar
untuk hidup bersama secara berkelanjutan. Kita perlu mengambil tindakan secara
bertanggung jawab berdasarkan pemahaman bahwa apa yang kita lakukan hari ini
dapat memiliki implikasi pada kehidupan manusia dan planet ini di masa depan.
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan atau Education for Sustainable Development (ESD)
memberdayakan orang untuk mengubah cara mereka berpikir dan bekerja menuju masa
depan yang berkelanjutan.
UNESCO (United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan
Perserikatan Bangsa-Bangsa) bertujuan untuk meningkatkan akses ke pendidikan
berkualitas pada pembangunan berkelanjutan di semua tingkatan dan dalam semua
konteks sosial, untuk mengubah masyarakat dengan mengarahkan kembali pendidikan
dan membantu orang mengembangkan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan
perilaku yang diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan. Ini tentang
memasukkan isu-isu pembangunan berkelanjutan, seperti perubahan iklim dan
keanekaragaman hayati ke dalam pengajaran dan pembelajaran. Individu didorong
untuk menjadi aktor yang bertanggung jawab yang menyelesaikan tantangan,
menghormati keanekaragaman budaya, dan berkontribusi untuk menciptakan dunia
yang lebih berkelanjutan.
Terdapat peningkatan pengakuan internasional terhadap ESD
sebagai elemen integral dari pendidikan berkualitas dan pendorong utama untuk
pembangunan berkelanjutan. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals
(SDG) diadopsi oleh komunitas global selama 15 tahun ke depan termasuk ESD.
Target 4.7 dari SDG 4 tentang pendidikan membahas ESD dan pendekatan terkait
seperti Pendidikan Kewarganegaraan Global (Global
Citizenship Education). UNESCO bertanggung jawab atas koordinasi
Program Aksi Global atau Global
Action Programme (GAP) tentang ESD.
Indonesia adalah salah satu negara dengan populasi
terbesar di dunia dengan penduduk sebanyak 200-an juta. Luas wilayahnya yang
mencakup daratan dan lautan juga menempatkannya dalam 20 negara terbesar di
dunia. Bentang alam Indonesia yang terdiri dari laut, pulau, kepulauan, dan
pegunungan, dalam proses pembangunan dan pengembangannya dari masa ke masa,
menghasilkan banyak dampak. Dampak tersebut ada yang yang positif, namun ada
pula yang memberi dampak kesenjangan kehidupan di sebagian besar masyarakat.
Kondisi inilah yang memberi ruang bagi lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai
organisasi non pemerintah (Ornop) untuk berperan pada pergerakan di tingkat
akar rumput untuk dan dari masyarakat dalam rangka mencapai penghidupan yang
lebih baik dan berkelanjutan.
Perjalanan yang cukup panjang menunjukkan bahwa sejumlah
LSM di beberapa daerah menjalin kemitraan dengan pemerintah di daerah
masing-masing maupun pihak terkait lainnya. Secara umum dapat dikatakan
keberadaan LSM di masyarakat maupun pemerintah diterima dan diakui memberikan
hasil dan dampak positif. Dalam pengembangan dan penerapan program ESD antara lain
sejumlah pemangku kepentingan termasuk organisasi sipil/lembaga swadaya
masyarakat juga ikut berperan penting. Menjelang berakhirnya Dekade PPB (2005 –
2014) sebagaimana dicanangkan UNESCO sekitar satu dekade lalu, sejumlah
penggerak PPB/aktivis LSM tergerak untuk melihat sejauh mana PPB dikenal,
dipahami, dan dilaksanakan di Indonesia. Perjalanan program PPB di Indonesia
dan pendampingan oleh LSM tersebut perlu direkam dan didokumentasikan sebagai
bahan masukan dan pembelajaran bersama.
Artikel ini menjelaskan keselarasan antara pendidikan
untuk pembangunan berkelanjutan dan perspektif Islam tradisional. Melalui
uraian seadanya ini, diharapkan pelaku pendidikan kajian Islam turut
mempertimbangkan aspek lingkungan dalam pembelajaran, sekaligus memberi tambahan
dukungan untuk semua pihak agar dapat bersatu dalam mewujudkan pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan.
