— Ketika YoonA mampir ke Parc des Princes
Beberapa waktu lalu Novi Khoirunnisa Kurniawati,
sahabat saya yang sedang kuliah S2 di UIN Sunan Kalijaga mengirim pesan tentang
postingan akun Instagram YoonA ketika sedang menyaksikan pertandingan
Real Madrid menghadapi PSG di Parc des Princes, 24 Rue du Commandant Guilbaud,
75016 Paris, Prancis.
Itu termasuk laga penentu, yang berpotensi membuat
qolbu menjadi sendu, andai Real Madrid tumbang. Untungnya Madrid menang. Jadilah
qolbu yang berpotensi sendu itu menjadi riang. Alhamdulillah ya, sesuatu.
Terkait dengan postingan Yonna itu, saya tak
mau berspekulasi bahwa dia mengagumi Madrid. Ini penting. Bukan karena saya fan
berat 2NE1 dan YoonA adalah member SNSD, sementara 2NE1 dan SNSD
terlibat ikatan rivalitas panas berkepanjangan laiknya Madrid dan Barcelona. Tentu
bukan. Tapi semata karena kita tak boleh menyimpulkan sesuatu hanya berdasarkan
datum.
Datum itu muncul karena memang YoonA
sedang memenuhi undangan untuk tampil di peragaan busana Givenchy di Paris
Fashion Week. Beda dengan Park Bom, yang sering sekali mengungkapkan bahwa dia
penggemar Barcelona. Jadi penggemar Barcelona kok bangga, Bom… Bom…, pantas
kariermu mungkret. Kalau secuplik postingan YoonA cuma memberi datum,
berbagai ungkapan Park Bom memberi data. Soal datum dan data
ini besok diajarkan di MPTs NU TBS, abis milad-nya Park Bom.
Walau tak bisa disimpulkan bahwa YoonA termasuk
Madridistas, sebagai simpatisan Real Madrid karena begitu sakit hati pada
Barcelona yang mendzalimi Chelsea pada 2005 dan 2009, saya rasa YoonA perlu
diapresiasi. Iya saya rasa, bukan saya pikir, karena saya jarang mikir.
Cukup diapresiasi semadyana saja, tak perlu berlebihan. Karena yang berlebihan
itu enggak baik, seperti minum kalau kelebihan bisa membuat kita jadi gumoh.
Nama famous dan popular-nya ialah YoonA,
nama panjangnya Yoooooonaaaaaa. Kalau nama lengkapnya itu Lim Yoon-ah [임윤아]. Perempuan kelahiran 30 Mei 1990 ini selain
dikenal sebagai pemilik paras cantik, dikenal
luas sebagai penari apik. Walau demikian, Yonna semula memiliki passion
kuat pada nyanyi ketimbang tari.
Keinginan YoonA menjadi penyanyi bermula saat dia masih anak-anak. Masa anak-anak YoonA bersamaan dengan masa jaya S.E.S
(Sea, Eugene, Shoo), girl group Korea Selatan sebelum memasuki Korean
Wave era Into the New World. Girl group yang kini
dianggap sebagai pendahulunya Girls’ Generation tersebut saat itu bersaing
ketat dengan Fin.K.L (Fin Killing Liberty) yang digawangi pejuang lingkungan
alam, Lee Hyori wa ashabiha ajma’in.
YoonA lebih suka S.E.S ketimbang Fin.K.L. Hal ini selain membuatnya
bermimpi menjadi penyanyi seperti S.E.S, juga
memengaruhi kepribadian YoonA yang cenderung feminin alih-alih maskulin. Dara, member
paling feminin di 2NE1, juga merupakan pengagum S.E.S, kosok bali dengan Park
Bom dan CL yang mengagumi Fin.K.L.
Untuk mewujudkan impian tersebut, YoonA mencoba peruntungan dengan
mengikuti audisi SM Saturday Open Casting Audition ketika berusia 12
tahun. YoonA benar-benar ingin menikam jejak S.E.S. Pasalnya SM Entertainment
adalah label sekaligus manajemen S.E.S. Peruntungannya berbuah hasil. Dia lolos dalam audisi terbuka itu. YoonA pun mulai menjalani masa-masa
latihan di SM sejak saat itu.
