— Satu Sisi Religi Grace Natalie
Grace Natalie Louisa terbilang sosok yang berani dalam
kancah politik praktis Indonesia. Keberanian Grace mendirikan partai politik
baru bernama Partai Solidaritas Indonesia (PSI) patut diapresiasi semadyana.
Tak dimungkiri, selain belakangan kepercayaan
masyarakat terhadap partai politik merosot tajam, juga faktor personalitas
Grace sebagai perempuan keturunan Tionghoa serta identitasnya sebagai pemeluka
Kristen merupakan sisi tersendiri. Belum lagi rekam jejak Grace yang pernah
tampil di For Him Magazine (FHM),
majalah yang karib dengan kesan seksi.
Bekal tersebut cukup membuat Grace babak belur sebelum
bertanding. Walau demikian, dia tak takut terpelanting. Grace tetap yakin untuk
tetap terus maju. Pelan-pelan dirinya berusaha memimpin partai yang dibangun
bersama rekan-rekannya dengan semangat baru.
Politik praktis bukanlah dunia publik yang baru
dijamah oleh perempuan kelahiran 04 Juli 1982 ini. Jauh sebelumnya, nama Grace
telah melintang di bidang jurnalistik. Ajang SCTV Goes to Campus menjadi pintu gerbang buat Grace untuk unjuk
kebolehan dalam dunia pemberitaan Indonesia.
Kala itu dia adalah pelajar program studi Akuntansi di
di IBII (Institut Bisnis dan Informatika Indonesia). Ketertarikan terhadap
jurnalistik dan kegemarannya mengikuti perlombaan menjadi bekal Grace tak ragu
beradu peruntungan dalam pertarungan SCTV
Goes to Campus. Hasilnya, Grace berhasil meraih kemenangan untuk wilayah
Jakarta.
“Pada dasarnya, aku memang suka ikut lomba. Di akhir kuliah, aku ikut
lomba SCTV Goes to Campus, dan aku menang untuk wilayah Jakarta,” kisahnya.
Ketika ditandingkan dengan peserta daerah lain di
tingkat nasional, perempuan berkulit bersih itu masuk lima besar. Pintu untuk
memasuki dunia pertelevisian pun mulai terbuka. Lulus kuliah, SCTV langsung
merekrutnya.
“Direkrut SCTV ikut aja. Pertimbangannya kalau pun nggak betah masih ada
waktu untuk berubah haluan,” kenangnya.
Awalnya, Grace mengaku cukup kesulitan beradaptasi
dengan ritme kerja dunia pertelevisian yang sangat dinamis. Jam kerjanya tidak
seperti orang kantoran. Kadang masuk pagi, jam enam pagi hingga jam 3 sore.
Kadang masuk malam, jam 9 malam pulang jam 6 pagi. Sebagai anak bawang, ia
tidak boleh menolak tugas apa pun. Desk berita kriminal menjadi ladang ujinya.
“Waktu masih anak baru, harus mau liputan apa pun. Biasanya digembleng
lewat berita kriminal karena unsur beritanya (5W+1H-nya) harus jelas,” terang
Grace.
Karena televisi lebih mengutamakan bahasa gambar, tak
jarang naskah yang sudah susah payah ditulis Grace hanya muncul sekelebat.
“Nulis naskahnya bisa satu jam lebih, dibacanya hanya satu menit,” kata
Grace yang awalnya sempat merasa kesal itu.
Kadang-kadang, Grace pun menerima teguran langsung
dari atasannya.
“Dulu, biasanya aku ditelepon atasan karena gambar tidak sesuai dengan
naskah. Mengapa gambar yang menarik tidak ditaruh di awal, dsb”. Grace
lagi-lagi mengenang awal kariernya itu. Masukan itu dicatatnya baik-baik. Bekal
berharga, kelak.
Lambat laun, Grace pun jatuh cinta pada dunia
jurnalistik. Alasannya, dia merasa lebih berkembang. Lingkungan tempat bekerja
sangat mendukung. Dirinya ditempa dan dibentuk di tangan ahli. Tak hanya itu,
pekerjaan sebagai wartawan sejalan dengan kegemaran jalan-jalan.
“Aku sangat suka travelling. Aku senang ke daerah dan lingkungan baru
sekalipun bukan tempat wisata, bahkan daerah konflik atau bencana sekalipun.”
Dalam kurun waktu tiga tahun, karier jurnalistik gadis
cantik itu makin cemerlang. Sempat berpindah-pindah stasiun TV. Dari SCTV dia
hijrah ke ANTV.
“Aku dengar, ANTV akan gabung dengan Star TV yang berafiliasi ke Forbes.
Selain itu, juga karena dulu ANTV dipimpin Pak Karni (Karni Illyas), siapa yang
tak tahu beliau?” kata Grace memberi alasan.
Setelah bergabung dengan ANTV, Grace dikenal sebagai pembawa
acara Kabar Pasar di TVOne. Berpindah-pindah
tempat kerja, pertanda tak loyalkah dia?
“Yang aku alami dalam kehidupanku ini semua serba tepat. Termasuk,
setiap kali aku pindah kerja. Prinsipku, di mana pun aku berada, berkaryalah
sebaik mungkin. Kalau suatu hari Tuhan kondisikan pindah ya pindah. Seperti
Abraham yang Tuhan suruh untuk pindah, dia ikut saja,” papar Grace yang selalu
menyempatkan diri ke gereja kendati sibuk ini.
Setelah lama tak muncul di layar kaca, Grace tiba-tiba
mengejutkan publik tatkala tampil dalam acara diskusi lembaga riset Saiful
Mujani Research and Consulting (SMRC). Bahkan dalam acara diskusi tersebut dirinya
dengan tegas mendeklarasikan diri sebagai CEO SMRC. Apa alasan Grace keluar
dari TVOne?
“Jenuh dengan rutinitas yang ada. Saya pengen mencoba tantangan yang
baru, kan selama ini sebagai pewarta hanya mengulas berita politik dari kulit
luarnya saja,” ujar Grace.
Grace mengaku resign
dari TVOne sejak awal Juni 2012. Menurutnya, dalam pekerjaannya sebagai CEO
SMRC tersebut, dia bisa membedah masalah politik hingga dalam. Tidak sebatas
kulit luar.
“Soal gabung dengan Bang Mujani karena dia berpengalaman di dunia
politik dan sudah terkenal di kancah internasional juga,” terangnya.
Pengalaman dalam jurnalistik dan lembaga survei
disertai kesiapan dalam terjun ke arena politik praktis itulah yang menjadi
langkah awal berdirinya PSI pada 15 November 2014. Sekilas nama PSI
mengingatkan kita pada Partai Sosialis Indonesia, partai peserta Pemilu 1955
yang didirikan oleh pahlawan nasional Sutan Syahrir. Namun, ternyata PSI yang
baru mendaftar di Kementerian Hukum pada Selasa, 24 Mei 2016, tak ada
hubungannya sama sekali dengan Partai Sosialis Indonesia yang tumbuh di masa
lalu tersebut.
PSI yang baru mendaftarkan diri tersebut murni partai
politik yang baru, program partai baru, visi-misi yang baru dengan kepengurusan
yang juga benar-benar baru. Sebagai sebuah partai politik, PSI menawarkan
kebaruan dalam politik Indonesia dengan kepengurusan yang umurnya di bawah 45
tahun dan belum pernah menjadi anggota partai politik mana pun sebelumnya.
Artinya, PSI menginginkan anak-anak muda yang benar-benar baru di dalam dunia
politik.
Di samping itu, PSI juga menggunakan istilah-istilah
anak muda dalam setiap kegiatannya seperti “Kopi Darat Nasional” yang merujuk
pada istilah Musyawarah Nasional yang kerap digunakan partai politik lain,
seperti PDI Perjuangan, Golkar, dan partai politik lainnya. Ada juga istilah
“PSI Kepoin Pilkada” merujuk pada sikap PSI dalam mengawasi Pemilihan Kepala
Daerah Serentak yang dilangsungkan pada 09 Desember 2015 lalu.
Ini menunjukan bahwa PSI adalah partai anak muda.
Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat PSI sendiri terdiri dari orang yang keseluruhan
pengurusnya hampir tidak punya pengalaman dalam kegiatan politik praktis
tingkat nasional. Selain Grace sebagai Ketua Umum, sebuta saja nama Raja Juli
Antoni (Sekretaris Jenderal), Suci Mayang Sari (Bendahara Umum), Isyana Bagoes
Oka (Ketua DPP), dan Nova Rini (Ketua DPP).
