— bayang bayang satu sisi restoe boemi
Dhani Ahmad Prasetyo seakan ditakdirkan lahir sebagai
seniman. Dia sudah diperkenalkan dengan seni musik sejak dalam kandungan. Mamanya
yang berdarah Jerman, Joyce Theresia Pamela Kohler, sangat menggandrungi
musik-musik berkualitas, baik Indonesia, Nusantara, maupun planet Bumi.
Begitu juga papanya yang berdarah Sunda, Eddy Abdul
Manaf. Joyce, sang mama, kerap menperdengarkan musik-musik yang digemarinya
pada Dhani saat sang buah hati masih berada di dalam rahimnya. Kebiasaan ini
terus berlanjut tanpa pernah berhenti.
Setelah lahir, Joyce juga rajin mengajak putra pertama
baginya ini ke toko kaset dan membelikan kaset kesukaan Dhani. Dengan keadaan
perekonomian keluarga ini yang tak bisa disebut mewah, Dhani pun cukup
dibelikan kaset-kaset bajakan yang berharga murah. Dari sinilah Dhani mulai
akrab dengan karya seni dalam bentuk musik.
Di perlintasan masa balita menuju anak-anak, Dhani
dibelikan keyboard oleh papanya. Selain itu, kedua orangtuanya juga
telaten mendorong Deni—sapaan dari tetangga waktu itu—untuk menekuni dunia musik dengan mendaftarkan cah mbeling ini ke les musik. Mereka berharap suatu saat Dhani memiliki
keunggulan dalam musik.
Keharmonisan orangtua Dhani dalam ikatan keluarga dan
rumah tangga saat itu memberi berkah tersendiri bagi perkembangan Dhani. Dhani
ditumbuhkembangkan keadaan yang membuatnya merasakan cinta yang bukan cinta
manusia biasa—meniru judul langgamnya untuk kedua orangtuanya.
Pada usia anak-anak, Dhani mulai cinta mati pada
Queen, grup band legendaris asal Britania. Dia sangat menggandrungi lead
vocalist dan keyboardist Queen,
Farrokh Bulsara (Freddie Mercury). Kegandrungan yang merasuk jiwa dan tak pernah sirna hingga saat ini. Hingga saat
ini, Dhani rajin memperingati haul
legenda Queen yang berpindah dimensi saat Dhani mulai berkarier di dunia musik.
Dhani juga sangat menggandrungi Francis Albert Sinatra
(Frank Sinatra) dan Howard Andrew Williams (Andy Williams). Dari dua musisi
legendaris inilah dirinya bisa mengenal dan kemudian menggandrungi pemusik
lainnya. Frank Sinatra dan Andy Williams membawa Dhani pada pemusik lain
seperti Anthony Dominick Benedetto (Tony Bennet), William John Evans (Bill Evans),
dan Sarah Lois Vaughan. Belakangan dari titik ini pulalah Dhani mengenal pianist
lainnya seperti Keith Jarret dan Armando Anthony Corea (Chick Corea).
Kemauan pribadi dan harapan orangtuanya diperkuat
dengan lingkungan keluarganya. Saudara sepupu Dhani juga menggandrungi musik.
Dari sepupu-sepupunya Dhani berkenalan dengan pemusik rock selain Queen, seperti The Rolling Stones dan Yes. Lingkungan
pergaulan di luar keluarga pun mendukung jalan panjang Dhani menekuni musik. Ketika
masih SD, Dhani beruntung memiliki sahabat yang menggemari Van Halen dan Led
Zeppelin.
Panah takdir utama Dhani hingga hari terakhir di dunia
seakan memang di dunia musik. Setelah dari lingkungan keluarga dan persahabatan
saat SD mendapatkan pengetahuan luas dan mendalam tentang musik rock—yang menjadi
genre paling digandrunginya—saat SMP rekam jejak ini terus berlanjut.
