Di
negara yang masih belum mapan secara ekonomi, menekuni sains-sains dasar
termasuk di dalamnya adalah astronomi di jenjang pendidikan tinggi, tidak akan
terhindar dari pertanyaan seputar keuntungan finansial/ekonomi (financial/economical
benefits) yang dapat diraih dari pilihan tersebut. Terlebih bagi keilmuan
astronomi yang secara kodrati subjek kajiannya melibatkan objek-objek luar
Bumi, paradigma pragmatis di atas dan stereotip bahwa ia jauh dari aplikasi
praktis seolah memperoleh pembenarannya. Sejatinya, astronomi adalah dekat
karena ia merupakan “pelarian” manusia dalam usaha pencariannya atas
keteraturan yang dapat dijadikan acuan dalam membangun sebuah sistem waktu.
Berangkat dari pemahaman atas keteraturan gerak Matahari di bola langit yang
dipadupadankan dengan irama nafas alam biotik dalam merespon paparan radiasi
kalor bintang terdekat dengan Bumi ini, penduduk Nusantara yang berdiam di
antara Gunung Merapi dan Merbabu pernah mengenal Pranatamangsa sebagai panduan
mereka dalam bercocok tanam. Hal yang sama dikenal pula dengan sebutan
Porhalaan di kalangan suku Batak, Wariga di Bali, maupun Kertamangsa di Tatar
Sunda, meski kemudian kerusakan lingkungan fisik maupun biotik oleh sebab
antropogenik diyakini memiliki andil pula atas hilangnya kearifan khas
Nusantara tersebut pada masa kini.
Masuknya
Islam di Nusantara turut pula dalam menyajikan bukti bahwa astronomi memiliki
aplikasi praktis dalam kehidupan keseharian, hal mana berkaitan dengan
kewajiban bagi penganutnya untuk melakukan ritual wajib lima kali dalam sehari
semalam dalam waktu-waktu tertentu dengan menghadapkan wajah ke arah tertentu
pula. Guna memperoleh waktu-waktu ritual tersebut manusia dituntut untuk dapat
membaca tanda-tanda alam yang ditinggalkan Matahari, yang dalam bentuk
sederhana ditempuh dengan mengamati bayang-bayang dan cahaya fajar ataupun
senja. Hal ini berlanjut terus hingga sekarang, meski aktivitas mengobservasi
tersebut telah ditinggalkan karena kemudahan yang diberikan oleh kehadiran
penunjuk waktu mekanik yang didasarkan pada hasil perhitungan model matematis
pergerakan Matahari maupun kehadiran teknologi GPS dalam memberikan petunjuk
arah berakurasi tinggi.
Menjadi
anggota dalam sebuah sistem keplanetan dengan bintang induk berupa bintang
tunggal, Bumi diuntungkan karena berada di zona layak huni (habitable zone)
yang memungkinkan air hadir dalam tiga fase sekaligus. Posisi Bumi di jarak
yang tepat ini berperan vital dalam menghadirkan keanekaragaman bentuk
kehidupan, mulai dari kehidupan paling sederhana bersel satu hingga yang paling
kompleks berupa organisme cerdas. Ruang di sekitar Bumi yang memenuhi
ketidaksamaan jarak orbit terdekat dari Matahari (perihelion, q)
< 1,3 satuan astronomi dan jarak orbit terjauh dari Matahari (aphelion,
Q) > 0,98 satuan astronomi disebut sebagai ruang dekat-Bumi. Dari
observasi diketahui bahwa ruang ini dihuni oleh mayoritas berupa asteroid
dengan jumlah populasi yang masih terus bertambah. Menjadi kekhawatiran
tersendiri manakala asteroid berukuran besar (dalam orde kilometer) namun gelap
luput dari patroli langit yang dilakukan. Meski mayoritas dari populasi
asteroid dekat-Bumi (ADB) ini berakhir sebagai penumbuk Matahari atau terlempar
ke bagian luar Tata Surya, sekitar 1%-nya berpeluang mengakibatkan bencana
dalam skala regional hingga global saat bertumbukan dengan Bumi.
Sekelumit
contoh yang dikemukakan di atas dimaksudkan untuk menunjukkan betapa dekat
astronomi dengan kehidupan keseharian manusia. Bahkan astronomi dapat hadir
sebagai isu bersama manakala bersinggungan dengan keberlangsungan hidup ras
manusia di atas planet ini. Pemahaman yang dibangun manusia terhadap
regularitas alam yang bermuara menjadi tata kelola sumber daya dan lingkungan
yang baik inilah yang oleh manusia sekarang disebut sebagai kearifan (wisdom).
Astronomi yang sejatinya adalah sains pengamatan telah mengajarkan bahwa alam
selayaknya menjadi guru sekaligus sumber inspirasi yang tiada habisnya. Dengan
semangat terus belajar dan menggali inspirasi dari semesta, manusia dapat
memantaskan dirinya untuk menjadi pengelola Bumi dengan kearifan yang
paripurna.
K.Sb.Wg.091039.230618.03:26