— Puzzle Persinggungan Perjalanan dengan Eny Rochmwati Octaviani
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ
لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى
ٱلْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
۞ [القرآن الكريم سورة آل عمران : ١٥٩]
Manusia adalah makhluk berperasaan, sehingga rasa bagi manusia menjadi
landasan yang kuat. Ketika ada seseorang yang memiliki satu set badan
lengkap tanpa dapat merasakan rasanya sendiri—apalagi rasa manusia lainnya—dia
seakan robot. Walaupun memiliki kepandaian—bukan kecendekiaan—melebihi para
perancangnya, belum bisa memiliki rasa.
Segala perkara maupun peristiwa yang memberikan manfaat pada rasa manusia
pasti berguna bagi keberlangsungan keseharian ummat manusia. Rasa kasih
sayang misalnya, sanggup membawa manusia pada rasa sama hingga segala yang
dilakukan memberikan kegembiraan. Sama-sama merasakan adanya kesamaan,
kesetaraan, maupun keserupaan rasa antara dia sendiri dengan seluruh ciptaan
Pelantan.
Rasa kasih sayang menahan kita untuk tak melakukan segala hal yang merisak
rasa liyan. Rasa inilah yang dengan lembut menghantam hingga sukma
terdalam yang—ketika sudah tersentuh—bisa membuat segala rasa yang tertuang
menjadi terkenang. Saling mengapresiasi kesamaan sekaligus menghormati
ketidaksamaan berpadu dengan semangat untuk saling memuliakan dan melantan
muruah liyan.
Rasa sama membuat manusia terikat dengan liyan dan lingkungan
sehingga segala yang dilakoni tak merisak nurani. Kosok bali dari rasa beda
yang merasa berbeda—baik rasa lebih tinggi maupun lebih rendah—dari liyan.
Rasa beda rentan memantik gairah pertikaian maupun ketidakpedulian yang
membuahkan perilaku meresahkan.
Tak jarang dalam beberapa pilihan manusia merasa memiliki satu kesamaan
pilihan antara dirinya dengan manusia lainnya. Dalam keseharian yang penuh
dengan pilihan, satu kesamaan merupakan satu titik temu untuk menciptakan
keharmonisan. Tak dimungkiri, dalam beberapa hal lainnya memang ada ragam macam
ketidaksamaan. Jika ada satu titik yang mengharmoniskan untuk apa
mempermasalahkan titik-titik lain yang menceraikan?
Sebagai makhluk berperasaan, berunjuk rasa merupakan pementasan yang wajar
dilakukan dalam keseharian. Entah unjuk rasa melalui rupa, nada, gerakan,
tulisan, dsb. dst. termasuk bergeming. Unjuk rasa yang disertai rasa sama
membuat manusia saling mengapresiasi dan menghormati setiap pilihan keseharian
yang dijalani.
Segala unjuk rasa yang yang bisa menggembirakan rasa ataupun menjadi sarana
melepas rasa lara menimbulkan kekaguman pada pengunjuk rasa. Kekaguman
menyebabkan manusia yang dikagumi mewujud sebagai panutan. Semua orang tentu
memiliki panutan. Mulai orangtuanya, keluarga, tetangga, sahabat, guru, teman,
hingga sosok lainnya termasuk sosok yang dikenal sebagai public figure.
Panutan—baik seorangan atau sekerumunan—memberi semangat terhadap langkah
yang dijalani dalam melakoni keseharian. Panutan memiliki peran psikis, yang
dapat memengaruhi pandangan (cara, sudut, jarak, sisi, dan resolusi) terhadap
sesuatu bahkan bisa memengaruhi seseorang sepenuhnya.
Seorang panutan biasanya menjelma sebagai sosok agung bagi pengagumnya.
Sosok yang memiliki daya dorong luar biasa hingga sanggup membawa batin
pengagumnya larut terhadap beberapa perkara. Saking hanyut batin itu sampai
pementasan perilaku keseharian tak bisa dirunut dengan nalar biasa.
Setiap manusia layak menjadi panutan. Entah manusia tersebut dipandang
sebagai sosok besar karena banyak orang juga mengaguminya atau dipandang
sebagai sosok kecil karena sedikit orang yang mengenalnya. Sepanjang orang
menampilkan kesungguhan dalam menjalani keseharian, pasti ada orang yang
menjadikannya sebagai panutan, meski diam-diam.
Ada banyak sosok menjadi panutan saya, salah satunya
ialah Eny Rochmwati Octaviani. Saya beruntung berjumpa dengan puan yang kehadirannya
senantiasa memperkaya dan mewarnai keseharian saya. Lebih beruntung lagi, saya
bisa bersahabat dengannya sejak masa persemaian remaja. Persahabatan yang tak
istimewa karena semua orang mengalaminya.
