— manusia
biasa yang hadir untuk membesarkan hati
Ada
banyak sosok yang menjadi panutan saya (dan mungkin dapat dijadikan sebagai
panutan buat orang lain), salah satunya ialah Eny Rochmawati Octaviani, perempuan yang sempat menekuni dunia modelling. Awal Tata, sapaannya, menjamah dunia modelling
bermula sejak lama, saat masa anak-anak masih dijalani olehnya.
Kesenangan
terhadap tata rias dan busana adalah pemantik rasa penasaran yang membuatnya
ingin mencoba. Rasa penasaran
yang menggelayuti hati mendapat jalan menelisiknya ketika Tata mendengar ada
sekolah modelling. Di sekolah modelling
ini, selain peragawati, juga
diajari perihal pemeran (actress) dan pembawa acara (host).
Tata
tak melewatkan kesempatan ini. Tanpa lama-lama memikirkan, keikutsertaan
bergabung diputuskan. Tanpa lama-lama pula rasa penasaran yang menggelayuti
hati mulai terkurangi.
Saat
menjadi peserta di sekolah modelling, Tata mendapat perkataan bahwa
dirinya terampil dalam berkomunikasi. “Kalau ngomong ringan rasa,”
begitu kira-kira perkataan yang masih dikenang olehnya.
Perkataan
tersebut seakan menjadi penegas bahwa Tata memang memiliki keterampilan alami
dalam komunikasi. Pasalnya oleh beberapa orang yang mengenalnya, Tata dikenal
murah bicara.
Mungkin
hanya karena sekadar memuaskan rasa penasaran, Tata tak lama-lama menekuni
dunia modelling. Walau singkat saja ditekuni, buahnya tak sirna begitu
saja sirna dari penyuka jus
alpukat ini.
Perkataan,
“Kalau ngomong ringan rasa,” membuat Tata yakin diri untuk tampil sebagai master
of ceremony (MC). Beberapa kali dirinya diminta untuk membawakan sebuah
acara, baik acara formal maupun seremonial, yang semuanya bisa dinikmati.
Dalam
perjalanannya, dunia modelling berbanding terbalik dengan dunia tari,
yang sama-sama ditekuni sejak masa anak-anak masih dijalani. Dunia tari sendiri mulai ditekuni
tatkala Tata duduk di kelas tiga SDN 2 Mlati Lor, Kudus.
Kala
itu, Tata dan empat orang rekannya dilatih (trainee) oleh tetangga
mereka untuk menjadi pengisi acara 17-an (17 Agustus). Keterampilan menari yang
didukung kelihaian dalam berkomunikasi, membuatnya diminta untuk menjadi
pelatih (trainer) sejak masih duduk di kelas 6 SD.
Tak
seperti modelling yang bisa dilakukan
sendiri, dalam dunia tari Tata
biasa tampil bersama rekan-rekan. Dari beberapa kesempatan, dirinya berulang
kali mendapat kepercayaan sebagai lead dancer.
Menjadi
lead dancer merupakan peran yang dinikmati olehnya. Mendapat kesempatan
untuk menjadi orang yang paling berperan, tampil sebagai yang terdepan, hingga
menjadi pusat perhatian, adalah beberapa hal yang membuat Tata merasa bahagia.
Rasa bahagia yang mengingatkan dirinya agar tak kabur dari rasa syukur pada
Sang Pencipta.
Tata
sendiri tak banyak belajar teknik tari secara rapi dan rinci. Terlebih lulusan
SMPN 3 Kudus ini sempat
merasa kurang mendapat dukungan, baik dukungan psikis, teknis, juga ekonomis.
Namun hal itu tak membuatnya menalak tiga dunia tari. Walau dukungan kadang
dirasa kurang, Tata tetap menjalani seni gerak badan ini dengan perasaan riang.