Lima tahun di SM dihabiskannya tanpa melakukan apa-apa selain latihan terus-menerus. Dia tak hanya berlatih menyanyi saja, menari dan akting pun dijajal juga. YoonA, yang semula berhasrat
menjadi penyanyi, malah kemudian merasa rendah diri ketika menjalani masa-masa
latihannya ini. YoonA merasa
suaranya tak istimewa dan ingin segera berhenti saja mengikuti program latihan
yang dijalani.
Saat gairah nyaris musnah, YoonA diberi motivasi oleh pelatih tarinya agar
tak lantas menyerah. “A waste to give up becoming a singer, with outstanding
dancing skills.” ungkap koreografer yang kemudian menghunjam dalam jiwa YoonA.
YoonA memang sudah dipandang luar biasa sebagai penari saat masih menjalani
latihan. Suaranya, walau tak sebagus Taeyeon maupun Jessica, juga tak
jelek-jelek amat. Suara YoonA, kalau disimak lama, terasa manisnya. Masalahnya
‘kan banyak yang enggan lama-lama mendengarkan suara YoonA.
YoonA kemudian diperkenalkan pada khalayak sebelum resmi memulai debutnya sebagai penghibur. Dia tampil dalam beberapa iklan dan aura kecantikannya menarik perhatian
banyak orang. Hingga akhirnya dia resmi
melakoni debutnya melalui Girls’ Generation dengan menjadi main visual, center of group, dan lead dancer. Hingga kini,
Girls’ Generation masih diperkuat olehnya, walau kalau ia mau bisa saja minggat.
Perjuangan
epik YoonA untuk mewujudkan passion-nya sebagai penyanyi memang tak semulus kulitnya.
Tapi tak bisa dibilang buruk juga. Hingga sekarang, YoonA setidaknya sudah merilis beberapa gelintir lagu yang dilantunkan sendirian saja maupun urunan suara.
Setelah urun
suara bersama Jessica Jung dan Tiffany Hwang bersama TVXQ melantunkan Haptic Motion pada 2008, Yonna merilis lagu
tunggal yang dilantunkan penuh olehnya bertajuk Innisfree
Day. Pada 11 Maret 2016, YoonA menjejak Taeyeon, yang baru saja merilis lagu tunggal Rain,
dengan merilis lagu tunggal berjudul Deoksugung Stonewall Walkway. YoonA mencoba peruntungannya dengan menggandeng band indie
tanah airnya, 10 cm.
Tak lama berselang, langkah YoonA mulai maju dengan merilis extended play
pertamanya dalam bahasa Mandarin. EP berjudul Blossom yang dirilis pad
04 Agustus 2016 tersebut memuat tiga buah lagu: Red Bean, A Little
Happiness, The Moon Represents My Heart. A Little Happiness ini
ternyata lebih bagus ketika dinyanyikan oleh Jessica dalam salah satu aksi
panggungnya, ahelahhhh. Amazing Grace, juga dilantunkan kembali
oleh Yoona saat tampil sebagai pemeran utama The K2, serta terakhir
merilis When The Wind Blows.
Walau dalam
ranah olah pita suara karyanya tak terlampau banyak dan prestasinya meredup, kirana YoonA justru memancar kuat pada ranah modelling dan acting.
Siapa yang bisa membantah kalau dia adalah Queen of Visual
dalam jajaran girl group Korea
Selatan? Siapa juga yang tak hendak mengamini bahwa YoonA merupakan ikon K-Pop? Ketika kata K-Pop diungkapkan, nama YoonA terbilang paling cepat muncul
dalam pikiran.
YoonA adalah
salah satu manusia yang berani berunjuk rasa (expression) dengan cara
yang bisa dilakukannya. Keberanian berunjuk rasa menjadi satu hal yang memang
selayaknya dilatih sejak masa balita. “Express yourself!” tutur Madonna
melalui Express Yourself, lagu yang dirilis 9 Mei 1989 dalam album Like
a Prayer.
