Episode 6 — Penggemar Membayar Untuk Lebih

 

Malam ini, sehari setelah penampilannya yang memukau di Halaman Mapolres Subang, Aini Zhafara sudah berada di lokasi lain untuk memenuhi janjinya kepada para penggemar. Kafe Angin Malam yang menjadi tempat acara meet and greet eksklusif ini berlokasi di Patuk, Bukit, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Perjalanan dari Polres Subang menuju lokasi ditempuh menggunakan mobil MVP hitam selama kurang lebih 6 jam 4 menit, menempuh jarak 459 kilometer melalui jalur tol Cikopo - Palimanan. Aini tiba di sana pada pagi hari, disambut hangat oleh kru Kafe Angin Malam yang sudah menantinya. Mereka langsung mempersilakan Aini untuk beristirahat di Homestay Angin Malam, sebuah penginapan yang merupakan bagian dari jejaring bisnis kafe tersebut.

Seharian penuh di Homestay Angin Malam, Aini menikmati berbagai fasilitas yang telah ia minta sebelumnya. Kolam renang privat menjadi tempatnya untuk bersantai di pagi hari, disusul dengan sesi sauna yang menyegarkan. Aini menikmati udara sejuk pagi itu sambil berenang, melemaskan otot yang kaku setelah perjalanan.

Untuk makan siang, nasi rendang – salah satu makanan favoritnya – sudah tersedia. Ia juga menikmati lemon tea, berbagai cemilan ringan, dan tak lupa persediaan permen karet serta rokok. Kulkas di kamarnya sudah terisi penuh dengan berbagai macam buah-buahan segar, dan satu kardus air mineral juga telah disiapkan.

Sore harinya, tukang pijat datang untuk memanjakan Aini dan Bayu dengan sesi relaksasi setelah perjalanan panjang dan penampilan yang melelahkan di Subang. Setelah beristirahat dan memulihkan tenaga, Aini pun siap untuk bertemu dengan para penggemarnya dalam acara "Makan Malam Bareng Aini" yang sangat dinantikan.

Suasana di Kafe Angin Malam terasa berbeda malam itu, dipenuhi energi antisipasi yang kental. Ratusan orang duduk berkelompok di meja-meja yang tertata rapi, wajah mereka berseri-seri penuh harap. Mereka adalah para penggemar terpilih yang berhasil mendapatkan tiket eksklusif "Makan Malam Bareng Aini". Sebuah kesempatan langka yang harus ditebus dengan biaya tidak sedikit.

Angka Rp286.000,- per orang menjadi harga yang harus dibayar untuk bisa berada di ruangan itu. Angka yang disesuaikan dengan tanggal lahir sang idola, 28 Juni, menambah kesan personal pada acara tersebut. Bagi sebagian orang, jumlah itu mungkin terasa berat, namun bagi para penggemar fanatik ini, itu adalah investasi kebahagiaan.

Dengung percakapan pelan mengisi ruangan kafe yang didekorasi khusus untuk acara ini. Beberapa penggemar saling bertukar cerita tentang bagaimana mereka mengidolakan Aini Zhafara. Yang lain sibuk merapikan penampilan, berharap bisa tampil maksimal jika mendapat kesempatan berinteraksi langsung. Ada juga yang sekadar duduk diam, menyimpan energi untuk momen kedatangan sang bintang.

Di meja sebelah, Rizky, seorang mahasiswa semester akhir jurusan desain grafis yang menjadi penggemar Aini sejak melihat live streaming konsernya di YouTube, berbisik pada temannya. “Gila, nggak nyangka akhirnya bisa ikut acara kayak gini. Kosan bulan ini terpaksa agak telat bayarnya,” ujarnya dengan nada sedikit menyesal namun tetap antusias.

Di meja yang sama, Andi, seorang karyawan swasta yang mulai mengidolakan Aini setelah sering melihat potongan video goyangannya di TikTok, menjawab tak kalah semangat. “Sama! Tapi demi Mbak Aini, apa sih yang nggak? Kapan lagi coba bisa sedekat ini?”

Di meja depan, Sinta, seorang mahasiswi yang mengikuti Aini sejak awal kemunculannya di Instagram, menimpali dengan antusias. “Bener banget! Denger-denger cuma 286 orang kan yang bisa masuk? Beruntung banget kita!”

Keeksklusifan acara ini menjadi daya tarik tersendiri, menciptakan aura privilese bagi yang hadir. Mereka bukan sekadar penonton di konser, melainkan tamu undangan dalam acara yang lebih intim. Status Aini Zhafara sebagai idola terasa begitu kuat, mampu menggerakkan ratusan orang untuk membayar demi beberapa jam kedekatan.

Tepat pukul tujuh malam, pintu utama kafe terbuka, sontak menarik perhatian semua orang di dalam. Sosok Aini Zhafara muncul, diiringi oleh Bayu yang sigap berjalan di belakangnya. Penampilan Aini malam itu terlihat kasual namun tetap memancarkan pesona bintangnya: celana panjang hitam dipadu kaus hitam polos yang pas di badan.