Kekurangan
berlatih teknis malah memberi berkah tersendiri buat perempuan Libra kelahiran 04 Oktober 1995. Pasalnya
Tata terpaksa
mengelaborasi gerakan badan
untuk manunggal (larut berpadu)
dengan alunan nada yang mengiringinya. Keterpaksaan
yang membuat penampilan Tata banyak disuka. Gerakan badan dan suara nada terasa
bisa larut bersama untuk memberikan hiburan.
Memberikan
hiburan menjadi semangat yang menggelora dalam sukma Tata. Di setiap kesibukan menjalani beragam
kegiatan, Tata senantiasa berusaha hadir mengibur, untuk membesarkan hati orang
lain.
Membesarkan
hati sebagai pemacu untuk segera bangkit dari keterpurukan dalam waktu singkat.
Membesarkan hati setelah meluangkan waktu untuk menyimak keluh kesah sebagai
cara untuk mengenali masalah.
Bagusnya
Tata tak selalu memberikan saran. Tata hanya berusaha untuk membantu orang
mengenali masalah yang dialami sekaligus memberi kepercayaan sepenuhnya bahwa
masalah tersebut bisa diselesaikan menggunakan cara mereka sendiri.
Kebiasaan
Tata sebenarnya biasa saja lantaran memang mestinya tak ngoyo memberikan saran, walakin mengenali masalahnya dulu. Hanya saja sebagian
manusia merasa sia-sia berkeluh kesah dan merasa kurang hebat kalau tak memberi
saran.
Tata
hanya meluangkan waktunya untuk berbagi, yang dituturkan oleh Lim Yoon-ah (Korea:
임윤아), penghibur asal Korea Selatan yang
dikaguminya, “Happiness is doubled when you share them together and sadness
is halved when you share them together.”
Memberikan
hiburan pula yang membuat Tata bersemangat untuk memberikan sentuhan kepada
kamu mustadh'afīn (dipinggirkan), seperti anak berkebutuhan khusus
(ABK). Sentuhan ini
dilakukan oleh Tata bersama Rumah Belajar Anak (RBA), tempat terapi bagi ABK dan juga bimbingan belajar untuk umum.
Lembaga
yang berlokasi di Mlati Lor, RT/RW 002/002 No. 187, Kabupaten Kudus, Jawa
Tengah, ini memberi terapi tanpa perlu bolak-balik control teratur ke
rumah sakit, rontgen, serta mengonsumsi obat-obatan.
RBA
melatih perkembangan motorik kasar dan halus anak, dengan harapan agar mereka
tak merasa terpinggirkan dari lingkungan. Seperti ungkapan yang senantiasa
digelorakan, “Aku
Sama Denganmu”, RBA berupaya agar perbedaan takdir tak membuat rasa sama harus
langsir.
Program
yang diberikan pada siswa RBA antara lain: fine
motor skill, gross motor skills,
edukasi, senam otak, outdoor learning, religious education,
fisioterapi, terapi wicara, ADL (the activity of daily living), hasta
karya, home visit, shadow teacher ke sekolah, dan tes psikologi.
RBA juga membuka program lain berupa kelas reguler dua jam dan seharian, kelas
hobi yang meliputi seni rupa dan seni tari, serta kelas Bahasa Inggris dan
Matematika.
Pengalaman
bersama RBA membuat Tata mendapat kesempatan untuk menjadi pengajar sekolah
luar biasa (SLB). Di SLB Purwosari, Kudus, dirinya mendapat kepercayaan untuk
mengajarkan pada siswa tentang kesehatan, seperti mencuci tangan serta mengukur
tensi darah dan berat badan.
Dunia
kesehatan sendiri adalah bidang keilmuan yang ditekuni secara formal oleh Tata.
Setelah lulus SMA Muhammadiyah Kudus, Tata memilih Ilmu Keperawatan sebagai
program studi selanjutnya. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah
Kudus menjadi perguruan tinggi yang dipilih olehnya.