Keberanian
berunjuk rasa memberi semangat agar tak ragu mengungkapkan perasaan dengan
penuh yakin diri (confident). Yakin diri menjadi pondasi penting dalam
membentuk jiwa yang rendah hati (humble). Manusia yang piawai berunjuk
rasa memiliki dua sisi berkelindan ini: yakin diri dan rendah hati. Meski
seringkali yakin diri dilihat sebagai arogansi dan rendah hati dinilai sebagai
wujud rendah diri.
Meski
bisa menggembirakan rasa manusia lainnya, perempuan yang masih lajang ini
tetaplah manusia biasa. YoonA butuh makan, minum, maupun tidur, juga bisa
berpeluh lelah, berkeluh kesah, berkeruh amarah, merasa bad mood, minder, dsb. dst. laiknya manusia pada umumnya. Dengan
ungkapan lain, kepiawaian YoonA dalam berunjuk rasa dengan berbagai cara tetap
disertai pembawaan diri dalam menjalani keseharian sepertihalnya manusia biasa.
YoonA
tak pernah merasa muruahnya merendah dengan mengungkapkan bahwa dirinya adalah
penggemar berat Lee Ji Eun [이지은], penyanyi
yang lebih dikenal dengan nama panggung IU. Dia juga biasa saja saat
berinteraksi dengan orang lain yang menyatakan sebagai penggemar beratnya. Sebagai
seorang pengagum, wajar kalau YoonA meniru rekam jejak IU dengan merilis
lagu-lagu bergenre ballad.
YoonA seakan mengayuh perjalanan yang membuat namanya
memiliki harga jual. Kehadirannya pun dapat memiliki nilai komersial. Keadaan
yang demikian tentu memudahkannya untuk ikutserta dalam berbagai kegiatan
sosial. Tak
dimungkiri bahwa kecantikan turut berperan dalam perjalanan YoonA. Karena
kecantikan ini pula YoonA
banyak mudah mendapatkan cibiran, seperti “modal cantik doang”.
Pertanyaannya,
salahkah menjadi perempuan cantik? Sebagian
orang mungkin akan menjawab iya. Naomi Wolf menuturkan bahwa kecantikan adalah
mitos yang diciptakan industri untuk mengeksploitasi perempuan secara ekonomi
melalui produk-produk kosmetik. Pandangan
Naomi beserta pendukungnya boleh jadi tidak bisa disalahkan, namun kurang
lengkap untuk menjadi genggaman. Pasalnya Naomi tak mementingkan paras cantik
sebagai salah satu modal untuk perempuan, seperti diungkapkan oleh Catherine
Hakim melalui konsep erotic capital.
Erotic
capital merupakan kombinasi dari daya tarik fisik, estetik, visual,
sosial, dan seksual yang dimiliki seseorang untuk menarik orang lain. Ada enam
bagian dalam erotic
capital, kecantikan adalah salah satunya. Sepertihalnya jenis modal lain, erotic
capital juga dapat diupayakan, kosok bali dengan pandangan yang cenderung
menyangka bahwa kecantikan hanyalah ketetapan Tuhan (buat yang percaya Tuhan)
atau suatu kebetulan alamiah (buat yang cuma percaya Hukum Alam).
Cibiran terhadap YoonA maupun orang
lain yang turut memanfaatkan kecantikan, banyak berpijak dari pandangan yang
menyebut bahwa pintar adalah hasil tekun belajar, sedangkan cantik adalah
bawaan lahir. Cerdas dianggap sesuatu yang diperoleh lewat kerja keras,
sedangkan kecantikan adalah anugerah yang didapat tanpa usaha.
Padahal posisinya bisa saja
terbalik. Pasalnya faktor genetis pun, terutama dari ibu, berperan penting
dalam menentukan kecerdasan seseorang. Sedangkan untuk tampil cantik, seseorang
perlu banyak berusaha, mulai dari olah raga, menjaga pola konsumsi, merias
wajah, hingga berpikir menentukan pakaian.