Rambut hitam panjangnya diikat ekor kuda sederhana, memperlihatkan leher jenjangnya. Riasan wajahnya tipis, menonjolkan kecantikan alaminya dengan senyum lebar yang langsung merekah begitu melihat para penggemar. Berbeda dengan penampilan panggungnya yang glamor di Subang, malam ini ia terlihat lebih santai dan mudah didekati.

Di belakangnya, Bayu tampak sedikit kewalahan membawa beberapa tas jinjing berukuran sedang dan sebuah tas ransel. Entah apa isinya, mungkin merchandise atau hadiah untuk penggemar, atau justru perlengkapan pribadi Aini. Ia berjalan cepat menyusul Aini, wajahnya tetap tenang dan profesional seperti biasa.

Suasana kafe seketika menjadi riuh rendah oleh bisikan kagum dan bunyi klik kamera ponsel. Semua mata tertuju pada Aini yang melangkah anggun menuju area utama yang telah disiapkan. Beberapa penggemar bahkan terlihat menahan napas saking terpesonanya. Kehadiran fisik sang idola ternyata memiliki dampak yang jauh lebih kuat.

Lia, seorang pelajar SMA yang menjadi penggemar berat Aini sejak lagu "Goyang Heboh" viral di TikTok, berbisik pelan dengan mata berkaca-kaca. “Ya Tuhan, Mbak Aini cantik banget!”

Di mejanya, Dika, seorang pekerja kantoran yang sering menonton cover lagu Aini di YouTube, menyahut dengan nada takjub. “Auranya beda ya kalau ketemu langsung. Gila!”

“Be, tolong dokumentasikan semua ya. Pastikan angle-nya bagus,” bisik Aini pada Bayu saat mereka berjalan.

“Siap, Mbak Aini. Sudah saya siapkan kameranya,” jawab Bayu patuh, segera mengeluarkan kamera dari tasnya.

Aini mengambil mikrofon yang telah disiapkan, senyumnya semakin lebar menyapa para penggemarnya. Kehangatan terpancar dari sorot matanya saat ia memandang berkeliling ruangan. Ia tampak tulus menghargai kehadiran setiap orang yang telah meluangkan waktu dan biaya untuk bertemu dengannya malam itu.

Suara merdunya mengisi keheningan sesaat yang tercipta saat semua orang fokus padanya. Ia mengucapkan salam dan selamat datang dengan nada ramah dan ceria. Kata-katanya sederhana namun berhasil membuat para penggemar merasa sangat dihargai dan diterima. Interaksi awal ini terasa begitu hangat dan personal.

“Selamat malam semuanya! Senang sekali Aini bisa bertemu kalian semua di acara spesial ‘Makan Malam Bareng Aini’ ini,” sapanya ceria. “Terima kasih banyak ya sudah mau datang jauh-jauh dan meluangkan waktu buat Aini.”

Bayu bergerak tanpa suara di antara meja-meja, mengabadikan momen-momen interaksi Aini dengan para penggemar. Kameranya bekerja tanpa henti, menangkap ekspresi bahagia para penggemar dan senyum menawan Aini dari berbagai sudut. Ia menjalankan tugasnya dengan efisien dan tanpa menarik perhatian berlebih.

Para penggemar larut dalam pesona Aini. Mereka mendengarkan setiap kata dengan saksama, sesekali bertepuk tangan atau tertawa kecil menanggapi candaan Aini. Bagi mereka, ini adalah momen berharga yang akan selalu diingat. Bisa berada begitu dekat dengan sang idola terasa seperti mimpi yang menjadi kenyataan.

Acara makan malam pun dimulai. Hidangan lezat disajikan oleh para pramusaji Kafe Angin Malam. Aini duduk di sebuah meja khusus di bagian depan, namun ia tidak hanya diam di sana. Sesekali ia bangkit dan berjalan menghampiri beberapa meja secara acak, menyapa penggemar lebih dekat.

Para penggemar yang mejanya dihampiri tentu saja merasa sangat senang dan gugup. Mereka berebut untuk bisa berbicara atau sekadar bersalaman dengan Aini. Aini menanggapi semuanya dengan sabar dan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya. Ia berusaha memberikan perhatian yang sama rata kepada semua orang.

Saat Aini menghampiri mejanya, Faisal, seorang penggemar fanatik yang mengikuti setiap unggahan Aini di Instagram dan bahkan membuat akun khusus fanbase, bertanya dengan gugup. “Mbak Aini, boleh minta foto bareng sebentar?”

“Oh, tentu boleh. Sebentar ya, habis ini ada sesi foto khusus kok,” jawab Aini ramah. “Dimakan dulu hidangannya, nanti keburu dingin lho.”