Dhani beruntung berjumpa dan bersahabat dengan orang-orang
yang menggemari musik. Kali ini pergaulan di SMP lebih banyak mengenalkan musik
pop padanya. Mulai dari Madonna
Louise Ciccone, a-Ha, Spandau Ballet, hingga Michael Joseph Jackson. Lebih
beruntung lagi, gedung SMP Dhani saat itu, SMPN 06 Surabaya, terletak dekat
dengan toko kaset.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Di toko kaset ini, pembeli bisa njajal kasetnya
dulu sebelum membeli. Hal ini memberikan kesempatan pada Dhani untuk mencicipi
musik-musik lain yang belum dia kenal. Selain itu juga menjadi benih-benih
kebiasaannya ketika membeli kaset, selalu mencoba seluruh isinya.
Toko kaset ini memberikan berkah tersendiri, pasalnya
dari sinilah dia mulai mengenal Michael Franks, Dian Pramana Putra, Indra
Lesmana, Chaka Khan, Kenneth Clark Loggins (Kenny Loggins), Gino Vanneli, dan
sederet musisi top lainnya.
Ketika SMP juga Dhani mulai berkenalan pada musik fusion seperti Casiopea, Uzeb, dan Spyro
Gyra. Bersama tiga sahabatnya, Andra, Erwin Prasetya (Erwin), dan Setyawan
Juniarso Abipraja (Wawan), yang sama-sama tertarik dengan musik ini kemudian
rajin mempraktikkan bersama dengan bermain band.
Keempat remaja tersebut kemudian sepakat membentuk
grup band yang diberi nama ‘Mol’. Nama ‘Mol’ diambil dari nama guru seni musik
mereka, Pak Mul. Belakangan nama ‘Mol’ diubah menjadi DEWA, yang merupakan
akronim dari nama sapaan mereka.
Sayang, ketika SMA, Wawan justru memilih hengkang
ketika Dewa njajal musik jazz. Hal ini lantaran Erwin sangat kesengsem
dengan jazz, sementara Dhani dan Andra tak masalah sekaligus ingin
mencoba. Empat sahabat ini pun berpisah sejenak. Walau lebih sering memainkan
musik jazz, Dhani tetap berkenalan
dengan musik lainnya.
Melalui sahabatnya, dia berkenalan dengan Patrick
Bruce Metheny (Pat Matheny), dan langsung menjadi penggemar berat Pat Matheny. Pada
masa itu juga Dhani dan Andra mulai menjalin ikatan persahabatan cinta yang
tulus.
Satu kisah cinta dua laki yang memula perjumpaan
dengan suasana panas. Andra kerap bilang, “Sopo
arek iki?” (Jawa: siapa anak ini?), ketika Dhani lewat di depannya saat
masa-masa awal perjumpaan mereka.
Musik tak pernah berhenti menggempur Dhani. Roes,
sahabat Dhani ketika SMA, mengenalkan lebih dalam pada Miles Dewey Davis III
(Miles Davis), Michael Leonard Brecker, Randolph Denard Ornette Coleman, dan
beberapa nama lainnya. Dhani juga bersahabat dengan penggemar Metallica,
Anthrax, dan Megadeth.
Di penghujung masa SMA, Dhani yang menjumpai Ari
sedang nongkrong sendiri dulu di
jalan, segera mengajak Ari bergabung dengan grup band Dhani dan kawan-kawan. Sebenarnya
Ari lebih dulu mengajak Dhani bergabung bandnya, OutSider, ketika mereka masih
kelas satu SMA. Sayang Dhani menampik ajakan ini.
Dua tahun berikutnya, keadaan menjadi kosok bali.
Ganti Dhani yang mengajak Ari, dan Ari pun mau. Sejak pertemuan mereka di SMA,
Dhani dan Ari memang mulai menjalin interaksi intim. Ari menjadi orang terdekat
Dhani selain Andra dan Maia.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Walau demikian, baru belakangan mereka bisa bersama
mengibarkan bendera band yang sama. Ari adalah orang yang mengenalkan Dhani
pada Bon Jovi dan Warrant serta musik easy rock. Perkenalan ini membikin
Dhani bisa dengan mudah menggubah langgam remeh berjudul Kangen—yang ironisnya
bisa nge-hits terus.
Dhani sejak awal sangat menggandrungi Queen. Sementara
Ari mulai tertarik dengan musik setelah mendengarkan Bohemian Rhapsody,
karya istimewa dari Queen. Walau demikian, justru bukan Queen yang menjadi
titik temu jitu Dhani dan Ari dalam musik. Dhani yang sedang berselera pada fusion dan jazz harus beradaptasi dengan Ari yang sedang berselera easy rock. Hasilnya, mereka berdua
sepakat mengkhatamkan Toto dan Chicago.