B. PANDANGAN
ISLAM TERHADAP MASALAH LINGKUNGAN
Kehadiran
Islam (Arab: الإسلام)
sebagai satu set ajaran (Arab: الدين)
yang menyebarkan kasih tanpa pilih kasih kepada seluruh komponen alam raya
(Arab: رحمة للعالمين) hanya bisa
bermakna secara utuh kalau turut menyertakan aspek kesadaran terhadap
lingkungan (Inggris: environmental awareness). Fakta bahwa manusia
merupakan bagian dari siklus energi dan rantai materi alam raya yang saling
menopang harus menjadi bagian dari kesadaran beragama. Sehingga perlu
dikembangkan nilai persaudaraan lain yang tidak hanya ditujukan kepada sesama
manusia saja, tetapi kepada sesama makhluk Allah (alam raya). Persaudaraan
antar sesama manusia (Arab: أُخُوَّة
بَشَرِيَّة) sangat baik dalam menghadapi interaksi sosial yang majemuk.
Namun, persaudaraan antar sesama komponen alam raya (Arab: أُخُوّة
عَالَمِيّة) seperti dengan kucing dan udara juga perlu dipupuk.
1. Tuturan al-Qur’ān terkait Kepedulian
Terhadap Lingkungan
Allah
tidak rela terhadap perusakan lingkungan, seperti ditunjukkan dalam al-Baqoroh
(Arab: سورة البقرة) ayat 205
berikut:
وَإِذَا
تَوَلَّى سَعَى فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ
وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ
yang
ditafsirkan oleh ‘Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī dalam Tafsīr
al-Jalālayn (Arab: تفسير الجلالين)
berikut (al-Maḥallī & al-Suyūṭī, 2010: 43):
“(Dan apabila ia
berpaling) dari hadapanmu (ia berjalan di muka bumi untuk membuat kerusakan
padanya dan membinasakan tanam-tanaman dan binatang ternak) untuk menyebut
beberapa macam kerusakan itu (sedangkan Allah tidak menyukai kerusakan),
artinya tidak rela terhadapnya.”
Sehingga
peduli lingkungan adalah wujud keimanan, seperti ditunjukkan dalam al-A’rōf
(Arab: سورة الأعراف) ayat 85
berikut:
وَإِلَى
مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ
إِلَهٍ غَيْرُهُ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ فَأَوْفُوا الْكَيْلَ
وَالْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوا فِي
الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
yang
ditafsirkan oleh ‘Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī dalam Tafsīr
al-Jalālayn berikut (al-Maḥallī & al-Suyūṭī, 2010:
205):
“Dan) Kami telah mengutus
(kepada penduduk Madyan saudara mereka Syuaib. Ia berkata, "Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya
telah datang kepadamu bukti yang nyata) yakni mukjizat (dari Tuhanmu) yang
membenarkan kerasulanku (Maka sempurnakanlah) genapkanlah (takaran dan
timbangan dan janganlah kamu kurangkan) maksudnya menekorkan (bagi manusia
barang-barang takaran dan timbangan mereka dan janganlah kamu membuat kerusakan
di muka bumi) dengan kekafiran dan maksiat-maksiat (sesudah Tuhan
memperbaikinya) dengan mengutus rasul-rasul-Nya (Yang demikian itu) yang telah
disebutkan itu (lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang
beriman) yang menghendaki keimanan, maka bersegeralah kamu kepada keimanan.”
Pasalnya
alam semesta merupakan anugerah dari Allah untuk manusia, seperti dalam Luqmān
(Arab: سورة لقمان) ayat 20
berikut:
أَلَمْ
تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً وَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُنِيرٍ
yang
ditafsirkan oleh Muḥammad ibn Aḥmad al-Maḥallī dalam Tafsīr al-Jalālayn
berikut (al-Maḥallī & al-Suyūṭī, 2010:
542):
(Tidaklah kalian
perhatikan) hai orang-orang yang diajak bicara, tidakkah kalian ketahui (bahwa
Allah telah menundukkan untuk kepentingan kalian apa yang di langit) yaitu
matahari, bulan dan bintang-bintang supaya kalian mengambil manfaat daripadanya
(dan apa yang di bumi) berupa buah-buahan, sungai-sungai dan binatang-binatang
(dan menyempurnakan) artinya meluaskan dan menyempurnakan (untuk kalian
nikmat-Nya lahir) yaitu diberi bentuk yang baik, anggota yang paling sempurna
dan lain sebagainya (dan batin) berupa pengetahuan dan lain sebagainya. (Dan di
antara manusia) yakni penduduk Mekah (ada yang membantah tentang keesaan Allah
tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk) dari Rasul (dan tanpa Kitab yang memberi
penerangan) yang telah diturunkan oleh Allah, melainkan dia melakukan hal itu
hanya secara taklid atau mengikut saja.