Tak perlu membutakan mata
menyaksikan bahwa orang yang cantik memang kerap mendapat beragam kemudahan.
Contoh paling bagus dalam hal ini ialah Maria Yuryevna Sharapova (Maria
Sharapova), petenis yang menyempurnakan kariernya di Paris 2012 silam.
Pendapatan sebagai model jauh lebih banyak ketimbang menjadi petenis.
Maria bahkan masih tetap menambah kekayaan saat diskors gara-gara kasus
obat-obatan terlarang.
Erotic capital
sama pentingnya dengan modal ekonomi, sosial, dan budaya. Pertanyaan
selanjutnya, mengapa kita tampak enggan mengapresiasi kecantikan perempuan
sepertihalnya kecerdasan?
Ketika ada perempuan dandan,
dibilang menghabiskan waktu tak berguna. Walakin ketika membaca buku, disangka
waktu diisi dengan kegiatan bermanfaat. Perempuan yang berusaha menunjukkan
kecantikan malahan tak jarang otomatis dianggap bodoh. Pekerjaan yang menjual
badan perempuan, seperti modelling, diberi stigma sebagai pekerjaan
hina.
Lebih menyesakkan lagi, ketika ada
perempuan cantik ingin menikahi lelaki kaya dilabeli ‘matre’ yang
mengkhianati kesucian cinta dalam perkawinan. Padahal, alasan di balik julukan ‘matre’
ini adalah bahwa lelaki harus mendapatkan kenikmatan yang mereka inginkan dari
perempuan secara gratis, terutama seks.
Kecantikan dan upaya mempercantik
diri dianggap sebagai tindakan tak baik. Para peserta kontes kecantikan,
misalnya, mendapatkan banyak cibiran. Kecerdasan dan kecantikan dilihat sebagai
dua hal bertentangan yang tak mungkin dipadukan oleh perempuan. Perempuan yang
memiliki keduanya, tidak diizinkan untuk menggunakan semuanya, hanya boleh
memaksimalkan kecerdasan saja. Mengapa oh Menyapa? Whyyy?
Apapun ungkapan yang disematkan pada Yoona, sulit dibantah bahwa dirinya termasuk perempuan yang menggunakan kecerdasan dan kecantikan. Sah-sah saja kalau Yoona rajin merawat badan. Yoona menyadari daya pikat (showmanship) yang dimiliki, mengerti badannya bisa dijual untuk meraup finansial. Tak risau dengan segala caci-maki maupun puja-puji, Yoona berusaha memanfaatkan badannya memenuhi kebutuhan diri. Sepertihalnya Real Madrid, yang memperhatikan kegantengan pemain yang direkrut. Ya kalau gagal meraih juara, setidaknya klub bisa mendapat pemasukan dari iklan. ‘Kan gitu.
References
References
Posting-an Instagram YoonA pada 8
Maret 2018. [lihat]
— Bibliography
Catherine Hakim. (2011). Erotic capital: the power of attraction in the
boardroom and the bedroom, hlm. 16–18. New York City: Basic Books. [lihat]
Hankyung’s
Editor. (2014). K-pop princess to the korean wave queen, girls' generation
yoona's never ending story. Hankyung.com, 18 Februari. [lihat]
Joanne Entwistle & Don Slater. (2012). Models as
brands: critical thinking about bodies and images. Dalam Fashioning Models:
Image, Text and Industry, hlm. 15-33.
London: Berg. [lihat]
Lars Hartman. (2013). Humble and confident. on the so-called
philosophers in colossians. Dalam Approaching New Testament Texts and
Contexts: Collected Essays II, hlm. 223–236. Heidelberg: Mohr Siebeck. [lihat]
Naomi Wolf. (2002). The beauty myth: how images of beauty
are used againts women, hlm. 9-19. New York City: Morrow. [lihat]
Shin Hae-in. (2009). Girl bands flourish on S. Korean pop
music scene, groomed for more than singing. Yonhap News Agency, 26 Agustus.
[lihat]