Meskipun berusaha tampil ceria dan energik, samar-samar terlihat jejak kelelahan di wajah Aini. Jadwalnya yang padat beberapa pekan terakhir pasti menguras tenaganya. Namun, profesionalismenya sebagai seorang idola menuntutnya untuk tetap tampil prima di hadapan penggemar.

Bayu selalu berada tak jauh dari Aini, siap membantu jika diperlukan. Ia sigap mengatur antrian penggemar yang ingin berinteraksi, mengingatkan waktu, atau sekadar memberikan kode pada Aini jika ada sesuatu. Kerja sama mereka terlihat begitu padu dan efisien malam itu.

Sesi tanya jawab menjadi salah satu bagian yang paling ditunggu-tunggu. Para penggemar antusias mengangkat tangan, ingin bertanya langsung kepada idola mereka. Pertanyaan yang diajukan beragam, mulai dari karir musik, kehidupan pribadi, hingga tips kecantikan. Aini menjawab semuanya dengan lugas dan sesekali diselingi tawa.

Maya, seorang penggemar yang menjadi subscriber setia kanal YouTube Aini sejak awal karirnya, mengangkat tangan dengan antusias. “Mbak Aini, apa rahasianya bisa selalu tampil cantik dan energik di panggung?”

Aini tertawa kecil sebelum menjawab. “Rahasia ya? Yang penting happy aja ngejalaninnya, sama jangan lupa istirahat yang cukup kalau ada waktu. Terus dukungan dari kalian semua ini juga jadi energi terbesar buat Aini!”

Tiba-tiba, Aini menghentikan sesi tanya jawab. Ia tersenyum lebar, seolah baru mendapatkan ide cemerlang. “Eh, sebentar ya semuanya! Aini punya kejutan buat kalian!” serunya antusias. Ia menoleh ke arah Bayu dan memberikan isyarat. Bayu tampak sedikit bingung, namun segera mengerti maksud Aini.

“Karena kita sudah makan malam enak bareng, Aini jadi pengen nyanyi buat kalian semua. Ini spesial, Aini mau nyanyi lagu-lagu favorit Aini,” kata Aini sambil tersenyum misterius. Para penggemar langsung bersorak gembira dan bertepuk tangan antusias.

Bayu dengan cepat memberikan instruksi kepada kru Kafe Angin Malam yang tampak sedikit kelabakan dengan ide dadakan ini. Mereka segera menyiapkan peralatan karaoke seadanya. Aini menyadari kekacauan kecil yang terjadi, namun ia berusaha menutupi dan menjaga citra baik kafe. “Maaf ya kalau sound-nya agak sederhana, yang penting kita bisa nyanyi bareng kan?” ujarnya dengan nada ceria.

Musik karaoke mulai mengalun. Aini mengambil mikrofon, matanya sedikit terpejam, mencoba menghayati alunan lagu pertama, “Bunga”. Suaranya yang lembut dan penuh perasaan membawakan lirik tentang kerinduan dan cinta yang mendalam. Meskipun hanya diiringi musik karaoke, Aini mampu menyampaikan emosi lagu dengan begitu kuat. Tatapan matanya sesekali tertuju pada para penggemar, namun lebih sering terlihat menerawang, seolah ia sedang melampiaskan kerinduan hatinya sendiri. Kelelahan fisik dan batin akibat jadwal yang padat seolah menemukan katarsis dalam setiap nada yang ia nyanyikan, memancarkan aura feminin yang lembut namun memikat.

Lagu berikutnya adalah “Belah Duren”. Tempo musik yang lebih ceria langsung mengubah suasana. Aini bergerak lebih lincah, senyum menggoda tersungging di bibirnya. Ia memainkan ekspresi wajah yang jenaka dan penuh daya tarik, membuat para penggemar tertawa dan semakin terhibur. Goyangan pinggulnya yang halus namun provokatif, meskipun tidak seeksplisit saat di panggung konser, tetap mampu memancarkan aura yang menjadi ciri khasnya. Menyanyikan lagu ini seolah menjadi cara Aini melepaskan penat dengan bersenang-senang dan menggoda para penggemarnya secara intim.

Suasana kembali berubah melankolis saat intro lagu “Tak Jujur” mulai terdengar. Aini membawakan lagu ini dengan penuh penjiwaan, suaranya sarat akan kesedihan dan kekecewaan. Ia memejamkan mata, merasakan setiap lirik yang menceritakan tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan. Dalam kesunyian kafe yang terisi suara karaokenya, Aini tampak rapuh namun tetap memancarkan pesona yang kuat. Menyanyikan lagu ini mungkin menjadi cara Aini untuk mengeluarkan beban emosional yang terpendam akibat berbagai tekanan dalam karirnya.

