— to write nor not to write
Manusia
beragama dan berbudaya bukan hanya membutuhkan sandang, pangan, papan. Sebab
kalau cuma sekadar sandang, pangan, papan, binatang pun memiliki itu. Binatang
tidak perlu sekolah tapi bisa mencari makan sendiri. Binatang tidak perlu punya
uang untuk bisa membeli baju. Binatang pun tidak perlu punya uang untuk bisa
membangun rumah. Yang binatang tidak lakukan ialah belajar Matematika. Jadi,
kalau ada manusia yang merasa beragama dan mengira berbudaya tapi tidak belajar
Matematika, manusia itu telah mengambil inisiatif menjadi binatang.
Abū
Ḥāmid Muḥammad al-Ghazālī, sufi asal Persia, menyebut bahwa Matematika
merupakan ilmu yang berkaitan dengan aritmetika, geometri, dan astronomi.
Menurut al-Ghazālī, Matematika sama sekali tidak terkait dengan perkara
keagamaan, baik sebagai pembuktian maupun penyangkalan. Lebih lanjut al-Ghazālī
menuturkan kalau tumpuan Matematika adalah pembuktian Matematis, yang tidak
bisa dibantah setelah diketahui dan dipahami.[i]
Galileo
Galilei, fisikawan asal Italia, menyebut bahwa Matematika merupakan bahasa Alam
Raya. Menurut Galileo, Alam Raya tidak bisa dibaca sampai bahasanya dipahami,
ialah Matematika. Lebih lanjut Galileo menuturkan kalau huruf-huruf bahasa Alam
Raya ialah segitiga, lingkaran, dan bangun lainnya, yang tanpa itu semua
manusia mustahil untuk memahami satu kata laiknya berkeliaran di labirin gelap.[ii]
Tuturan
Galileo didukung oleh Richard Phillips Feynman, fisikawan asal Amerika Serikat,
dengan menyebut bahwa ketidaktahuan mengenai Matematika menyulitkan untuk
menemukan keindahan terdalam dari Alam Raya. Menurut Feynman, Matematika
merupakan pemisah antara antara dua budaya, ialah ilmu alam dan ilmu sastra,
yang diucapkan oleh Charles Percy Snow, fisikawan sekaligus sastrawan asal
Inggris[iii].
Lebih lanjut Feynman menuturkan kalau ingin belajar tentang Alam Raya, untuk
mengapresiasi Alam Raya, bahasa alam perlu dipahami lebih dulu.[iv]
Terkait
keindahan, Wolfgang Sartorius von Waltershausen mengungkapkan perkataan Johann
Carl Friedrich Gauss, fisikawan asal Jerman, yang menyebut bahwa Matematika
merupakan Ratunya ilmu dan Aritmetika adalah Ratunya Matematika. Sebagai Ratu,
Matematika berperan memberi pelayanan kepada Astronomi maupun bagian lain dari
Ilmu Alam. Sebutan Gauss mengenai Matematika sebagai Ratu yang memberi
pelayanan serupa dengan filsafat sosok Semar dari bangsa Jawa. Ia memiliki
tempat tertinggi, sekaligus terendah. Itulah yang membuat Gauss menyimpulkan
kalau Matematika berhak atas tempat pertama.[v]
Penjelasan
Gauss cukup membuka mata bahwa Matematika dan Ilmu Alam tidak identik. Feynman
sendiri menegaskan kalau Matematika bukan Ilmu Alam, keabsahan Matematika tidak
perlu melalui percobaan laiknya Fisika misalnya.[vi]
Bahkan Matematika kerap tidak memberikan sebuah kepastian dan jauh dari
kenyataan. Albert Einstein, fisikawan asal Jerman, menyebut bahwa sejauh