Sejak saat itu Dhani dan Ari bergabung bersama dalam
satu grup band. Bersama mereka, ada juga Andra dan Erwin serta Wawan yang
kembali ‘pulang’. Kelima laki yang baru saja melepas masa remaja mereka ini
kemudian berupaya menapaki tangga di dunia musik.
Mereka mengibarkan bendera DEWA, yang oleh Ari,
diusulkan ditambahi angka ‘19’ sebagai penanda saat itu mereka rata-rata
berusia 19 tahun. Wajar jika angka ‘19’ sempat ditanggalkan DEWA ketika Ari
kabur saat terdampar di keruhnya satu sisi dunia.
Dhani masih rajin mendalami musik sesudah dikenal
sebagai bagian dari DEWA19. Perjumpaannya dengan Think Morrison memiliki peran
penting yang memperkenalkannya pada Kayak, Alan Person Project, dan ELP.
Interaksi intimnya dengan Virdy Megananda (Bebi) dan
Gabriel Bimo Sulaksono (Bimo) yang mengenalkan padanya lebih jauh dengan The
Beatles. Bebi merupakan salah satu orang yang sanggup membuat Dhani diam dalam
beberapa perkara.
Semua ini membikin Dhani memiliki selera musik
beragam. Ragam langgam dari jazz
hingga rock, dari musik sebagai karya
seni hingga musik sebagai karya untuk industri, terus menerus dia tekuni.
Dhani bisa larut menikmati karya Sergei Vasilievich
Rachmaninoff dan Joseph Maurice Ravel, sesudah bergaul dengan pemain orchestra ketika rekaman string untuk album-album DEWA19.
Dhani juga menggemari musik R&B ketika musik fusion
mulai memudar di era 1990-an, yang membikinnya gandrung pada TLC dan Faith
Renée Evans. Hingga kini, Dhani pun bisa tenggelam dalam menikmati karya
Skrillex yang hadir menjadi lokomotiv generasi baru electronic dance music.
Kegandrungan Dhani didukung dengan keberuntungannya
bisa menguasai beragam alat musik, terutama keyboard dan guitar. Penguasaan
ini sangat bagus baginya. Pasalnya, seorang yang bisa menguasai dua alat musik
tersebut memiliki modal berharga untuk menghasilkan ragam langgam.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Langgam yang digubah oleh pemusik yang bisa menguasai keyboard dan guitar cenderung lebih kaya nuansa rasa ketimbang alat lainnya. Penguasaan
keyboard dan guitar juga memudahkannya untuk memahami musik
Steven Siro Vai (Steve Vai), David Howell Evans (The Edge), Brian Harold May
(Brian May Queen), serta musik elektronik ala The Chemical Brothers.
Penguasaan terhadap alat musik turut didukung dengan
kegemarannya membaca buku apapun dan terlibat obrolan dengan siapapun. Kegemaran
ini memperkaya ragam kosa kata untuk dijadikan lirik dalam langgam yang
digubahnya. Dhani tak ragu menggunakan kosa kata tak populer tapi memiliki
nilai luhur, seperti menggunakan kata ‘kuldesak’ dan ‘kirana’.
Dhani juga biasa saja memadukan kata ‘laskar’ yang
biasa berkonotasi negatif dengan ‘cinta’ yang biasa berkonotasi positif. Tanpa
merasa menistakan Sang Pencipta, Dhani santai saja mendayagunakan kata ‘Tuhan’
berpadu dengan kata ‘seksi’ saat menggubah langgam paling narsis.
Dhani tak canggung menyuntikkan pemikiran lawas ke
dalam langgam yang digubah. Dengan enjoy dia menyuntikkan surat al-Fatihah
pada Kuldesak, surat al-Fiil pada Persembahan Dari Surga.
Begitu juga surat al-Fajr pada
Laskar Cinta, hasil
unjuk rasa Rabi’ah al-Adawiyah pada Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada dan Jika Cinta Allah (solo
dengan nama Abu al-Ghazali), dan hasil unjuk rasa Mbah Lemah Abang dalam Dimensi versi aransir The Rock.