Energi kembali melonjak saat musik “Goyang Heboh” menghentak. Para penggemar langsung bersorak dan ikut bertepuk tangan. Aini tidak bisa menahan diri untuk tidak bergoyang, meskipun ruang geraknya terbatas. Ia menampilkan gerakan-gerakan andalannya dengan penuh semangat, memancarkan aura yang membuat para penggemar semakin histeris. Menyanyikan lagu ini seolah menjadi suntikan semangat bagi Aini sendiri, mengusir rasa lelah fisik dan menggantinya dengan energi yang membara. Ia tampak menikmati setiap gerakan dan interaksi dengan para penggemarnya yang ikut bergoyang di tempat duduk mereka.

Sebagai penutup, Aini memilih lagu “Liku-Liku”. Tempo yang lebih lambat memberikan kesempatan Aini untuk menampilkan sisi vokalnya yang lebih dalam dan emosional. Ia berjalan perlahan di antara meja-meja, berinteraksi lebih dekat dengan para penggemar sambil menyanyikan lirik yang penuh perasaan. Tatapan matanya yang intens dan penuh makna seolah mampu menyihir setiap orang yang melihatnya, memancarkan aura yang halus namun sangat kuat. Menyanyikan lagu ini mungkin menjadi cara Aini untuk menyampaikan rasa terima kasihnya kepada para penggemar atas dukungan mereka, sekaligus memberikan sentuhan emosional yang mendalam setelah serangkaian lagu yang lebih energik. Meskipun tubuhnya terasa lelah, Aini terus memberikan penampilan yang maksimal, suaranya tetap merdu dan energinya tetap terpancar, karena ia tahu inilah yang diinginkan para penggemarnya.

Setelah penampilan dadakan yang sangat menghibur tersebut, sesi foto bersama pun dimulai. Bayu dengan cekatan mengatur alur agar semua 286 penggemar mendapatkan kesempatan berfoto bersama Aini. Aini berdiri sabar di area yang telah ditentukan, siap menyambut satu per satu penggemarnya.

Penggemar pertama yang maju adalah Dewi, seorang gadis remaja yang sudah mengidolakan Aini sejak melihat penampilannya di sebuah konser setahun lalu. Begitu berhadapan langsung dengan idolanya, air mata Dewi langsung menetes tanpa bisa ia tahan. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangan, tak percaya bisa sedekat ini dengan Aini. Dengan suara tercekat, ia mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya berpose kaku di samping Aini untuk difoto.

Berikutnya adalah Bima, seorang pria dewasa yang sehari-harinya bekerja sebagai akuntan. Bima tampak lebih tenang, namun matanya tidak lepas dari Aini. Saat bersalaman sebelum berfoto, Bima dengan gerakan cepat namun penuh hormat mencium punggung tangan Aini, membuat sang idola tersenyum tulus. Ekspresi wajah Bima setelah berfoto menunjukkan kebahagiaan yang luar biasa, seolah baru saja mendapatkan sebuah kehormatan besar.

Di barisan antrian, terlihat Rani, seorang mahasiswi yang menjadi penggemar Aini melalui TikTok. Rani terus memandangi Aini dengan tatapan penuh kekaguman. Ia bahkan beberapa kali terlihat mengatur rambutnya dan membenarkan letak bajunya, ingin tampil sempurna saat gilirannya tiba. Ketika akhirnya berdiri di samping Aini, Rani tampak sedikit gemetar namun tetap berusaha tersenyum lebar saat kamera mengambil gambar.

Sementara itu, Joko, seorang bapak paruh baya yang mengaku menjadi penggemar Aini karena terhibur dengan lagu-lagunya saat sedang bersantai, dengan sabar menunggu gilirannya di barisan belakang. Ia sesekali melihat ke arah Aini yang terus tersenyum dan melayani penggemarnya tanpa lelah. Joko tampak menikmati suasana dan merasa bangga bisa menjadi bagian dari komunitas penggemar Aini Zhafara.

Aini sendiri duduk dengan sabar, melayani setiap permintaan foto dengan senyum manis yang sama. Ia berusaha membuat setiap penggemar merasa spesial, sesekali mengucapkan kalimat sapaan singkat atau memberikan pelukan hangat. Meskipun pasti melelahkan, Aini tidak menunjukkan sedikit pun rasa lelahnya. Baginya, momen ini adalah wujud nyata dari dukungan dan cinta para penggemar yang telah membesarkan namanya. Setiap interaksi adalah bahan bakar semangat untuk terus berkarya.

Ia berganti-ganti pose, merangkul penggemar, atau sekadar berdiri berdampingan. Kilatan lampu blitz kamera ponsel tak henti-hentinya menyala. Setiap penggemar ingin mengabadikan momen langka ini sebagai bukti kedekatan mereka dengan sang idola. Kenangan ini akan mereka simpan baik-baik.

Di sela-sela sesi foto, Aini sempat menyesap sedikit air mineral yang disodorkan Bayu. Ia menarik napas dalam sejenak, memejamkan mata sepersekian detik. Momen singkat itu mungkin satu-satunya kesempatan baginya untuk sedikit beristirahat sebelum kembali memasang senyum profesionalnya.