2. Tuturan al-Ḥadīts terkait Kepedulian
Terhadap Lingkungan
Dalam
buku Riyāḍ al-Ṣōliḥīn (Arab: رياض
الصالحين) karya Abū Zakariyyā Yahyā ibn Syarof al-Nawawī banyak terdapat
al-Ḥadīts terkait lingkungan, seperti:
a. Berbuat
baik kepada binatang (an-Nawawī, 2007: 61):
عن
أبي هريرةَ رضي الله عنه قَالَ:
أنَّ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: «بَينَما رَجُلٌ يَمشي بِطَريقٍ
اشْتَدَّ عَلَيهِ العَطَشُ، فَوَجَدَ بِئرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشربَ، ثُمَّ خَرَجَ
فإذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يأكُلُ الثَّرَى مِنَ العَطَشِ، فَقَالَ الرَّجُلُ: لَقَدْ
بَلَغَ هَذَا الكَلْبُ مِنَ العَطَشِ مِثلُ الَّذِي كَانَ قَدْ بَلَغَ مِنِّي،
فَنَزَلَ البِئْرَ، فَمَلأَ خُفَّهُ مَاءً ثُمَّ أمْسَكَهُ بفيهِ حَتَّى رَقِيَ،
فَسَقَى الكَلْبَ، فَشَكَرَ اللهَ لَهُ، فَغَفَرَ لَهُ» قالوا: يَا رَسُول اللهِ،
إنَّ لَنَا في البَهَائِمِ أَجْرًا؟ فقَالَ: «في كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أجْرٌ»
مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
yang dapat diartikan:
Abu Huroiroh
mengungkapkan bahwa Rosulullōh bersabda: “Ketika seorang lelaki sedang kehausan
dalam perjalanan, dia menemukan sumur kemudian masuk ke dalam sebuah sumur
tersebut, lalu minum di sana. Kemudian setelah lelaki tersebut keluar,
tiba-tiba dia mendapati seekor anjing di luar sumur yang sedang menjulurkan
lidahnya dan menjilat-jilat tanah lembab karena kehausan. Lelaki tersebut
berkata, ‘Anjing ini telah merasakan apa yang baru saja saya rasakan.’ Kemudian
dia kembali turun ke sumur dan memenuhi sepatunya dengan air lalu membawanya
naik dengan menggigit sepatu itu. Sesampainya di atas dia memberi minum anjing
tersebut. Karena perbuatannya tadi Allah berterimakasih kepadanya dan
mengampuni dosanya.” Para Ṣoḥabat bertanya, “Rosulullōh, apakah kalau kami
mengasihi binatang kami mendapatkan pahala?” Beliau bersabda, “Berbuat baik
kepada setiap makhluk pasti mendapatkan pahala.”
b. Anjuran
menenam pohon (an-Nawawī, 2007: 64):
عن
جَابرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُول الله صلى
الله عليه وسلم:: «مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إلاَّ كَانَ مَا أُكِلَ
مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً، وَمَا سُرِقَ مِنهُ لَهُ صَدَقَةً، وَلاَ يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ
إلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
yang dapat diartikan:
Jābir mengungkapkan bahwa
Rosulullōh bersabda: “Seorang muslim yang menanam sebuah kemudian dimakan oleh
burung, manusia, atau binatang, akan mendapat pahala sedekah”.
c. Larangan
mencemari lingkungan (an-Nawawī, 2007: 490):
عن
أَبي هريرة رضي الله عنه: أنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «اتَّقُوا
اللاَّعِنَيْنِ» قالوا: وَمَا اللاَّعِنَانِ؟ قَالَ: «الَّذِي يَتَخَلَّى في
طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ في ظِلِّهِمْ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
yang dapat diartikan:
Abu Huroiroh
mengungkapkan bahwa Rosulullōh bersabda: “Kalian perlu menghindari dua hal yang
dapat mendatangkan laknat!” Para Ṣoḥabat bertanya, “Apa dua hal yang dapat
mendatangkan laknat?” Beliau menjawab: “Yaitu yang buang air di jalan yang
biasa dilalui oleh manusia atau di tempat mereka berteduh.”