Selain menggubah langgam berat, Dhani juga piawai
menggubah langgam ringan yang mudah dicerna oleh generasi kekinian dan kedisinian.
Gubahan seperti ini biasanya dihindarkan dari DEWA19 yang begitu dicintainya
sampai sempat membikin dia menangis.
Walau rekam jejak Dhani dalam berkarya musik
diapresiasi banyak pihak, dia memiliki kelemahan tersendiri dalam penggubahan
langgam. Dhani terbiasa menggubah langgam tentang ‘cinta’ dalam arti luas dan
dalam.
Kelemahan tersebut membuatnya tak terbiasa menggubah
langgam seperti Titiek Puspa dalam Apanya
Dong maupun Meliana Cessy Goeslaw (Melly Goeslaw) dalam I Just Wanna Say I Love You. Ketidakbiasaan
ini membuat Dhani sempat rela menggelontorkan uang Rp 5 juta untuk membeli copyright susunan, “Neng Neng Nong Neng”
dari peserta audisi Indonesian Idol.
Pengalaman Dhani dalam bermusik terasah dengan dengan keikutsertaannya
dalam ngerumati DEWA19. Bersama Harun Nurasyid, temannya Wawan drummer pertama DEWA19, yang mengucurkan Rp
10 juta untuk modal awal DEWA19 mentas, Dhani juga turut ikut memerankan diri
sebagai produser dalam album perdana DEWA19, DEWA19 19.
Kebiasaan menjadi produser sebuah album terus
dilakukan Dhani bersama DEWA19. Bersama Putra Jaya Husin, Dhani memproduseri
dua album DEWA19 selanjutnya, Format Masa Depan dan Terbaik Terbaik.
Semenjak album Pandawa Lima hingga DEWA19 dinyatakan berhenti berunjuk
rasa melalui karya baru mereka, praktis Dhani menjadi main producer
DEWA19.
Lebih dari itu, Dhani juga memproduseri album orang
lain di luar DEWA19. Reza Artamevia Adriana Eka Suci (Reza), menjadi orang
pertama yang digarap Dhani. Reza mulai menekuni karier di dunia tarik suara
sejak masih belia. Puan kelahiran Jakarta 29 Mei 1975 ini mulanya diikutsertakan
sebagai pemain tambahan DEWA19 baik dalam penggarapan album maupun dalam tur
konser.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Selanjutnya Keikutsertaan Reza dalam perekaman Terbaik
Terbaik membikin Dhani bablas melirik. Dhani terpikat dengan suara Reza
yang memiliki warna tersendiri. Dhani kemudian tertarik untuk memproduseri Reza
dan mengorbitkannya sebagai penyanyi solo. Melalui label Aquarius Musikindo
yang kala itu menaungi DEWA19, Dhani berhasil merampungkan perekaman album
perdana Reza yang dimulai sejak pertengahan 1995.
Album Keajaiban yang dirilis pada Juni 1997
langsung melejitkan nama Reza ke jajaran atas blantika musik Indonesia. Tak
kapok, Dhani kembali memproduseri album kedua Reza. Album Keabadian yang
dirilis pada Mei 2000 dengan label Aquarius Musikindo ini, berhasil menahbiskan
Reza sebagai penyanyi solo top di
Indonesia.
Hal ini membikin Reza dilirik penyanyi asal Jepang,
Masaki Ueda, yang mengajaknya berkolaborasi. Bersamanya, Reza merilis album Amazing
pada Juli 2000. Membawa label AMS Records, Dhani bertandem dengan Chika Ueda
sebagai produser. Setelah itu, Dhani tak lagi memproduseri album Reza lantaran
sang penyanyi sudah bisa memproduseri albumnya sendiri.
Tak hanya penyanyi ‘mentah’ yang dia ‘mentaskan’,
Dhani juga memproduseri penyanyi yang sudah lebih dulu berkibar. Denada
Elizabeth Anggia Ayu Tambunan (Denada) turut merasakan sentuhan Dhani sebagai
produser dalam album pop ketiganya.
Di album Awal Baru yang dirilis dengan label Sony Music Entertainment
Indonesia pada tahun 2000, Dhani bertandem dengan Jan Djuhana sebagai produser.