Bayu memperhatikan Aini dengan seksama. Ia tahu persis kapan Mbak Aini-nya mulai merasa lelah. Ia memberikan isyarat kecil kepada tim kafe bahwa acara akan segera berakhir. Semua harus berjalan sesuai jadwal yang telah disepakati.

Meskipun lelah, Aini tetap menunjukkan keramahan yang luar biasa. Ia tidak sekalipun mengeluh atau menunjukkan raut muka masam. Baginya, kepuasan penggemar adalah prioritas utama, terutama dalam acara berbayar seperti ini. Citra baik harus selalu dijaga.

Total pendapatan kotor dari acara malam itu mencapai angka fantastis Rp81.796.000,-. Angka yang menunjukkan betapa besarnya daya tarik Aini Zhafara dan loyalitas penggemarnya. Dari jumlah itu, Aini akan menerima bagian sebesar Rp20.000.000,- ditambah fasilitas jajan gratis selama setahun di Kafe Angin Malam. Sebuah kesepakatan yang menguntungkan.

Bayu sendiri akan mendapatkan bagian sebesar Rp1.500.000,- atas kerja kerasnya mengelola dan mendampingi Aini dalam acara ini. Jumlah yang mungkin tidak seberapa dibandingkan pendapatan Aini, namun cukup berarti baginya sebagai asisten pribadi. Ia menerima bagiannya dengan penuh rasa syukur.

Menjelang akhir acara, Aini kembali berdiri di depan untuk memberikan kata penutup. Suasana kembali hening, semua perhatian tertuju padanya. Ia mengucapkan terima kasih sekali lagi atas kehadiran dan antusiasme para penggemar malam itu. Kata-katanya terdengar tulus dan menyentuh hati.

Ia memuji semangat para penggemar dan mengatakan betapa berartinya dukungan mereka bagi karirnya. Ia berharap acara seperti ini bisa diadakan lagi di lain waktu. Para penggemar mendengarkan dengan saksama, wajah mereka dipenuhi rasa haru dan bangga bisa menjadi bagian dari momen itu.

Kemudian, Aini mengucapkan kalimat penutup yang terdengar sedikit berbeda. Ada nada khusus dalam suaranya, tatapan matanya seolah menembus ke dalam jiwa setiap penggemar yang hadir. Kalimat itu sederhana, namun memiliki kekuatan magis yang membuat bulu kuduk berdiri.

Para penggemar terdiam, meresapi setiap kata yang baru saja diucapkan idola mereka. Kalimat itu seolah bergema di benak mereka, terasa seperti sebuah bisikan suci atau wahyu yang turun langsung dari langit. Mereka merasa mendapatkan sebuah amanat khusus dari Aini Zhafara malam itu.

“Terima kasih untuk malam ini, semuanya. Dukungan kalian adalah napas bagi karir Aini,” ucap Aini dengan suara lembut namun penuh penekanan. “Aini berharap… rasa sayang dan pemujaan kalian ini akan terus tumbuh semakin dalam, semakin kuat, dan selalu menyertai setiap langkah Aini ke depan. Jadilah kekuatanku.” Aini kemudian tersenyum misterius, matanya berbinar-binar menatap para penggemarnya. “Nah, sebagai wujud terima kasih Aini yang lebih… spesial… Aini punya kejutan kecil buat kalian semua. Sesuatu yang sangat personal dan belum pernah Aini lakukan sebelumnya.”

Aini memberi kode kepada Bayu, yang kemudian membawa sebuah kotak besar ke atas panggung kecil tempat Aini berdiri. Saat Aini memberikan kode kepada Bayu dan kotak besar itu dibawa ke atas panggung, Bayu sendiri menatapnya dengan tatapan tak percaya. Lelang barang bekas? Belum dicuci pula? Apa ini akan berhasil? pikirnya skeptis. Ia baru menyadari alasan mengapa Aini selalu menolak tawaran fasilitas laundry baik saat mereka di Jakarta Utara, di Subang, maupun selama menginap di Homestay Angin Malam. Awalnya ia mengira Aini hanya ingin lebih santai, namun ternyata ada rencana tersembunyi di balik penolakan itu. Ia menggeleng-gelengkan kepala, merasa semakin kagum dengan jalan pikiran Aini yang sulit ditebak namun selalu berhasil memukau para penggemarnya.

“Seperti yang Aini bilang tadi, Aini ingin rasa sayang dan pemujaan kalian terus tumbuh, kan? Nah, bagaimana kalau kalian memiliki sesuatu yang benar-benar ‘Aini banget’ untuk kalian simpan dan… mungkin… kalian puja?” Aini terkekeh kecil, membuat para penggemar semakin antusias. “Malam ini, Aini akan melelang beberapa barang bekas Aini yang belum dicuci. Ada yang Aini pakai waktu talkshow di Jakarta Utara dan ada juga yang menemani Aini menggoyang Subang!”

