Basic Islamic Studies for Children


— basic islamic studies for children from my traditional islamic perspective

Basic Islamic Studies for Children — basic islamic studies for children from my traditional islamic perspective

بسم الله و الحمد لله الذي يفتتح بحمده كل رسالة ومقالة والصلاة والسلام على سيدنا محمد ابن عبد الله صاحب النبوة والرسالة وعلى آله وأصحابـه الهادين من الضلالة ومن تبع سنته وجماعته من يومنا هذا إلى يوم النهضية

“I have been interested in basic Islamic studies for children (it's equivalent for beginner), for a long time and would like to discuss it based on the principle that I have limitations. The main limitations is my very evident lack of knowledge and understanding of religion (a lack which will grow more apparent as we proceed). In the second place, from the way that I am preparing to write this essay, it may seem that I am trying to telling how to teach Islamic studies. But, I am not at all in any way, because I don't know anything about small children. I have one brother (my children is yet to come...), so I know that I don't know. As a matter of fact, I have experience in teaching students in  branches of science (natural sciences, religious sciences, formal sciences, social sciences, as well as interdisciplinary studies). As a result of the experience I know that I don't know how to teach.”
— Alobatnic, a huge fans of BLΛƆKPIИK’s Rosé

Membahas tentang kajian keislaman (الدراسات الإسلامية/Islamic studies) tingkat dasar, saya teringat dengan beberapa tuturan berikut:
1. Penggalan al-Qur’ān di surat al-Baqoroh ayat 208 berikut:
« يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ»
2. al-Ḥadīts al-Nabawī yang diceritakan oleh Bukhōrī yang isinya seperti berikut:
«بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ»
3. al-Ḥadīts al-Nabawī oleh Muslim yang cuplikan tuturannya berikut:
«الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُومَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا»
4. Pandangan al-Ghozalī dan Ibn Sīnā terkait pendidikan yang diulas cantik masing-masing oleh Nabil Nofal dan Abd al-Rahman al Naqib
5. Pandangan Nong Darol Mahmada terhadap Islam melalui beberapa artikelnya yang saya baca maupun ucapan yang disampaikan kepada saya

Nong Darol Mahmada, walau mungkin dianggap remeh oleh sebagian orang, buat saya adalah teladan mengagumkan. Makanya setiap berjumpa dengannya, saya selalu berusaha untuk mencium tangannya laiknya kebiasaan santri pada umumnya, meski dirinya kerap buru-buru menarik tangannya. Apalagi Mbak Nong, sapaan saya kepadanya, dapat dibilang sebagai guru dalam arti sempit yakni mendidik saya secara langsung. Dirinya bukanlah orang yang memengaruhi saya melalui karya belaka, melainkan dari interaksi yang dijalin bersama.

Peran paling penting Mbak Nong bermula dari tuturan yang ditulis dalam artikel Membangun Fikih yangPro-Perempuan, “Bangunan dan hasil pemikiran atau ijtihad para ulama klasik terhadap penafsiran Alquran dan hadis atau biasa disebut fikih menjadi landasan legal-formal umat Islam dalam beribadah dan berkehidupan sosial. Dalam fikih itulah semua kehidupan umat Islam diatur, dari kehidupan pribadi seperti nikah, puasa, zakat, salat, dan khitan, hingga kehidupan sosial dan politik.”

Dari situlah saya kemudian mendapatkan pintu paling enak buat memahami Islam secara sistematis. Kekhasan Fikih berupa uraian kontennya disusun urut dari kebutuhan personal sampai publik, dengan langkah penyusunan yang dapat dilakukan kembali oleh orang lain, yang hasilnya dapat dijustifikasi berdasarkan kaidah yang jelas, selaras dengan kecenderungan saya yang menyukai Fisika. Tidak sulit buat saya untuk menerima konstruksi Fikih yang demikian, walau dari sisi sumber pengambilan bahan kajian memang berbeda seutuhnya dengan Fisika.

Dalam perjalanan pribadi selama mempelajari Islam sendiri, Fikih memang sangat dominan, khususnya sejak menjadi murid Pak Muhammad Arifin Fanani. Menjadi murid Pak Arifin sebagai santri mukim di MUS-YQ yang diasuhnya, adalah anugerah tersendiri buat saya. Ragam model pembelajaran Fikih, mulai bandongan, sorogan, sampai musyawaroh tidak hanya menunjukkan cara belajar, juga mengajar. Karena itu, mohon maaf kalau Fikih terasa sangat mendominasi dalam esai yang fokus kepada pertanyaan berikut:
1.       Apa kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kajian keislaman tingkat dasar?
2.       Bagaimana struktur kurikulum untuk memenuhi kebutuhan tersebut?
3.       Mengapa struktur tersebut lebih dipilih ketimbang yang lain?

To be continued...

K.Sn.Wg.080540.140119.00:16