Pengalaman Dhani menjadi produser terus diasah dengan
lagi-lagi memproduseri album penyanyi puan. Theresia Ebenna Ezeria Pardede
(Tere), menjadi penyanyi sesudah Reza yang berhasil Dhani orbitkan. Dengan
merilis album Awal yang Indah pada
Oktober 2002 melalui label Warner Music Indonesia, Tere memulai perjalanannya
sebagai penyanyi.
Dhani juga merasakan pengalaman mementaskan grup band
baru. Bersama Ahmad Band yang dibentuk saat DEWA19 sedang dirisak kuldesak,
Dhani berhasil merilis sebuah album ISO yang menghentak khalayak
sejenak. Dhani kemudian menggandeng Andra untuk berduet dengan brand
Ahmad Dhani & Andra Ramadhan yang berhasil merilis sebuah extended play.
Selain menambah jam terbang sebagai produser, pengalaman ini juga sekaligus
sebagai ajang percobaan studio miliknya, Rumahku Studio.
Tak ketinggalan, istri pertama pun, Maia Estianty
berhasil Dhani pentaskan. Melihat Maia yang memiliki kemampuan bagus dalam
menggubah langgam dan memainkan alat musik, Dhani merasa Maia bisa menjadi
pemusik. Pada saat hampir bersamaan, Pinkan Ratnasari Mambo mendatangi Dhani, meminta
agar Dhani me-‘Reza’-kan Pinkan. Jadilah Pinkan dan Maia berduet dalam duo
Ratu, yang namanya diadaptasi dari grup band paling digandrungi Dhani, Queen.
Selain istrinya, pacar Dhani saat itu pun turut
digarap. Agnes Monica Muljoto, yang melintang terang sebagai penyanyi
anak-anak, kemudian digarap Dhani untuk terjun ke ranah penyanyi cah gedhe.
Dengan berkeroyokan bersama banyak orang, salah satunya Meliana Cessy Goeslaw,
Agnes berhasil merilis album And the Story Goes.
Album yang dirilis dengan label Aquarius Musikindo
pada 08 Oktober 2003 ini menjadi langkah awal karier Agnes sebagai penyanyi top.
Keikutsertaan Dhani memproduseri Agnes juga berkelindan dengan keikutsertaannya
menyumbangkan suara. Melalui Cinta Mati,
Dhani urun suara dengan Agnes.
Urun suara dengan penyanyi lain kembali dilakukan
Dhani bersama Chrismansyah Rahadi (Chrisye). Bersama Chrisye, keduanya
melantunkan tembang Jika Surga dan Neraka. Tembang yang dirilis dalam
album Senyawa (Juni 2004 label Musica Studio's) memuat paduan kata dari
pemikiran Rabi’ah al-Adawiyah serta menggunakan alunan nada yang dibeli Dhani
dari Stephen Simmonds seharga Rp 20 juta advance royalty.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Alunan nada yang dibeli Dhani berasal dari tembang Tears
Never Dry (album Alonetahun 1997) tersebut menjadi debut Dhani
membeli copyright orang lain untuk diaransir kembali. Untuk aransir
tembang lawas milik sendiri sendiri sudah pernah dilakukan sebelumnya. Interupsi yang dirilis bersama Ahmad
Band, diaransir ulang menjadi Juara
Sejati yang dirilis bersama DEWA19 untuk memenuhi pesanan RCTI.
Pada tahun 2004 juga Dhani memproduseri live album
grup band paling dia sayangi, DEWA19. Melalui serangkaian konser, salah satunya
di Kabupaten Kudus, Dhani memproduseri live album DEWA19 yang dirilis
dua kali. Pertama dirilis pada tahun 2004 dengan judul Atas Nama Cinta I dan kedua pada tahun 2006 dengan judul Atas Nama Cinta II. Keduanya dirilis
dengan label Aquarius Musikindo.
Selain memberi pengalaman dalam menyusun rancangan,
menggubah tembang, memproduseri album, semua ini juga memberi pengalaman Dhani
dalam bekerja sama dengan liyan, baik kerja sama perseorangan maupun
kerja sama dengan perusahaan. Pengalaman tersebut membuat Dhani, yang memang
dibekali beragam selera musik, bisa beradaptasi dengan liyan.