Bersama Tata, emosi bergejolak naik dan turun seiring
dengan perjalanan persahabatan. Interaksi secara alami menghasilkan cekcok
sepertihalnya perjuangan bertahan bersama dalam kebersamaan. Sebagai sahabat,
Tata memiliki daya dorong luar biasa yang sanggup membawa batin saya larut
terhadap suatu perkara. Saking larut batin itu sampai tak bisa dirunut dengan
nalar biasa.
Dalam beberapa perkara, pernyataan Tata memang terasa
bermakna. Pernyataan Tata sebetulnya bukan ungkapan baru, menjadi baru hanya
karena diucapkan olehnya, diucapkan oleh bukan sekadar penghafal ‘mantra itu’
walakin sekaligus oleh sang pelaku. Satu hal yang membuat ungkapan memiliki
energi untuk disampaikan, bukan semata materi yang terasa enak didengarkan.
Saya menyapanya Tata. Sejauh yang saya tahu, sebagian
orang juga demikian. Leily Hardianti Rosiana, sahabat kami, menyapanya Tata.
Nur Hidayati, yang juga sahabat kami, pun menyapanya Tata. Walau sebagian orang
yang mengenal penggemar Im Yoon-ah [임윤아]
(YoonA) ini menyapanya Eny, namun karena sudah terbiasa dengan Tata jadi sulit
diubah begitu saja.
Hanya saja, ketika Tata menulis singkat di buku diary
saya, dia menulis namanya That a. Lebih lanjut, Tata merangkai That a dengan
imbuhan Butcah Chuniez. Butcah Chuniez adalah frasa yang Tata susun
sendiri, untuk menggambarkan dirinya sendiri. Ungkapan yang terkesan
kekanak-kanakan tersebut adalah kependekan dari bocah lucu dan manis.
Tata memang kekanak-kanakan, dia terus merawat sifat
anak-anak sampai sekarang: tak ada dendam, pemaaf, tak mempersoalkan perbedaan
personalitas dan identitas, dan selainnya. Sifat anak-anak seperti ini biasanya
mudah luntur ketika usia bertambah tua dan mental dianggap semakin dewasa.
Sebagian manusia merasa tersinggung dan tak mau menerima
kalau disebut anak-anak maupun kekanak-kanakan. Saya merasa tak masalah kalau
ada orang yang menyebut demikian, malah kekanak-kanakan perlu senantiasa
dilestarikan. Wajar kalau Park
Bom [박봄] (Bom), yang perilakunya terkesan
kekanak-kanakan, termasuk dalam jajaran panutan utama saya. Kebetulan banyak
sisi dari kami yang memiliki keselarasan.
Tata, bocah lucu dan manis ini sudah lama bergaul dengan
saya. Kami sering berkomunikasi sejak awal perkenalan kami sampai akhirnya
terjalin ikatan persahabatan yang sangat erat. Dari ikatan tersebut, muncul
interaksi intim antara kami, tak ada sekat pemisah. Dalam beberapa kesempatan,
kami juga menyempatkan bertatap muka dalam satu ruang dan waktu yang sama. Interaksi
memang bisa membuka jalan untuk melahirkan sikap saling mengerti antar sesama
manusia, namun dalam tatap muka terdapat energi yang berpadu bersama.
Meski lama terlibat pergaulan dengan Tata, tak
dimungkiri memang ada perbedaan maupun perselisihan. Hanya saja, perbedaan
selalu berusaha diselaraskan serta perselisihan selalu berusaha diselesaikan
bersama-sama. Kalau memang tak bisa menyelaraskan perbedaan maupun gagal total
menyelesaikan perselisihan, biasanya perbedaan dan perselisihan hanya tak dipermasalahkan
saja.
Tata tak hendak menyarankan saya untuk melupakan segala
perkara dan peristiwa lantaran dia adalah salah satu orang yang niteni
daya ingat dan kebiasaan saya. Perkara dan peristiwa yang telah dilalui memang
tak serta merta mudah terlupa oleh saya, malah ada beberapa yang sengaja
dipelihara. Pasalnya saya memiliki kegemaran memaknai pengalaman sendiri.