3. Wawasan dari Beberapa Buku Fiqih
Sebagai
disiplin ilmu yang menghasilkan produk berupa aturan dasar umat Islam dalam
setiap aspek keseharian dari konteks personal hingga sosial, Fiqih memiliki
peran utama dalam merumuskan pengelolaan lingkungan yang sesuai dengan hukum syar’i.
Apalagi Fiqih punya kekhasan dalam membahas permasalahan berupa panduan
operasional dengan indikator empiris yang terkait dengan keseharian manusia,
baik dalam konteks personal, lokal, nasional, dan global.
Beberapa
textbook Fiqih yang memuat konten Fiqih secara lengkap, seperti Fatḥ
al-Mu'īn (Arab: فتح المعين)
dan Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb (Arab: فتح
القريب المجيب), menunjukkan bahwa Fiqih memiliki kepedulian lingkungan dalam
setiap pembahasan. Misalnya: pembahasan kebersihan (Arab: الطهارة),
pembukaan lahan (Arab: إحياء الموات),
dan penggunaan lahan (Arab: المساقاة)
(al-Ghozī, 2005;
al-Mālībarī, 2005).
Kepedulian lingkungan ini menegaskan bahwa produk Fiqih secara praktis
ditujukan untuk meraih manfaat dan mencegah madarat (Arab: جلب
المصالح ودرء المفاسد).
Produk
Fiqih tersebut selaras dengan tujuan syarī’at (Arab: مَقْصُودُ
الشَّرْعِ) yang diuraiakan dalam oleh Abū Ḥāmid Muḥammad ibn Muḥammad
al-Ghozālī ke dalam lima indikator, yaitu: menjaga agama (Arab: يَحْفَظ
الدِينَ), menjaga tubuh (Arab: يَحْفَظ
النَفْسَ), menjaga pemikiran (Arab: يَحْفَظ
العَقْلَ), menjaga generasi (Arab: يَحْفَظ
النَسْلَ), dan menjaga kekayaan (Arab: يَحْفَظ
المَالَ) (al-Ghozālī, 1993: 174). Kepedulian
lingkungan yang ditunjukkan melalui kegiatan merawat kelestarian lingkungan
merupakan upaya untuk mewujudkan kelima indikator tujuan syarī’at
tersebut, sehingga termasuk perbuatan yang baik (Arab: مَصْلَحَةٌ).
Kosok balinya, setiap perilaku yang punya potensi merusak lingkungan punya
makna setara dengan perbuatan mengancam agama, tubuh, pemikiran, kekayaan, dan
generasi, sehingga termasuk perbuatan yang buruk (Arab: مَفْسَدَةٌ).
B. DAMPAK GAGASAN
ESD TERHADAP PENDIDIKAN
Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan memungkinkan
setiap manusia untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang diperlukan utuk membentuk masa depan yang berkelanjutan.
Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan mengandung isu-isu kunci tentang
pembangunan berkelanjutan ke dalam pengajaran dan pembelajaran; sebagai contoh,
perubahan iklim, pengurangan risiko bencana, keanekaragaman hayati, penurunan
kemiskinan, dan konsumsi berkelanjutan. Secara teknis, dapat dikatakan bahwa
ESD berupaya untuk mendorong:
1. Sistem pendidikan yang relevan
Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan membekali
peserta didik dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai ke dalam
kehidupan sosial, lingkugan dan tantangan ekonomi kontemporer.
2. Transformasi pendidikan
Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan menggunakan
cara pembelajaran yang inovatif, pengajaran yang berpusat pada siswa, bermacam
gaya pembelajaran. Memberdayakan siswa dan menjadikan mereka agen dalam proses
pendidikan, dari usia dini sampai usia tua. Hal tersebut dapat meningkatkan
pembelajaran di luar batas pendidikan.
3. Meningkatkan rasa keadilan dan saling
menghormati
Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan membantu
peserta didik memahami situasi, pandangan dan kebutuhan orang-orang yang
tinggal di tempat lain atau milik generasi yang lain (berikutnya).
4. Membantu mengatasi perubahan iklim
Tak kurang dari 175 juta anak-anak akan dipengaruhi oleh
bencana yang terkait dengan perubahan iklim yang terjadi dalam decade
berikutnya. Pendidikan pembangunan berkelanjutan mempersiapkan siswa
beradaptasi dari dampak perubahan iklim dan memberdayakan mereka untuk
mengatasi penyebabnya.