hukum-hukum Matematika mengacu pada kenyataan, mereka tidak pasti dan sejauh
mereka pasti, mereka tidak mengacu pada kenyataan.[vii]
Wajar
kalau kemudian Alam Raya, walau sudah disusun beberapa disiplin ilmunya, terus
tetap tidak mudah dipahami lantaran pembantunya saja, yang memberi pelayanan,
adalah Ratunya ilmu. Sang Ratu ini sendiri, alih-alih ditaklukkan, untuk dapat
dimengerti pun susah sekali. Douglas Giancoli, penulis buku teknis Fisika,
dengan tegas menyebut bahwa Matematika dapat menjadi hambatan bagi pemahaman
siswa.[viii]
Matematika
sebagai sebuah disiplin ilmu membahas tentang jumlahan, bangunan, hubungan, dan
ketidakpastian. Tan Malaka, pengajar Matematika asal Indonesia, menuturkan bahwa
Matematika ialah ilmu tentang bidang dan bilangan. Tuturan ini disampaikan Tan
Malaka pada kerangka menjadikan cara berpikir Matematika sebagai model dalam
merumuskan Madilog. Tan Malaka tidak menafikan sekaligus tidak
mempertimbangkan bidang aljabar lantaran dipandang kurang melatih keragaman cara
menyelesaikan persoalan.[ix]
Walau
banyak pendapat disampaikan beberapa orang, boleh dibilang tidak ada definisi jitu
tentang Matematika. Definisi jitu mungkin tidak terlalu penting dalam
pembahasan Matematika. Matematika memang begitu adanya. Ia lebih banyak
bergantung kepada pemikiran terhadap Alam Raya. Bila kemudian beberapa orang
menawarkan pengertian Matematika, lebih didasari pada pengalaman mempelajari
Matematika, baik pengalaman yang didapat melalui pemikiran maupun penerapan.
Kalau
ditilik dari sisi akar kata, Matematika berasal dari Yunani Kuno, Máthēma
(Yunani: μάθημα).[x] Kata Máthēma dapat
diartikan: pelajaran, pengetahuan, kajian, dan ilmu. Kata Máthēma inilah
yang kemudian diserap ke dalam Bahasa Inggris menjadi Mathematics, lalu
masuk ke dalam Bahasa Indonesia menjadi Matematika—akronim dari “makin tekun
makin tidak karuan”.
Kata
Máthēma dapat memberanakkan beberapa kata turunan. Misalnya kata Mathēmatikoi
(Yunani: μαθηματικοί) yang berarti “pengajar”. Kata mathēmatikoi
digunakan di sekolah Yunani pada masa lampau, ketika Komunitas Phytagoras sedang
berkilau. Belakangan diserap ke dalam Bahasa Inggris menjadi kata Mathematicians,
yang masuk ke dalam Bahasa Indonesia menjadi Matematikawan.
Kata
lain yang diturunkan dari Máthēma ialah Mathēmatikós (Yunani:
μαθηματικός), yang berarti “berhubungan
dengan pembelajaran” atau “pengkajian”. Kata Mathēmatikós kemudian
diserap ke dalam Bahasa Inggris menjadi Mathematical, yang dalam Bahasa
Indonesia sepadan dengan Matematis. Salah satu ungkapan masyhur yang
menggunakan kata ini ialah perkataan Aristoteles, “Ta mathēmatiká,”
(Yunani: τα μαθηματικά) ataua dalam Bahasa Indonesia, “Semua benda Matematika”.
Kalau dikaitkan dengan lingkungan saat itu, dapat diperkirakan bahwa arah
ucapan tersebut bukan untuk memuja Matematika sebagai disiplin ilmu tertentu
melainkan mengajak orang untuk belajar dari setiap benda.