Kebiasaan tersebut menjadikan pemaknaan pengalaman
sendiri pada satu waktu bisa berbeda bahkan bertentangan dengan pemaknaan pada
waktu lainnya. Kira-kira bisa disebut bahwa kesimpulan saat ini adalah modal
hipotesis saat nanti, kalau dipasang pada alur penelitian ilmiah, penelitian
yang proses maupun hasilnya bisa diikuti oleh semua manusia. Lagipula
pengalaman nano-nano saya jelas kalah jauh dibanding Park San-da-ra [박산다라] (Dara).
Kehadiran Tata adalah salah satu peristiwa fenomenal
yang saya alami. Satu peristiwa yang terasa asyik. Asyiknya begini: banyak hal
yang semula cuma saya pahami sebagai penjelasan tertulis maupun penjelasan
lisan, dari Tata semua itu bisa dimengerti melalui penjelasan berkesan setelah
bersinggungan dengan pengalaman pribadi. Tata terlahir dengan kelihaian untuk
menghibur ketika lara dan dan mengingatkan saat mapan dengan cara yang bisa
dilakukannya secara mengagumkan.
Wajar kalau Tata kemudian tumbuh menjadi salah satu sosok paling
berpengaruh terhadap perjalanan yang saya alami hingga menyebabkan saya enggan
menyebut menjadi diri sendiri. Saya baru bisa menyebut bahwa saya menjadi diri
sendiri jika bisa membuang pengaruh itu seluruhnya. Bisakah saya melakukannya?
Yang jelas sampai saat ini dan saat nanti saya tidak bisa mengembalikan air
susu Ibuk yang saya tetek ketika balita.
Tata senantiasa hadir untuk membesarkan hati saya. Membesarkan hati saya
sebagai pemacu untuk segera bangkit dari keterpurukan dalam waktu singkat.
Membesarkan hati setelah meluangkan waktu untuk menyimak keluh kesah sebagai
cara untuk mengenali masalah. Bagusnya Tata tak selalu memberi saran pada saya.
Dia berusaha untuk membantu saya mengenali masalah yang dialami sekaligus
memberi kepercayaan sepenuhnya bahwa saya bisa menyelesaikan masalah itu dengan
cara saya sendiri.
Kebiasaan Tata sebenarnya biasa saja lantaran memang semestinya tak mekso
dan ngoyo memberikan saran melainkan mengenali masalahnya dulu. Hanya
saja sebagian manusia merasa sia-sia berkeluh kesah dan merasa kurang hebat
kalau tak bisa memberi saran. Tata hanya meluangkan waktunya untuk berbagi,
yang oleh Yoona dituturkan, “Happiness is doubled when you share them
together and sadness is halved when you share them together.”
Berkali-kali Tata membesarkan hati saya dan saya harus tahu diri. Saya cuma
laki yang tak bisa membesarkan hati puan seperti Tata. Saya belum pernah
merasakan sakitnya datang bulan, mengandung bayi, menyusui bayi, mengasuh anak
dengan penuh kasih sayang. Saya memang tak akan merasakan sendiri pengalaman
yang sudah dan akan dirasakan oleh Tata.
Mungkin karena Tata menyandang nama Rochmwati yang bermakna pengasih dan
lahir pada hari Rabu yang merupakan hari bercahaya sehingga dia memiliki laku
seperti itu. Laku untuk berbagi kasih yang bisa merasuk batin selembut kirana.
Sifat pengasih Tata melahirkan kepedulian dan ketulusan untuk memberikan
penghiburan ketika didera lara dan peringatan saat mapan yang sampai saat ini
belum bisa saya lakukan.
Nama adalah harapan dari pemberi nama kepada yang diberi nama. Selain
diucapkan dalam serentetan rangkaian ritual ibadah mahdhah, harapan juga
bisa diungkapkan melalui sebuah nama yang disandangkan. Harapan yang
dihembuskan oleh orangtua sedari dini dalam suasana bahagia melalui sebuah nama
tentu akan terus menyerta dan memberi daya dorong luar biasa tanpa bisa sirna.
Saya yakin orangtua Tata tak sembarangan memberi nama untuk buah hati yang
mendapat panah takdir sebagai anak semata wayang kulit ini. Orangtua jelas
memberikan nama yang bagus, baik dari segi ucapan maupun makna. Rochmwati
bermakna puan penuh kasih. Nama yang diberikan pada Tata ini tak sia-sia. Tata
memang menjadi sosok yang penuh kasih, kasih yang dia tumpah-ruahkan pada
semua, tak pilih kasih untuk memberikan kasihnya.
Buat semua orang yang mengenalnya, Tata adalah sosok menyenangkan yang
selalu peduli dengan tulus kepada mereka. Kepedulian yang tulus pada sesama
ciptaan-Nya yang berasal dari sifat kasihnya. Tanpa pernah meminta, mereka yang
mendapat kasih dari Tata pun kemudian dengan kerelaan memberikan kasihnya pada Butcah
Chuniez ini.