PSI hadir dengan menawarkan trilogi perjuangan:
Menebar Kebajikan, Merawat Keragaman, dan Mengukuhkan Solidaritas. Hal yang
menjadi identitas PSI adalah menjaga keragaman.
“Tidak dapat dipungkiri, permasalahan yang paling utama bangsa ini, di
samping krisis ekonomi dan korupsi, adalah krisis keragaman.” ungkap Ketua Umum
partai politik paling cantik di negeriku
Indonesia ini.
Artinya, keragaman menjadi bahan kajian untuk
diterapkan yang sangat penting di tengah Indonesia. Dalam tahun-tahun
belakangan ini kita menyaksikan Indonesia semakin lama semakin krisis akan
keberagaman. Mesjid dibakar, gereja dihancurkan, juga berbagai rumah ibadah
dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Di samping itu, wacana rasial
juga marak kita saksikan di tengah keragaman Indonesia.
Dalam mengenalkan partai baru, pengalaman Grace dalam
jurnalistik sangat membantu. Jaringan pertemanan, baik sesama jurnalis maupun
narasumber, dimanfaatkan oleh penggemar Chelsea tersebut.
“Kalau mereka support paling nggak mereka bisa kasih masukan PSI dari
kacamata media baiknya gimana, karena media salah satu pilar demokrasi,” kata
Grace Natalie.
Dengan pengalamannya sebagai wartawan itu pula, Grace
ingin dibantu sosialisasi kepada masyarakat. Mengingat, partai yang dia rintis
ini masih baru dan tidak memiliki media, atau pun keterkaitan dengan kekuatan
pemodal besar.
“Kita minta dibantu dari segi sosialisai, paling tidak tahu apa sih yang
dilakukan PSI, kan dari temen-temen jurnalis juga. Jaringan pertemanan untuk
kami yang nggak punya media, ya jaringan pertemanan itu,” imbuh Grace.
Pengalamannya sebagai jurnalis pula yang membuat Grace
kian mantap berderap masuk ke dunia politik praktis, yang menurut sebagian
orang kejam.
“Ada yang nanya ke saya, saya perempuan, punya anak, apa nggak takut ke
dunia politik yang katanya kejam, tapi karena sudah tertempa ke kondisi itu
saya tidak asing lagi bersinggungan dengan politik,” ujarnya.
Dunia politik praktis di Indonesia memang terkesan
kejam terhadap perempuan. Perempuan masih kerap dimanfaatkan oleh kalangan
lelaki untuk kepentingan sepihak. Namun Grace tak pernah merasa dirinya
dimanfaatkan seperti itu.
“Mungkin bukan dimanfaatkan, kalau dimanfaatkan kan orangnya mendapat
manfaat. Saya pengennya jadi bermanfaat, buat saya sendiri, keluarga, buat
orang-orang di sekitar saya.” ungkapnya.
Sebagai orang yang ingin bermanfaat buat semua, Grace
tak ragu belajar dari mana saja. Tak sekadar dari partai dengan nama besar yang
telah mengakar seperti Partai Golkar, terhadap partai yang dalam beberapa
prinsip bertentangan dengan nuraninya pun Grace tak merasa enggan untuk
menjadikan bahan pelajaran. Dalam hal kaderisasi misalnya, dirinya tak ragu
mengaku belajar, antara lain, kepada Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
“Untuk berbagai hal PKS kita akui lebih rapi, kaderisasinya juga bagus.
Untuk itu mungkin sistemnya mirip seperti itu.” tuturnya mengakui.
Dalam perjalan sedari masih muda, Grace merasa selalu
dimudahkan urusannya oleh Tuhan. Grace merasakan betul campur tangan Tuhan
dalam perjalanannya. Pekerjaan yang pernah digeluti mengantarkan dia pada
kesempatan langka yang sangat jarang dikecap orang awam. Dari yang menyenangkan
hingga menegangkan.
“Kalau bukan Tuhan yang turun tangan jelas nggak mungkin. Kerap kali aku
hampir angkat tangan saat menjalankan tugas. Setelah itu, aku lihat Tuhan yang
turun tangan. Pekerjaanku pun berhasil.” tegasnya.
Saat menjadi jurnalis, Grace sempat memiliki
pengalaman menegangkan yang membuatnya yakin akan kekuasaan Tuhan. Pasca gempa
bumi dan tsunami dahsyat yang melanda Aceh, aktivitas beberapa gunung berapi
meningkat. Termasuk Gunung Talang di Padang yang waktu itu dalam status awas. Setiap
saat bisa meletus. Grace ditugaskan untuk meliput.
Waktu itu Grace berharap bisa mencapai puncak dan
mengambil gambar dengan menggunakan helikopter. Harapan tinggal harapan. Karena
semua helikopter tersedot ke Aceh untuk mendistribusikan bantuan logistik.
“Akhirnya kita (Grace dan kameraman) mendaki mulai dari kaki gunung,
jauh dari yang saya bayangkan. Ditambah aku bukan tipe orang yang suka hiking. Perjalanan terasa makin berat.
Puncak gunung saja tidak terlihat, tertutup awan,” kenang Grace.
Penduduk sudah dievakuasi karena keadaan tak lagi
aman. Ajaibnya, seharusnya tak ada lagi penduduk, tapi mereka bertemu tiga
pemuda desa dan seekor anjing. Biasanya, insting binatang lebih tajam, tetapi
anjing itu tenang saja berjalan. Jadilah mereka penunjuk arah. Jalan yang
ditempuh bukanlah jalan setapak yang semestinya. Mereka harus membuka jalan.
“Banyak ilalang dan semak belukar. Jalannya masih belum ada, jadi kita
yang buka jalan. Sepanjang jalan pun banyak debu vulkanik,” kisahnya.
Medan berat sempat menyurutkan semangat Grace dan
rekannya. Untunglah, mereka tetap bertahan untuk melanjutkan perjalanan.
“Begitu sampai di puncak, angin yang berhembus ternyata mengandung
racun. Tapi puji Tuhan angin nggak mengarah ke kita, tapi berlawanan arah.
Padahal secara manusia bisa saja kita nggak selamat,” ucap Grace penuh syukur.
Peristiwa itu meninggalkan kesan mendalam dalam diri
Grace. Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita. Ketika kita hendak menyerah, Dia
turun tangan.
“Sebagai manusia aku hanya berusaha maksimal, biar Tuhan yang
sempurnakan hasilnya. Makanya ketika kita sok menyelesaikan sendiri hasilnya nggak oke, tapi ketika aku angkat
tangan, Tuhan turun tangan,” simpul perempuan yang memercayakan hidupnya pada
Tuhan semata ini.
Grace memang punya pengalaman khusus dengan Tuhan.
Melalui acara retreat (sementara
waktu menjauhkan diri sendiri dari lingkungan kesehariannya) yang diikutinya
saat masih SD, Tuhan menyapanya.
“Waktu kelas enam SD. Yang aku ingat lewat retreat aku menerima Yesus
sebagai Juru Selamat. Guru mengajarkan Tuhan Yesus itu baik dan mengasihi aku,”
urainya mengenang penuh bahagia, “Tapi nggak berhenti sampai SD. Aku lama
sekali berdoa agar keluarga juga diselamatkan. Dan, meski lama akhirnya mereka
semua percaya Yesus. Aku mengalami firman satu orang diselamatkan maka seisi
rumah akan diselamatkan.”
Sebelum disibukkan dengan pekerjaan, Grace aktif
melayani sebagai guru Sekolah Minggu.
“Kurang lebih setahun, aku aktif sebagai guru Sekolah Minggu. Aku memang
suka anak-anak. Aku sangat menikmati pelayanan sebagai guru Sekolah Minggu
itu,” tutur perempuan pencinta keluarga ini.
Sayang, sejak bekerja sebagai pewarta, pelayanan itu
mulai ditinggalkan.
“Dulu aku juga sempat ikut koor, kadang jadi singer. Begitu kerja di televisi, agak ribet ngatur waktunya,” katanya.
Sekarang, melalui partai yang dilahirkan olehnya,
Grace berusaha menjadi kepanjangan Tangan Tuhan. Partai Solidaritas Indonesia
yang umumnya beranggotakan anak-anak muda merupakan energi baru dalam dunia
perpolitikan di Indonesia. Diharapkan generasi-generasi muda ini bisa membawa
agen perubahan bagi Indonesia ke depan. Demi terwujudnya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia tanpa mengesampingkan Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti
tertuang dalam dua sila Pancasila.