Andra mengakui kelihaian Dhani dalam beradaptasi dan ngemong orang. Menurut Andra, Dhani
memiliki kepedulian dan kesetiakawanan yang luar biasa, yang pada titik
tertentu, sikap ini melahirkan perubahan yang sejenak mendapatkan penolakan. Andra
memberi contoh pada masa perlintasan perubahan lead vocalist DEWA19.
Saat itu Dhani menemukan Elfonda Mekel (Once) ketika
Ari Bernardus Lasso (Ari) masih ‘kabur’. Oleh Dhani, Once diusulkan menjadi lead
vocalist DEWA19. Semula Andra menolak usulan ini. Dhani yang keukeuh
hendak memberdayakan Once untuk DEWA19 kemudian menggubah langgam tunggal
berjudul Anggun.
Anggun semula digubah Dhani hanya demi meyakinkan Andra
bahwa Once bisa. Namun kemudian bablas lantaran bisa dilempar ke tengah
percaturan musik melalui album kompilasi 10 Fresh Hits Nah! (1999). Kesetiakawanan
Dhani tercermin ketika Andra sudah menerima Once sebagai lead vocalist
DEWA19. Dhani masih getol merayu Ari untuk tak undur diri dari DEWA19.
Interaksi intim yang terbina lama antara Dhani dan Ari
membikin Dhani tak rela Ari meninggalkan DEWA19. Ari bahkan mengatakan ketika
Once sudah pasti menjadi lead vocalist DEWA19, Dhani berencana
mendayagunakan duet Once-Ari sebagai co-vocalist di DEWA19. Walau hal ini
tak pernah terwujud lantaran Ari tahu diri bahwa dia harus segera keluar dari
‘keruhnya satu sisi dunia’ sebagai prioritas utama.
Sebagai sahabatnya, Dhani kemudian menggubah lagu
untuk Ari. Lagu berjudul Rahasia
Perempuan digubah Dhani untuk Ari yang dirilis dalam album Keseimbangan (02 Februari 2003 label
Aquarius Musikindo). Belakangan Dhani melantunkan kembali lagu ini bersama The
Rock, serta Ari melantunkan kembali dengan bertandem bersama Once.
Tak kalah penting, adalah tentang bongkar-pasang
punggawa DEWA19. Walau di DEWA19 Dhani tak bisa memutuskan sendiri, ada kalanya
dia langsung memutuskan tanpa rembugan.
Misalnya ketika memutuskan DEWA19 berhenti pada tahun 1998, keputusan tersebut
diambil di depan rekan-rekannya saat Ari ditemani kakaknya minta undur diri
seusai mereka pentas di Solo.
Semua pembelajaran yang dilakoni turut mengasah
instuisinya dalam melihat bakat dan memasarkan karya. Selain itu, pembelajaran
ini juga memberinya ‘ketaktulusan’. Pasalnya sesudah jerih payah memproduseri,
menggubah, dan melakukan beragam hal lainnya, Dhani tak mendapat imbuhan
bayaran dalam bentuk advance royalty.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Dhani memang mendapat kompensasi materi, namun hanya diterima
saat mengerjakan album saja tanpa mendapat lagi saat brand yang digarapnya mentas. Walau namanya tak mati, tapi Dhani tak
mau dia rugi secara materi. Dari ‘ketaktulusan’ inilah mulai tercetus gagasan
untuk ber-‘solo’ karier yang more than solo career as musician.
Selain dari pembelajaran yang beragam, Dhani juga
melihat fluktuasi selera musik yang sedang beredar saat itu. Pada masa
fluktuasi selera, Dhani melihat selera musik masyarakat Indonesia juga
mengalami penurunan. Karya musik yang laku tak selalu berkelindan dengan
kualitas lagu. Bahkan ada musik yang kacangan justru merajai pasaran
sedangkan musik fenomenal ndelosor di pasaran.
Tahu diri keadaan seperti ini, Dhani mulai tak lagi ngoyo
menggarap DEWA19. Menurutnya, sia-sia jika DEWA19 digarap sepenuhnya dalam
keadaan fluktuasi selera seperti ini. Dhani lalu memilih untuk mengecer
karyanya kepada beberapa orang maupun grup. Pilihan tersebut diambilnya agar
tetap bisa mendapatkan penghasilan tanpa mengorbankan kualitas yang telah
melekat kuat pada DEWA19.