Di antara para kru Kafe Angin Malam yang menyaksikan adegan ini dari sela-sela kesibukan mereka, tampak Rina, seorang pelayan yang sudah bekerja di sana selama beberapa tahun, saling bertukar pandang keheranan dengan Agus, sang manajer kafe. Mereka berdua tidak menyangka acara makan malam eksklusif ini akan berakhir dengan lelang barang bekas yang tidak lazim. Joko, salah satu pramusaji yang sedang mengantarkan minuman, bahkan sempat berhenti sejenak, ternganga melihat kotak berisi pakaian bekas di atas panggung. Mereka semua baru pertama kali menyaksikan pemandangan seperti ini, sebuah demonstrasi pemujaan yang begitu kuat hingga barang bekas pakai sang idola pun menjadi rebutan.

“Kita mulai dari yang pertama ya,” kata Aini sambil mengeluarkan bungkusan plastik berisi beberapa pasang kaos kaki. “Ini dia… delapan pasang kaos kaki Aini. Ada yang pendek, ada yang panjang, ada yang warna-warni juga. Semuanya bekas pakai, ya! Siapa yang berani buka harga?”

Seorang pria paruh baya di barisan depan, Bapak Surya, seorang pengusaha properti sukses yang menjadi penggemar Aini sejak melihatnya di televisi, langsung mengangkat tangan. “Saya buka harga Rp100 ribu per pasang, Mbak Aini!”

Penggemar lain, Rudi, seorang pemilik jaringan minimarket yang mulai mengidolakan Aini setelah melihat viralnya goyangan di konser, menimpali, “Saya naikkan jadi Rp150 ribu per pasang!”

Tawar-menawar sengit pun terjadi. Beberapa penggemar lain ikut menaikkan harga, termasuk seorang wanita muda bernama Mira, pemilik butik online yang terinspirasi oleh gaya Aini. Akhirnya, delapan pasang kaos kaki bekas pakai Aini berhasil terjual dengan harga Rp200 ribu per pasang kepada Bapak Surya, total Rp1,6 juta. Bapak Surya tampak sangat senang mendapatkan barang ‘berharga’ dari idolanya.

“Oke, barang selanjutnya!” seru Aini bersemangat sambil mengeluarkan sepasang high heels berwarna hitam dengan hak setinggi 10 cm. “Sepatu ini menemani Aini saat talkshow di Jakarta Utara. Lumayan pegal sih pakainya, tapi tetap bikin Aini kelihatan cetar, kan?” Aini tertawa kecil. “Siapa yang mau memiliki jejak langkah Aini?”

Bapak Herman, seorang pengusaha konstruksi yang menjadi penggemar Aini sejak tak sengaja melihat video klipnya di YouTube dan terpesona dengan karismanya, langsung mengangkat tangan tinggi-tinggi. “Saya buka harga Rp500 ribu, Mbak Aini!”

Tawaran langsung disambut oleh Ibu Ratna, seorang pemilik salon kecantikan yang mengagumi Aini karena kecantikan dan energinya. “Saya naikkan jadi Rp1 juta, Mbak Aini!”

Bapak Herman tidak menyerah begitu saja. “Saya tambah lagi jadi Rp1,5 juta!” Tawar-menawar terus berlanjut hingga akhirnya high heels tersebut jatuh ke tangan Bapak Herman dengan harga Rp1,7 juta. Bapak Herman terlihat sangat puas, bahkan langsung memeluk sepatu tersebut dengan erat.

“Nah, ini dia nih, yang pasti bikin kalian penasaran!” Aini mengeluarkan sebuah sexy dress stretch berwarna mencolok dengan payet-payet berkilauan. “Gaun ini Aini pakai waktu konser di Subang! Masih ada jejak keringat goyangan heboh Aini lho!” Aini menggoda para penggemarnya. “Siapa yang berani memiliki ‘kulit kedua’ Aini di malam yang penuh kenangan itu?”

Kali ini, Bapak Kevin, seorang pemilik perusahaan IT yang menjadi penggemar Aini sejak melihat penampilannya yang enerjik di konser, langsung memberikan tawaran fantastis. “Saya buka harga Rp2 juta, Mbak Aini!”

Tawaran ini langsung disambut oleh Ibu Ratna yang tampaknya sangat bersemangat malam itu. “Saya naikkan jadi Rp3 juta!”

Bapak Kevin tidak mau kalah. “Saya tambah lagi jadi Rp3,5 juta!” Suasana semakin riuh, para penggemar lain ikut bersorak dan memberikan semangat. Akhirnya, sexy dress tersebut berhasil dimenangkan oleh Bapak Kevin dengan harga Rp3,5 juta. Ia tampak sangat gembira dan berjanji akan menyimpan gaun tersebut sebagai pusaka.