Memperhitungkan
keterkaitan lingkungan untuk memberi pemaknaan ungkapan lawas rasanya memang
diperlukan. Pasalnya terdapat zaman ketika kata Matematika lebih
lekat dengan arti perbintangan (baik sebagai Astrologi dan Astronomi) ketimbang
lainnya. Dari sini dapat dimengerti kalau pesan Saint Augustine, teolog asal
Aljazair, bahwa orang Kristen kudu waspada kepada Matematikawan, maksudnya
waspada pada Astronom, bukan menghambat orang Kristen untuk mempelajari
Matematika sebagai disiplin ilmu tertentu.[xi]
Catatan
Catatan
Uraian
mendadak seadanya ini dibuat dalam rangka memperingati kelahiran ‘Butcah
Mbeling’ Richard Phillips Feynman, yang lahir pada 11 Mei tepat seabad lalu di
New York City dan meninggal pada 15 Februari di Los Angeles. Salah satu kutipan
kesayangan dari Feynman ialah:
“We
must, incidentally, make it clear from the beginning that if a thing is not
a science, it is not necessarily bad. For example, love is not a science.
So, if something is said not to be a science, it does not mean that there is
something wrong with it; it just means that it is not a science.”
Kutipan
tersebut dimuat pada bagian The Relation of Physics to Other Sciences dalam
bukunya Six Easy Pieces. [daring: lihat]
Catatan
pribadi tentang Richard Phillips Feynman [daring: lihat]
If
words could describe how a person become successful, then why is there such
quote saying that “Action speak louder than words?” Wouldn't it be easier if he
express his feelings just by saying “I love you” rather than wasting his time
proving? .. Think deeper
Referensi
[i] Dikutip dati tuturan:
أما الرياضية: فتتعلق بعلم الحساب والهندسة وعلم هيئة العالم ، وليس يتعلق
شيء منها بالأمور الدينية نفياً وإثباتاً ، بل هي أمور برهانية لا سبيل إلى مجاحدته
بعد فهمها ومعرفتها.
Sumber:
Abū
Ḥāmid Muḥammad al-Ghazālī. (2010). Al-Munqidh min al-Dholāl wa al-Maushul ilā
dzi al-‘Izzati wa al-Jalāl, hlm. 6. Riyadh: Islamicbook. [daring: lihat]
[ii] Dikutip dati tuturan:
La
filosofia è scritta in questo grandissimo libro che continuamente ci sta aperto
innanzi a gli occhi (io dico l'universo), ma non si può intendere se prima non
s'impara a intender la lingua, e conoscer i caratteri, ne' quali è scritto.
Egli è scritto in lingua matematica, e i caratteri son triangoli, cerchi, ed
altre figure geometriche, senza i quali mezi è impossibile a intenderne
umanamente parola; senza questi è un aggirarsi vanamente per un oscuro
laberinto.
Sumber:
Galileo
Galilei. (1896). Le opere di Galileo Galilei: sotto gli auspici di Sua
Maestà il Re d'Italia – VI, hlm. 232. Firenze: Tipografia di G. Barbera.
[daring: lihat]
[iii] Nature Physics. (2009). Across the
Great Divide. Nature Physics 5(309), Editorial. [daring: lihat]
[iv] Dikutip dati tuturan:
To
those who do not know mathematics it is difficult to get across a real feeling
as to the beauty, the deepest beauty, of nature. C. P. Snow talked about two
cultures. I really think that those two cultures separate people who have and
people who have not had this experience of understanding mathematics well
enough to appreciate nature once. ... If you want to learn about nature, to
appreciate nature, it is necessary to understand the language that she speaks
in.
Sumber:
Richard
Phillips Feynman. (1985). The Character of Physical Law, hlm. 58.
Cambridge: MIT Press. [daring: lihat]
[v] Dikutip dari tuturan:
To
use Gauss' own words, mathematics was for him "the Queen of sciences, and
arithmetic the Queen of mathematics." She often condescends to render
service to astronomy and other natural sciences, but in all relations she is
entitled to the first place.
Sumber:
Helen
Worthington Gauss. (1966). Gauss: A Memorial by Wolfgang Sartorius von
Walterhausen (alihbahasa dari Gauss zum Gedächtnis karya Wolfgang Sartorius von
Waltershausen), hlm. 64-5. Colorado Springs: self-published. [daring: lihat]
[vi] Dikutip dati tuturan:
Mathematics
is not a science from our point of view, in the sense that it is not a natural
science. The test of its validity is not experiment.