Dhani memang bisa dan biasa bertingkah polah semaunya
saat sendiri, namun ketika berkelindan dengan DEWA19, dia biasa berpikir luas
dan dalam. Sesudah merilis album Republik
Cinta pada 01 Januari 2006, yang kemudian menjadi album studio terakhir
DEWA19, seluruh punggawa DEWA19 ngecer dengan proyek solonya.
Dhani fokus pada pembentukan manajemen musisi dan
membentuk grup band baru, Andra mewujudkan hasrat lama untuk berkarier solo, dan
Once segera merekam Dealova yang
dirilis solo. Sementara itu, Tyo sedang memulihkan cedera kakinya, serta Yuke
pun melampiaskan hasratnya dalam berunjuk rasa di luar DEWA19.
Selain sibuk mengurusi kariernya, Dhani dan Yuke juga
sedang sibuk mengurus masalah keluarga saat itu. Sementara Dhani mengurusi
proses pereceraian resmi dengan Maia Estianty, Yuke mengurus proses perceraian
resmi dengan Namara Surtikanti (Kikan). Sama-sama melibatkan musikus papan
atas, perceraian Yuke dan Kikan seakan tertutupi oleh hebohnya perceraian Dhani
dan Maia yang dimulai dari manuver
menggelinjang dari Maia.
Seperti judul tembang Queen yang dirilis ketika DEWA19
sedang bergerilya mendapatkan perusahaan rekaman, The Show Must Go On
(14 Oktober 1991 album Innuendo), Dhani tetap melanjutkan DEWA19, ‘solo’
kariernya, sembari mengurus jalan panjang untuk tidak bercinta lagi dengan
Maia. Meski mendirikan manajemen sendiri, dirinya tak serta merta undur diri
dari panggung.
Manajemen musisi yang dibentuk Dhani kemudian diberi
nama Republik Cinta Management (RCM). Kata ‘cinta’ sudah pasti Dhani masukkan
sebagai nama manajemen musisinya ini. Dhani adalah tipikal orang yang yakin
bahwa nama adalah salah satu bentuk penyampaian harapan. Nama yang diberikan
menjadi harapan yang sangat kuat lantaran sejak awal sudah melekat. Pandangan ini
membikinnya selalu memberi nama yang bagus untuk anak-anaknya, tak peduli trendy
atau tak.
Walau demikian, Dhani tak mau repot-repot melengkapi
kata ‘cinta’ yang hendak dia pakai sebagai nama manajemen musisinya. Republik
Cinta, yang sebelumnya menjadi nama album DEWA19, di-comot sebagai nama
manajemen musisi miliknya. Nama ini sendiri digubah olehnya dan cocok dengan
kenyataan bahwa di dalam manajemen musisinya terdapat keragaman ala ‘republik’.
Jadilah manajemen musisi milik Dhani ini bernama
Republik Cinta Management (RCM) yang diresmikan pada 13 Maret 2007. Nama ini
juga ikut serta terinspirasi dari Kenduri Cinta, satu pagelaran rutin yang
diadakan atas prakarsa Muhammad Ainun Najib (Cak Nun). Bukan semata sama-sama
menggandrungi Queen, Dhani pun sangat menggandrungi Cak Nun. Ari biasa menjadi bolo Dhani saat nyambangi acaranya Cak Nun.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
RCM yang memusatkan kegiatannya di Jl. Pinang Emas III
No. E1-E2 Pondok Indah, Jakarta Selatan, 12310, menjadi bentuk usaha yang
menyatukan tiga bagian utama: manajemen penghibur, perekaman, dan agen penghibur.
Ini adalah salah satu cara jitu untuk tetap bisa ‘jualan’ tanpa membikin DEWA19
cemar. Belakangan, sekolah musik dan café pun menjadi lahan garapan RCM,
lantaran Dhani memandang bahwa wiraswasta di ranah entertainment
bersifat fluktuatif, sedangkan di ranah sekolah musik dan café bisa agak
stabil.