“Terakhir, tapi tidak kalah spesial!” Aini mengeluarkan sebuah blazer hitam elegan. “Blazer ini juga menemani Aini saat talkshow di Jakarta Utara. Bikin Aini terlihat lebih formal tapi tetap stylish, kan?” Aini tersenyum. “Siapa yang ingin memiliki aura bintang Aini dalam balutan blazer ini?”

Bapak Surya, yang sebelumnya sudah mendapatkan kaos kaki, kembali mengangkat tangan. “Saya buka harga Rp2 juta!”

Bapak Herman, yang juga baru saja memenangkan high heels, ikut menawar. “Saya naikkan jadi Rp3 juta!”

Tawar-menawar kembali terjadi dengan sengit. Bapak Kevin juga ikut menaikkan harga, tampaknya ingin melengkapi koleksi ‘barang bekas Aini’. Namun, pada akhirnya, blazer hitam tersebut berhasil dimenangkan oleh Bapak Herman dengan harga Rp3,8 juta. Ia tampak sangat senang bisa mendapatkan dua barang dari idolanya dalam satu malam.

 “Tunggu dulu!” seru Aini tiba-tiba, membuat para penggemar kembali riuh. “Ternyata Aini masih punya ‘harta karun’ yang lain!” Ia kembali merogoh kotak besar tersebut dan mengeluarkan beberapa helai pakaian dalam wanita. “Nah, ini dia… delapan bra bekas pakai Aini dan delapan celana dalam bekas pakai Aini! Semuanya menemani Aini di Jakarta Utara dan Subang!”

Aini tersenyum nakal. “Kali ini, Aini jual per item ya… satu bra bekas Rp1 juta dan satu celana dalam bekas juga Rp1 juta! Siapa yang berminat?”

Tanpa diduga, tawaran langsung bermunculan. Untuk bra pertama, dimenangkan oleh Bagas, seorang pengusaha muda berusia 32 tahun yang menjadi penggemar Aini sejak melihatnya di televisi. Bra kedua jatuh ke tangan Ferdi, seorang karyawan bank berusia sekitar 35 tahun yang mengagumi Aini karena kecantikannya. Lelang bra berikutnya dimenangkan oleh Rangga (38 tahun, pemilik bengkel mobil), Andre (31 tahun, freelancer desain), Yusuf (36 tahun, pedagang online), Hendra (39 tahun, karyawan BUMN), Dito (33 tahun, chef), dan Kevin (yang sebelumnya memenangkan sexy dress, kembali antusias).

Untuk celana dalam, pemenangnya adalah Arya (34 tahun, konsultan IT), Gilang (37 tahun, arsitek), Sandy (30 tahun, influencer), Rizky (yang sebelumnya menunda bayar kosan, kembali bersemangat), Pratama (39 tahun, pengacara), Bayu (bukan manajer Aini, melainkan penggemar lain berusia 31 tahun), Eko (35 tahun, pemilik kedai kopi), dan Fajar (32 tahun, fotografer).

Setelah tawar-menawar singkat, semua bra dan celana dalam bekas Aini ludes terjual dengan harga masing-masing Rp1 juta. Bayu, sang manajer, dengan sigap menerima uang tunai dari para pemenang lelang. Sementara itu, Aini dengan senyum lebar menyerahkan langsung barang-barang bekas tersebut kepada para penggemarnya. Setiap pemenang lelang mendapatkan kesempatan berfoto satu per satu dengan Aini saat menerima ‘trofi’ mereka. Para pria tersebut tampak sangat bahagia dan bangga bisa memiliki pakaian dalam bekas idolanya, sebuah puncak dari pemujaan yang mungkin tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

Setelah tawar-menawar singkat, semua bra dan celana dalam bekas Aini ludes terjual dengan harga pas masing-masing Rp1 juta. Bayu, sang manajer, dengan sigap menerima uang tunai dari para pemenang lelang. Sementara itu, Aini dengan senyum lebar menyerahkan langsung barang-barang bekas tersebut kepada para penggemarnya. Setiap pemenang lelang mendapatkan kesempatan foto satu per satu dengan Aini saat menerima ‘trofi’ mereka.

Bagas, begitu menerima bra berwarna merah muda dari tangan Aini, langsung menciumnya dengan mata terpejam, seolah menghirup aroma sang idola. “Ya Tuhan… terima kasih banyak, Mbak Aini! Ini akan saya simpan baik-baik,” ujarnya dengan suara bergetar.

Ferdi, dengan wajah sumringah, menerima bra berwarna hitam dan tanpa ragu mengelapkannya ke pipinya, merasakan kelembutan kain yang pernah bersentuhan dengan kulit Aini. “Ini adalah kehormatan terbesar dalam hidup saya, Mbak!” serunya penuh semangat.