Sumber:
Richard
Phillips Feynman. (1963). Six Easy Pieces: Essentials of Physics Explained by
Its Most Brilliant Teacher, hlm. 47. New York City: Basic Books. [luring: LibrAries
Alobatnic]
[vii] Dikutip dati tuturan:
Insofern
sich die Sätze der Mathematik auf die Wirklichkeit beziehen, sind sie nicht
sicher, und insofern sie sicher sind, beziehen sie sich nicht auf die
Wirklichkeit.
Sumber:
Albert
Einstein. (1921). Geometrie und Erfahrung, hlm. 3-4. Berlin: Verlag von
Julius Springer. [daring: lihat]
[viii] Dikutip dati tuturan:
Mathematics
can bee an obstacle to student understanding.
Sumber:
Douglas
Giancoli. (2005). Physics: Principles with Applications -- 6th ed., hlm.
xiv. Upper Saddle River: Pearson Education. [luring: LibrAries Alobatnic]
[ix]
Dikutip dati tuturan:
ILMU
tentang bidang dan bilangan yang kita pakai sekarang pada semua sekolah yang
berdasar peradaban barat ialah matematika, yang disusun oleh Euclides. Walaupun
aljabar amat penting dalam semua ilmu pengetahuan, sekarang tiadalah dia akan
saya ambil sebagai model, contoh untuk menjelaskan cara berpikir yang dipakai
dalam matematika. Barangkali di antara para pembaca tentu ada seperti saya yang
selalu diingatkan oleh guru, kalau menjawab perhitungan aritmetika janganlah
memakai cara aljabar. Peringatan dari guru itu bermakna sekali.
Memakai
jalan aljabar tidak menambah kecerdasan, di masa kita masih memanjat tingkat
yang pertama sekali dalam matematika. Bisa jadi cara berpikir aljabar itu
membatasi otak kita. Menjadikan kita berpikir mekanis, seperti mesin, tiada
memakai penyelidikan lebih dahulu.
Seperti
mesin berhitung yang sekarang ini banyak dipakai begitulah jadinya otak kita.
Memindahkan persoalan berhitung aritmetika tadi pada persoalan aljabar yang memang
memudahkan semua persoalan dan lekas mendapatkan hasil. Tiadalah lagi
dipikirkan jalan, cara, metode mana yang dipakai dan cara mana yang pendek dan
jitu di antara beberapa cara. Yang dipikirkannya ialah lekas mendapat hasil,
pendapatan yang betul, result. Sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil
itulah yang lebih penting dari pada hasil itu sendiri. Begitulah menurut
pendapat penulis ini.
Belakang
hari di kelas sekolah yang lebih tinggi, penulis juga tiada begitu lagi
memperhatikan hasil itu. Kalau sudah terlihat cara yang baik di antara dua atau
lebih cara, maka sering penulis tiada lagi menyelesaikan persoalan itu sampai
mendapatkan result dan tidak perdulikan beberapa soal yang bisa diselesaikan
dengan hanya satu cara. Dengan begitu, banyak waktu terpelihara dan saya pikir
kecerdasan berpikir bisa maju. Pada matematika yang tinggi, hasil itu memang
tidak begitu penting lagi.
Sumber:
Tan
Malaka. (1999). Ilmu Pengetahuan - Science. Dalam Madilog. Pusat Data
Indikator. [daring: lihat]
[x] Margaret W. Perisho . (1965). The Etymology
of Mathematical Terms, hlm. 64. Pi Mu Epsilon Journal, 4(2), 62-66.
[daring: lihat]
[xi] Ralph P. Boas. (1995). What
Augustine Didn't Say About Mathematicians. Dalam Gerald L. Alexanderson &
Dale H. Mugler (Ed.) Lion Hunting and Other Mathematical Pursuits: A
Collection of Mathematics, Verse, and Stories by the Late Ralph P. Boas, Jr,
hlm 257-62.. Cambridge : Cambridge University Press. [daring: lihat]