Melalui RCM, Dhani menghentak khalayak dengan beragam
nama baru yang dia hadirkan. Ada nama baru dengan muka lama seperti The Rock
dan Mulan Jameela. Ada nama baru yang benar-benar muka baru seperti Dewi Dewi. Sempat
juga muka lama yang sudah mentas ke jajaran papan atas diajak bergabung,
seperti Dewi Perssik. Semuanya diikat kontrak sehingga Dhani bisa turut
mendapatkan fee ketika musisi yang dia rumati mentas.
RCM berorientasi pada industri pasar. Wajar jika
kemudian pemusik yang tergabung di dalamnya hanya mengeluarkan beberapa karya baru
berpadu dengan karya lama yang didaur ulang. Keberhasilan RCM tak ditelisik
dari kualitas musik, namun lakunya musik sebagai ‘barang dagangan di pasaran’.
Bagi Dhani, mubazir jika sebuah album digarap ngoyo seperti dulu. Hal ini ia tampilkan
dengan kentara pada beberapa albumnya sesudah RCM dibentuk.
DEWA19 misalnya, sesudah RCM dibentuk hanya
menghasilkan dua lagu tunggal pada tahun 2007, Dewi dan Mati Aku Mati.
Tahun 2008, DEWA19 hanya menghasilkan sebuah lagu tunggal berjudul Puan
Paling Cantik di Negeriku Indonesia hingga akhirnya tahun 2009, DEWA19
merilis sebuah lagu tunggal bercita rasa fenomenal, Bukan Cinta Manusia
Biasa yang tercatat sebagai
karya perpisahan sebelum diumumkan berhenti.
Dhani tidak ngoyo menggarap DEWA19 seperti
biasa dilakukan sejak awal hingga 2006 lantaran kalau dia terus ngoyo
menggarap DEWA19, artinya melawan arus. Kalau dia harus mengikuti arus, artinya
DEWA19 harus dicemari dengan karya kelas kacangan. Untuk itulah dengan
berat hati Dhani memutuskan menggarap RCM untuk menyesuaikan diri dengan
keadaan industri tanpa mencemari grup band kesayangannya.
Terbentuknya RCM juga memberi dampak pada musisi yang
tergabung. Dengan demikian, mereka tak perlu repot-repot mencari manajer dan
materi untuk digarap menjadi album. Walau mereka juga harus rela terikat
kesepakatan yang ditandatangi dalam kontraknya. Musisi yang tergabung dengan
RCM merilis lagu daur ulang dari Dhani ketika musikus tersebut tak sanggup
menggarap sendiri materi dalam albumnya.
Sebagai pemusik, Dhani memang luar biasa istimewa.
Jarang ada pemusik bisa melakukan seperti yang dilakukan olehnya. Dia bisa
menjadi penulis lirik yang apik maupun sesuai pasaran, menggubah alunan nada megah
maupun kacangan, bekerja sama dengan liyan,
maupun mempromosikan brand baru. Di
luar itu semua, sikap mengesankan dari Dhani ialah kebiasaannya mengapresiasi.
Dhani bisa mengapresiasi ragam macam tanpa terikat
dengan dhemen-sengit walau saat
ditampilkan jarang dilihat orang. Apresiasi yang diberikan terbilang
proporsional sehingga bisa menempatkan pujian maupun kritikan pada tempat yang
tepat. Dhani tak segan menggelorakan bahwa dirinya terpengaruh oleh beberapa
perkara maupun peristiwa yang dihadapinya. Misalnya Queen yang terpampang jelas
dalam Kosong hingga FPI (Front
Pembela Islam) yang turut memengaruhi langgam Laskar Cinta.
Sepanjang menjalani kesehariannya, Dhani yang
memadukan ‘memuja logika kritis, memelihara mistis’ ini seakan hanya berjalan
di atas pagelaran Pelantan saja. Dia memang tipikal pekerja keras, walakin dia
selalu juga menyatakan kalau tak pernah berusaha yang hasilnya seperti yang
didapatkannya.
Kepada Ilahi-Rabbi, Dhani selalu berserah.
Kepada kata-kata nyinyir yang dialamatkan padanya, Dhani selalu
terserah. Dhani hanya berusaha untuk tak lelah mengayuh secara terus-menerus. Mengayuh...
mengayuh... mengayuh perjalanan... “You
say God give me a choice...” seperti lantun Queen dalam Bicycle Race.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |