Mengikuti Kolokium atau Menerbitkan Jurnal?


Dari Kiri: Gelombang, Astronomi, BLΛƆKPIИK, Teknologi, dan Pendidikan. [Foto ketika mengikuti kolokium di Universitas Pendidikan Indonesia pada 24 November 2019]
Dari Kiri: Gelombang, Astronomi, BLΛƆKPIИK, Teknologi, dan Pendidikan.

[Foto ketika mengikuti kolokium di Universitas Pendidikan Indonesia pada 24 November 2019]

Beberapa bulan terakhir ini dapat dikatakan bahwa saya mulai menujukkan kerewelan terkait penelitian (research, karena alasan pribadi selanjutnya ditulis riset). Sebagian teman saya menduga bahwa kerewelan tersebut ialah dampak pemindahan tugas dari tingkat MI ke MA, mulanya mengajar Bahasa Inggris, Bahasa Jawa, dan Matematika menjadi Biologi.[1][2][3] Dugaan tersebut boleh saya muncul, tapi jauh melesat dari fakta.

Memang pada musim 2017/8, ketika saya masih di MI, saya tak banyak cincong tentang riset sepertihalnya terjadi pada musim 2018/9 ini. Apalagi musim kedua mengajar ini saya terlibat kolokium sebanyak 2 kali: cabang Fisika di Universitas Pendidikan Indonesia pada 24 November 2018 serta Biologi Universitas Negeri Surabaya pada 23 Maret 2019. Namun, pada musim debut tersebut, justru saya dapat menerbitkan 1 buah jurnal terkait pendidikan fisika di Wahana Pendidikan Fisika, 3 buah artikel populer untuk Majalah SANTRI, serta 1 artikel feature tentang Oza Kioza.[4][5][6][7][8]

Kalau mengikuti alur penalaran sebagian masyarakat Indonesia yang menyangka bahwa menerbitkan jurnal lebih bernilai ketimbang mengikuti kolokium, bukankah performance saya lebih baik musim lalu daripada musim ini? Terus terang saya keberatan dengan alur penalaran tersebut. Buat saya, kerja ilmiah yang dilakukan dalam bentuk mengikuti kolokium dan menerbitkan jurnal, punya nilai setara. Kalau pada masa sekarang keterlibatan kolokium dianggap lebih rendah ketimbang penerbitan jurnal, itu karena terjadi kesalahan fatal dalam tata kelola kerja ilmiah di negeriku Indonesia.

Contoh paling bagus dapat ditunjukkan melalui bidang fisika partikel, salah satu bagian dari cabang fisika yang ditekuni oleh Lisa Randall. Dari cabang ini, muncul 3 nama paling menonjol, yakni Sheldon Lee Glashow, Mohammad Abdus Salam, dan Steven Weinberg yang bersama-sama secara terpisah membangun Interaksi elektroweak (electroweak interaction).[9][10][11] Interaksi elektroweak adalah deskripsi terpadu untuk dua dari empat interaksi dasar alam (yang diketahui oleh manusia sampai saat ini): elektromagnetisme (electromagnetism) dan interaksi lemah (weak interaction).

Ketiganya sama-sama memperoleh apresiasi resmi berupa Nobel Fisika pada 1979.[12] Bedanya, sumbangan Mohammad Abdus Salam kali pertama muncul dari kolokium, sedangkan Sheldon Lee Glashow dan Steven Weinberg memberikan sumbangannya melalui jalur jurnal. Hal inilah yang membuat nasib paper Mohammad Abdus Salam lebih sedikit dikutip (sitasinya lebih rendah) dibandingkan dengan Sheldon Lee Glashow dan Steven Weinberg.[13] Beruntung panitia pelaksana pemberi Nobel tidak punya alur penalaran mlengse seperti itu, melainkan lebih memilih untuk membaca paper ketiganya.

Contoh lain dapat diperoleh dari Biologi. Penggunaan dasar 16S ribosomal RNA (komponen subunit RNA yang bertindak sebagai perancah untuk menentukan posisi protein ribosom) yang dipakai oleh Carl Richard Woese untuk mengusulkan sistem baru klasifikasi organisme berupa Sistem Tiga Domain, juga muncul dari kolokium. Bahkan, usulan itu tak muncul satu kali saja, melainkan secara serial sejak 1 November 1977 sampai 26 Maret 1990 dalam bentuk tiga buah paper untuk kolokium, bukan jurnal.[14][15][16]

Peran penting yang saya rasakan dalam pembelajaran Biologi berdasarkan karya Carl Richard Woese ialah kemudahan menyampaikan Teori Evolusi organisme dalam kaitannya dengan Teori Big Bang. Walau murid kesulitan mencerna kajian terkait 16S ribosomal RNA, tapi mereka dengan mudah menerima alur Teori Big Bang dan Teori Evolusi. Malah dari sini muncul pembahasan rumit berupa cara reaksi kimia menjadi reaksi biologi serta letak keistimewaan manusia (Homo sapiens) dalam pohon filogenetik, sesuatu yang membuat saya penasaran.

Lalu, mengapa kita harus menganggap bahwa mengikuti kolokium lebih rendah daripada menerbitkan jurnal? Terbitan yang muncul dari kolokium dalam bentuk proceeding tampak tak dianggap ketika dihadapkan dengan terbitan dalam bentuk journal. Padahal belum tentu proses pengerjaan journal lebih baik daripada proceeding. Malah secara pribadi, saya lebih teliti ketika menyiapkan paper untuk kolokium daripada jurnal. Pasalnya ketika mengikuti kolokium, feedback yang didapatkan secara spontan perlu ditanggapi dengan cermat agar terbangun kesalingpahaman. Sedangkan ketika menerbitkan jurnal, feedback dapat saya tanggapi sambil menunggu mood tertib.

K.Km.Kl.250940.290519.22:24

Referensi

[1] Setiawan, Adib Rifqi. (2018, May 19). Máthēmatnic. Alobatnic.blogspot.com. URL: http://alobatnic.blogspot.com/2018/05/mathematnic.html

[2] Setiawan, Adib Rifqi. (2018, August 04). Debut Mengajar Biologi. Alobatnic.blogspot.com. URL: http://alobatnic.blogspot.com/2018/08/debut-mengajar-biologi.html

[3] Setiawan, Adib Rifqi. (2018, October 09). Bergerak Menuju Tak Tentu. Alobatnic.blogspot.com. URL: http://alobatnic.blogspot.com/2018/10/bergerak-menuju-tak-tentu.html

[4] Setiawan, Adib Rifq, Utari, Setiya, & Nugraha, Muhamad Gina. (2017, September). Mengonstruksi Rancangan Soal Domain Kompetensi Literasi Saintifik Siswa SMP Kelas VIII pada Topik Gerak Lurus. Wahana Pendidikan Fisika, 2(2), 44-48. URL: http://ejournal.upi.edu/index.php/WapFi/article/view/8277

[5] Setiawan, Adib Rifqi. (2018, April 10). Eny Rochmawati Octaviani. Majalah SANTRI, 08: 15-8. URL: https://issuu.com/majalahsantri/docs/majalah_santri_8/17

[6] Setiawan, Adib Rifqi. (2018, April 10).Busana. Majalah SANTRI, 08: 26-7. URL: https://issuu.com/majalahsantri/docs/majalah_santri_8/28

[7] Setiawan, Adib Rifqi. (2018, April 10). Rosa Amalia Iqony. Majalah SANTRI, 08: 46. URL: https://issuu.com/majalahsantri/docs/majalah_santri_8/48

[8] Setiawan, Adib Rifqi. (2018, March 01). Ki Oza Kioza. Alobatnic.blogspot.com. URL: http://alobatnic.blogspot.com/2018/03/roza-lailatul-fitria-oza-kioza.html

[9] Glashow, Sheldon Lee. (1959, February). The Renormalizability of Vector Meson Interactions. Nuclear Physics, 10, 107-117. URL: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0029558259901968

[10] Salam, Mohammad Abdus, & Ward, John Clive. (1959, February). Weak and Electromagnetic Interactions. Nuovo Cimento, 11 (4): 568–577. URL: https://link.springer.com/article/10.1007/BF02726525

[11] Weinberg, Steven. (1967, November 20). A model of Leptons. Physical Review Letters, 19(21), 1264. URL: https://journals.aps.org/prl/abstract/10.1103/PhysRevLett.19.1264

[12] Nobel Media AB. (2019, May 29). The Nobel Prize in Physics 1979. NobelPrize.org. URL: https://www.nobelprize.org/prizes/physics/1979/summary/

[13] Mart, Terry. (2006, February 01). Counting Papers. Symmetry Magazine, 03 (01): 8-9. URL: https://www.symmetrymagazine.org/sites/default/files/legacy/pdfs/200602/voices.pdf

[14] Woese, Carl Richard dan Fox, George Edward. (1977, November 01). Phylogenetic structure of the prokaryotic domain: The primary kingdoms. Proceedings of the National Academy of Sciences, 74 (11): 5088–5090. URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC432104

[15] Woese, Carl Richard, Magrum, L. J., & Fox, George Edward. (1978, September). Archaebacteria. Journal of Molecular Evolution, 11(3), 245-252. URL: https://link.springer.com/article/10.1007/BF01734485

[16] Woese, Carl Richard, Kandler, O., & Wheelis, M. L. (1990, June). Towards a natural system of organisms: proposal for the domains Archaea, Bacteria, and Eucarya. Proceedings of the National Academy of Sciences, 87(12), 4576-4579. URL: https://www.pnas.org/content/pnas/87/12/4576.full.pdf