5. Membangun masyarakat yang ramah
lingkungan
Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan melengkapi
siswa dengan keterampilan untuk ramah lingkungan guna membantu melesatikan atau
mengembalikan kualitas lingkungan, dan meningkatkan kesejahteraan manusia dan
keadilan social. Hal ini memotivasi peserta didik untuk memilih gaya hidup yang
berkelanjutan.
D. PENUTUP
Uraian
yang disampaikan menunjukkan bahwa pendidikan
untuk pembangunan berkelanjutan atau ESD memiliki keselarasanan dengan
Islam. Di Indonesia, pendidikan lingkungan termasuk dalam pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) dan Pendidikan Agama Islam (PAI). Untuk IPA, fokus
pembahasan utama terhadap dampak pemanasan global terhadap lingkungan serta
sumber daya energi (Kemdikbud, 2016).
Sementara untuk pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), pembahasan lingkungan
muncul dalam bentuk tuturan al-Qur’ān dan al-Ḥadīts serta aturan Fiqih terkait
pelestarian lingkungan (Kemenag, 2013).
Walau
begitu, kami menganggap bahwa pembahasan tersebut kurang sangkil dan mangkus
untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan. Pasalnya topik lingkungan yang termasuk
dalam pelajaran IPA, hampir tidak diperhatikan dengan serius. Apalagi
topik-topik tersebut diletakkan di urutan terakhir pembelajaran setiap kelas.
Sementara dari PAI lebih tidak terurus lagi, lantaran kebanyakan pembelajaran
berfokus pada menghafal tuturan al-Qur’ān dan al-Ḥadīts serta menumpuk
pengetahuan Aqidah, Fiqih, dan Akhlaq. Padahal bila memang bertujuan untuk
menumbuhkan kesadaran lingkungan, pembelajaran tidak hanya fokus pada dampak
pencemaran lingkungan, melainkan turut menyertakan pemahaman penyebab dasar
perubahan lingkungan. Dengan demikian, kami menyampaikan usulan pembelajaran
yang secara langsung mengaitkan antara perspektif Islam tradisional dengan
topik terkait ESD.
Bentuk
teknis kaitan tersebut ialah dalam pembelajaran dapat dibuat dengan yang
bertujuan untuk membahas masalah lingkungan dengan diperkaya Kaidah Fiqih, yang
merupakan rumusan tentang beragam aturan fiqih untuk memetakan aturan secara
menyeluruh. Dalam hal ini, hanya dipilih kaidah keempat dari lima kaidah utama
yaitu, “menghilangkan bahaya” (Arab: الضَّرَرُ
يُزَالُ). Pilihan ini didasari alasan bahwa kaidah yang memiliki empat
cabang tersebut dipandang paling tepat untuk membahas masalah lingkungan
dibanding empat kaidah utama lain (al-Suyūṭī, 1990: 83-8). Sementara
konsep ekologi yang diambil berupa Faktor Penunjang Kehidupan di Bumi,
Ekosistem, dan Perubahan Lingkungan (Miller & Spoolman, 2009).
Paduan
antara Kaidah Fiqih dan Konsep Ekologi tersebut digunakan sebagai konten
pembelajaran untuk melatih Literasi Saintifik. Indikator yang digunakan
mengadopsi Domain Kompetensi Literasi Ilmiah dari kerangka kerja PISA (Programme
for International Student Assessment; Program Penilaian Pelajar
Internasional). Adopsi tersebut dilakukan karena pembelajaran yang dilakukan
menekankan kemampuan siswa untuk menerapkan pengalaman pembelajaran terhadap
keputusan dalam menghadapi keseharian. Sementara uraian Literasi Saintifik yang
berpusat kepada Domain Kompetensi dari kerangka kerja PISA bisa dipakai untuk
mendukung penekanan tersebut. Domain Kompetensi yang dimaksud ialah:
Menjelaskan fenomena secara ilmiah (KA), Mengevaluasi dan merancang
penyelidikan ilmiah (KB), serta Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (KC) (OECD,
2017: 79-82).
Matriks
Rancangan Usulan Program Pembelajaran
|
|||
Topik Pembelajaran
|
Kaidah Fiqih
|
Konsep Ekologi
|
Keterampilan yang dilatih
|
Ekosistem
|
الْقَاعِدَةُ الْفِقْهِية الرَّابِعَةُ: الضَّرَرُ
يُزَالُ
|
Faktor
penting penunjang kehidupan di Bumi:
1. Aliran energi
2.
Siklus nutrisi
3.
Gaya gravitasi
|
1.
Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai (KA-1)
2.
Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan ilmiah bagi masyarakat
(KA-5)
|
Ekosistem
|
الْقَاعِدَةُ الْوَاحِدَةُ مِنْ الْقَاعِدَةُ
الرَّابِعَةُ: الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ الْإِمْكَانِ
|
Komponen
utama ekosistem:
1. Tipe Ekosistem 2. Keragaman Hayati |
1.
Membedakan pertanyaan yang bisa diselidiki secara ilmiah (KB-7)
2.
Menganalisis dan menafsirkan data dan menarik kesimpulan yang tepat (KC-12)
|
Ekosistem
|
الْقَاعِدَةُ الثَّانِيَةُ مِنْ الْقَاعِدَةُ
الرَّابِعَةُ: مَا أُبِيحَ لِلضَّرُورَةِ يُقَدَّرُ بِقَدْرِهَا
|
Interaksi
antar komponen ekosistem:
1.
Piramida ekologi
2.
Aliran energi
3.
Daur biogeokimia
4.
Dinamika komunitas
|
1.
Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan model dan representasi yang
jelas (KA-2)
2.
Mengubah data dari satu representasi ke yang lain (KC-11)
|
Perubahan
Lingkungan
|
الْقَاعِدَةُ الثَّالِثَةُ مِنْ الْقَاعِدَةُ الرَّابِعَةُ:
الضَّرَرَ لَا يُزَالُ بِالضَّرَرِ
|
Perubahan
Lingkungan:
1.
Pengurangan keragaman hayati
2.
Pencemaran lingkungan
|
1.
Mengidentifikasi pertanyaan dari penelitian ilmiah yang diberikan (KB-6)
2.
Membedakan antara argumen yang didasarkan pada bukti ilmiah dan teori dan
argumen berdasarkan pertimbangan lain. (KC-14)
|
Perubahan
Lingkungan
|
الْقَاعِدَةُ
الرَّابِعَة مِنْ الْقَاعِدَةُ الرَّابِعَةُ: إذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ
رُوعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا
|
Penanganan
pencemaran lingkungan:
1.
Dampak perubahan lingkungan terhadap komponen ekosistem
2.
Pelestarian keragaman hayati
3.
Penanganan limbah
4.
Adaptasi dan Mitigasi
|
1.
Mengusulkan cara mengeksplorasi pertanyaan yang diberikan secara ilmiah
(KB-8)
2.
Mengevaluasi cara mengeksplorasi pertanyaan yang diberikan secara ilmiah
(KB-9)
|
REFERENSI
al-Ghozālī, Abū Ḥāmid
Muḥammad ibn Muḥammad. (1993). Al-Mustaṣfa min
‘Ilm al-Uṣul: 174. Beirut: Dār Kutub al-‘Ilmiyyah.
al-Ghozī, Abū
'Abdullōh Muḥammad ibn Qōsim. (2005).
Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb. Beirut: Dār ibn Ḥazm.
al-Maḥallī, Muḥammad
ibn Aḥmad & al-Suyūṭī, ‘Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr. (2010). Tafsīr
al-Jalālayn. Cairo: Dār al-Ḥadīts.
al-Mālībarī, Aḥmad
ibn 'Abd al-Azīz. (2005).
Fatḥ al-Mu'īn. Beirut: Dār ibn Ḥazm.
al-Nawawī, Abū
Zakariyyā Yahyā. (2007).
Riyāḍ al-Ṣōliḥīn. Damaskus: Daar Ibn Katsir.
al-Suyūṭī, ‘Abd
al-Raḥmān ibn Abī Bakr. (1990). al-Asybah wa
al-Nadō'ir. Beirut: Dār al-Kutub al'Ilmiyyah.
Kemdikbud. (2016).
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 tentang
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran Pada Kurikulum 2013. Jakarta
Pusat: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Kemenag. (2013).
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 912 Tahun 2013 tentang
Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab.
Jakarta Pusat: Kementerian Agama Republik Indonesia.
Miller, G. Tyler
& Spoolman, Scott E.. (2009). Essentials of
Ecology, 5th Edition. Boston: Brooks/Cole.
OECD. (2017).
Pisa for Development Assessment and Analytical Framework: Reading,
Mathematics and Science, Preliminary Version: 79–82. Paris: OECD Publishing.