Kasih untuk semua tanpa pilih kasih merupakan salah satu sari pati dari
Jimat Kalimasada yang dimiliki Yudhiṣṭhira [युधिष्ठिर]
(Yudistira). Jimat Kalimasada yang terkenal sebagai pusaka Pandawa sesungguhnya
cuma kerta kosong, maka tak pernah dibaca seumur sepanjang Yudistira mengayuh
perjalanan. Kalau digambarkan sekarang, seperti kertas kosong yang diperebutkan
dalam film paling relijius, Kungfu Panda.
Sari pati ini kemudian tampak ketika Yudistira bisa membaca Jimat
Kalimasada. Yudistira bisa membacanya setelah Lingga Maya memintanya membaca
jimat tersebut dengan niat dan bahasa Sastra Cetha Atining Suksma Sejati
(nurani). Lingga Maya adalah nama anjing kesayangan Yudistira, seperti mendiang
Tinkerbell yang menjadi anjing kesayangan Paris Whitney Hilton, sahabat
intimnya Britney Jean Spears.
Setelah dibacakan Jimat Kalimasada, Lingga Maya mendadak berubah wujud
menjadi Batara Darma. Batara Darma adalah dewa yang bertugas menjaga tegaknya
keseimbangan Jagad Raya. Sialnya, Batara Darma pernah dikutuk oleh Begawan
Animandaya [माण्डव्य] karena dianggap tak bijaksana. Mirip dengan Kim
Tae-yeon [김태연] (Taeyeon) yang dikutuk oleh
penggemar Jessica Sooyoun Jung [제시카 정] (Jessica) karena dianggap tak bijaksana.
Melalui pembacaan tersebut, Yudhistira membaca lima pasal dalam Jimat
Kalimasada:
— siapa ingin kaya, banyak-banyaklah berderma;
— siapa ingin cendekia, banyak-banyaklah mengajar;
— siapa ingin dikasihi, tumpah-ruahkanlah kasih itu ke semua;
— siapa ingin bahagia, bahagiakanlah sebanyak mungkin orang; serta
— siapa ingin mati sempurna, sempurnakanlah kematian sahabatmu.
Tata tidak mengucapkan butir-butir itu. Dia melakukan. Dia melakukan semua
itu sepanjang mengayuh perjalanannya. Terlebih butir ketiga Kalimasada
merupakan sari pati Rochmwati, nama yang disandang Tata sejak bayi. Sari pati
yang menjadi titik tolak untuk melakukan empat butir lainnya dalam Kalimasada.
Orangtua Tata tentu bahagia dengan rekam jejak yang telah dilakukan anak
tunggalnya ini. Anak yang mereka beri nama Rochmwati benar-benar menjadi
seorang pengasih yang menumpah-ruahkan kasihnya pada semua tanpa pilih kasih.
Tak salah Tata menyandang nama Rochmwati yang kadang dia ucapkan pada saya
Lochmwati.
Lebih dari itu, Tata adalah salah satu manusia yang terus memotivasi (digugu)
sekaligus menginspirasi (ditiru) saya. Tata adalah salah satu manusia
yang memotivasi untuk tak ragu dalam mengekspresikan perasaan melalui cara yang
nyaman saya lakukan. Dia juga menginspirasi saya untuk bersikap lentur melalui
ekpresi yang ditampakkan saat sedang tampil sebagai penari sekaligus kaku yang ditunjukkan
saat dia menjadi peragawati.
Puan kelahiran Kudus, 04 Oktober 1995, ini memang manusia biasa. Tata
merupakan sosok berperasaan [الإنسان] yang peduli pada penampilan badan [البشر]
dengan kemauan untuk membaur dalam lingkungan [الناس]. Sepanjang menjalani
keseharian, dia hanya berusaha untuk menghibur ketika lara dan mengingatkan
saat mapan.
Tak ada yang istimewa dari Tata karena semua manusia bisa meniru untuk
melakukannya. Malahan Tata sendiri mengagumi manusia lainnya, seperti Yoona.
Walau tak istimewa, puan Libra ini tetaplah sosok panutan yang patut dianut.
Semangat perjuangannya layak diperjuangkan. Perjalanannya merupakan satu sisi
megah tersendiri yang layak dikagumi.
Tata mentas tanpa mencari pencapaian namun tak lelah berjuang. Di-reken
sukses atau tidak dalam pencapaian bukan urusannya, yang merupakan kesuksannya
hanyalah tak lelah mengayuh secara terus-menerus. Mengayuh... mengayuh...
mengayuh perjalanan... saling mengapresiasi kesamaan dan menghormati ketidaksamaan...