Rangga, setelah menerima bra berwarna ungu, langsung memeluknya erat di dada, seolah memeluk Aini sendiri. “Saya tidak akan pernah mencuci ini lagi, Mbak! Terima kasih!” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Andre, menerima celana dalam berwarna putih dengan kedua tangan, menatapnya dengan penuh hormat seolah memegang artefak suci. “Saya akan menjaganya seperti barang yang paling berharga,” ucapnya dengan nada pelan.

Yusuf, begitu menerima celana dalam berwarna hitam, langsung membawanya ke hidung dan menarik napas panjang. “Aromanya… Mbak Aini banget!” gumamnya dengan senyum lebar.

Hendra, menerima bra berwarna krem, tampak sedikit malu namun tetap sangat bahagia. Ia menerima barang tersebut dengan senyum canggung dan mengucapkan terima kasih dengan sopan. “Terima kasih banyak, Mbak Aini. Saya sangat menghargainya.”

Dito, menerima celana dalam berwarna merah, langsung mengangkatnya tinggi-tinggi sambil tertawa bahagia. “Ini akan menjadi koleksi pribadi yang tak ternilai harganya!” serunya riang.

Kevin, yang kembali memenangkan satu bra lagi, tampak sangat antusias. Ia langsung berpose kocak dengan bra tersebut di kepalanya saat berfoto bersama Aini. “Ini akan jadi kenang-kenangan yang tak terlupakan!” katanya sambil tertawa.

Arya, menerima celana dalam berwarna biru, tampak sangat senang dan langsung memasukkannya ke dalam saku jaketnya dengan hati-hati. “Terima kasih, Mbak Aini. Ini akan selalu saya bawa,” bisiknya.

Gilang, menerima bra berwarna cokelat, tampak terharu. Ia hanya bisa mengucapkan terima kasih dengan anggukan kepala dan senyum tulus.

Sandy, menerima celana dalam berwarna pink, langsung memeluk Aini erat saat berfoto, dengan barang ‘berharganya’ terselip di tangannya. “Saya sangat beruntung malam ini, Mbak!” ujarnya.

Rizky, yang kembali mendapatkan celana dalam, tampak sangat gembira dan berjanji akan memajangnya di kamarnya. “Ini akan jadi motivasi saya setiap hari, Mbak!” katanya penuh semangat.

Pratama, menerima bra berwarna hitam, tampak sedikit lebih tenang namun tetap sangat menghargai momen tersebut. Ia mengucapkan terima kasih dengan nada sopan dan berfoto dengan senyum lebar.

Bayu (penggemar), menerima celana dalam berwarna ungu, tampak sangat senang dan langsung memakainya di kepala saat berfoto bersama Aini, membuat semua orang tertawa. “Saya jadi ‘Raja Goyang’ malam ini!” serunya.

Eko, menerima bra berwarna putih, tampak sangat bahagia dan berjanji akan menceritakan momen ini kepada semua temannya. “Ini akan jadi cerita yang luar biasa!” katanya.

Fajar, menerima celana dalam berwarna abu-abu, tampak sangat terharu hingga tak bisa berkata-kata. Ia hanya bisa tersenyum lebar dan mengacungkan jempol kepada Aini.

Dalam hatinya, Aini merasakan campuran antara bangga dan sedikit miris melihat tingkah para penggemarnya. Namun, melihat kebahagiaan dan antusiasme yang terpancar dari wajah mereka, ia akhirnya merasa bersyukur. Ia senang bisa memberikan kebahagiaan yang begitu besar bagi orang-orang yang telah mendukung karirnya selama ini.

Sungguh luar biasa kekuatan pemujaan ini, pikir Aini sambil terus tersenyum dan melayani permintaan foto para penggemarnya. Aini kemudian tersenyum lebar melihat antusiasme para penggemarnya. “Terima kasih banyak semuanya! Kalian memang luar biasa! Uang hasil lelang ini akan Aini sumbangkan untuk… (Aini tampak berpikir sejenak) …untuk membantu para musisi dangdut lokal yang terdampak pandemi kemarin. Semoga berkah ya!” Para penggemar kembali bertepuk tangan meriah, merasa senang bisa mendapatkan barang berharga dari idolanya sekaligus beramal. Malam itu, rasa sayang dan pemujaan mereka terhadap Aini Zhafara terasa semakin dalam dan kuat.

Setelah acara "Makan Malam Bareng Aini" berakhir, Aini Zhafara berpamitan kepada para penggemarnya. Ia melambaikan tangan dengan senyum manis saat berjalan menuju mobil yang sudah menantinya. Para penggemar yang masih terpukau dengan segala kejutan malam itu, termasuk lelang yang tak terduga, terus memandangi Aini. Beberapa dari mereka masih merekam momen perpisahan tersebut dengan ponsel mereka, berusaha mengabadikan setiap detik kebersamaan dengan sang idola. Mobil yang membawa Aini perlahan meninggalkan area Kafe Angin Malam, terus dipandangi dan direkam oleh para penggemar sampai akhirnya menghilang dari pandangan.