“You say God give me a choice...” seperti lantun Queen dalam Bicycle
Race.
Tata tak lelah berjuang mewujudkan keseimbangan lingkungan kebersamaan.
Keseimbangan yang membuat orang-orang merasa aman dan nyaman saat saling
menyapa karena memiliki rasa sama. Satu perjalanan yang patut diapresiasi. Saling menyapa adalah satu cara jitu untuk merawat
titik temu antar sesama. Seperti diungkapkan oleh nama besar sebelum Tata, Master
Mister Immortal Commander Muhammad [محمد] shallallahu'alaihiwasallam.
Sang Kirana Azalea bertutur bahwa menyapa adalah senjata manusia beriman
[الدعاء سلاح المؤمن]. Satu pernyataan yang diabadikan oleh Madonna Louise
Veronica Ciccone melalui Like a Prayer.
Tata tetaplah Tata, yang terus melangkah tanpa bisa dituturkan melalui kata
dan aksara sepenuhnya. Yang jelas, rekaman kebersamaan yang dijalani selalu
memberi rasa gembira. Kegembiraan berkelanjutan menimbulkan sebuah kekaguman
tambahan hingga memberi semangat untuk mengabadikan semadyana. 24 September
2015 silam, tepat sewindu sejak pertama saya saling menyapa dengan Tata, timbul
keinginan untuk mengabadikan kebersamaan dengan Tata.
Kebersamaan dengan Tata, seorang puan dengan sifat penuh kasih yang
menekuni bidang keperawatan. Setelah melalui pencarian sekilas, saya menemukan
kata paling sering dirangkai dengan rahmah [رحمة], ialah rabbi [رب].
Dari pencarian berikutnya, saya menemukan bahwa kata rabbi [رب] memang
menekankan pada sisi femininine ketimbang masculinine yang
ditekankan oleh kata ilah [إله].
Kedua kata tersebut, ialah rabbi [رب] dan rahmah [رحمة],
sama-sama diawali dengan R. Tata sempat menghilangkan alphabet R
saat berinteraksi dengan saya beberapa tahun silam, termasuk mengubah Rochmwati
menjadi Lochmwati. Buat seru-seruan saja lantaran saya cadel, not perfect
but limited edition. Sebagai cara mengabadikannya, maka saya mencari
padanan kata rabbi [رب] yang selaras dengan kata rahmah [رحمة]
namun tak mengandung huruf R.
Akhir pencarian berkelanjutan membawa saya pada kata Pelantan,
yang bisa dijumpai dalam cuplikan berikut:
إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ
لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا ۞ [القرآن الكريم سورة
الكهف : ١٠]
Bandung, pukul 21:32, pada hari, pasaran, dan bulan hijriyyah yang sama
dengan 04 Oktober 1995.
Rujukan
Armstrong, K. (2014). Sejarah islam. Bandung : Mizan Pustaka.
Effendi, D. (2008). Pesan-pesan al-quran: mencoba mengerti intisari kitab suci. Jakarta
Selatan : Serambi Ilmu Semesta.
Fraenkel, J.R. & Wallen, N.E. (2009). How to design and evaluate research in
education (7th ed.). New York : McGraw-Hill Companies.
Nadjib, M.A. (2016). Yang sejodo dan yang separo. Daur.
Nadjib, M.A. (2017). Latihan lemah lembut.
Daur II.
Rakhmat, J. (2007). Dahulukan akhlak di atas fiqih. Bandung : Mizan Pustaka.
Rusdy, S.T. (2013). Rahwana putih: sang kegelapan pemeram keagungan cinta. Jakarta
Selatan : Yayasan Kertagama.
Saputra, P.R. (2012). Spiritual journey: pemikiran dan permenungan emha ainun nadjib. Jakarta
Pusat : Kompas Media Nusantara.
Siroj, S.A. (2006). Tasawuf sebagai kritik sosial: mengedepankan islam sebagai inspirasi,
bukan aspirasi. Bandung : Mizan Pustaka.
Sudjiwo, A.H. (2013). Kang mbok: sketsa kehidupan sri teddy rusdy. Jakarta Selatan :
Yayasan Kertagama.
Supriyanto. (2013). Waras di zaman edan: mencerap hikmah dan humor di setiap kejadian. Sleman
: Bentang Pustaka.
Yow, V.R. (2005). Recording
oral history a guide for the humanities and social sciences (2nd ed.).
Walnut Creek: Altamira Press.