Tata
termasuk sosok yang memiliki semangat kuat dalam menjalani keseharian.
Kesibukan melakukan banyak kegiatan tak
serta merta membuat pendidikan formal dia tinggalkan. Pada 08 Oktober 2017, belajar
formalnya pada program studi Ilmu Keperawatan berhasil diselesaikan.
Tata
tak sekadar menyelesaikan kuliah, melainkan mendapat predikat lulus dengan pujian (cumlaude).
Walau sempat banyak terkendala dengan support dari orangtua, akhirnya
dia mengambil keputusan untuk melanjutkan Program Profesi Keperawatan (Ners)
selepas wisuda.
Sebagai
orang yang kerap ikut serta dalam kegiatan umum, wajar kalau Tata selalu memperhatikan penampilan
badan. Perhatian dapat berupa perawatan fisik, pemilihan busana yang dikenakan,
hingga perilaku ketika mengenakan busana tertentu. Karena mengalami keadaan
seperti ini, Tata biasa tampil dengan busana yang terasa enak dipandang.
Sebagian
orang tak terlalu memperhatikan perihal penampilan badan. Nyaris sangat
mengabaikan cenderung meremehkan. Dapat dimengerti, pasalnya sebagian orang
memang menganggap bahwa perilaku ini hanya menjadi ajang untuk pamer saja.
Hanya
saja Tata memiliki pandangan lain terkait hal ini. “Kalau kita tampil rapi, itu berarti
kita menghormati orang lain,” tuturnya.
“Menghormati
orang lain,” rasanya Tata tepat juga, atau minimal pernyataannya tak bisa
disalahkan begitu saja. Coba bayangkan, andaikan ada rekan meminta kita ikut
acara futsal, namun busana yang
dikenakan ialah kemeja dan sarung, kira-kira apakah orang yang meminta merasa
dihormati? Membuat orang lain merasa dihormati bukankah perilaku terpuji?
Untuk
urusan penampilan badan, Tata memilih
jilbab sebagai busana keseharian. Sekadar
pilihan berbusana tanpa merasa sebagai perempuan paling shalīhah di
dunia dan merendahkan perempuan lainnya.
Terkait
jilbab, Tata memiliki pandangan dinamis sepanjang mengenakan. Awalnya, dia
hanya memahami bahwa berjilbab adalah kewajiban menaati aturan. Ketaatan yang
juga menambah kecantikan. Lambat laun, dia mengerti bahwa jilbab bukan sebatas
penggugur kewajiban, melainkan sebagai kebutuhan buat perempuan.
Perempuan
tercipta sebagai seni hidup yang identik dengan kecantikan. Kecantikan yang
terpancar dari perempuan kadang menjadi pemicu perselisihan. Karena itu perlu
untuk sedikit ditutupi. Bukan semata sebagai wujud perilaku mawas diri,
melainkan untuk mencegah gairah tak biasa dari lelaki.
Tak
heran kalau Tata merasa tak berkenan dengan
ungkapan, “Berjilbab agar lebih cantik.” Menurutnya,
“Dengan
berjilbab, perempuan berupaya untuk menutupi kecantikan.” Tata tak salah
berungkap demikian. Dalam lintasan sejarah, jilbab memang berfungsi sebagai
penutup kecantikan. Agar kecantikan tak begitu saja diumbar, supaya tak memicu
timbulnya perselisihan.
Walau
unjuk rasanya bisa menggembirakan rasa manusia lainnya, Tata tetaplah manusia
biasa. Tata butuh makan, minum, maupun tidur, juga bisa berpeluh lelah,
berkeluh kesah, berkeruh amarah, merasa bad mood, minder, dsb. dst.
laiknya manusia pada umumnya. Dengan ungkapan lain, kepiawaian Tata dalam
berunjuk rasa dengan berbagai cara tetap disertai pembawaan diri dalam
menjalani keseharian laiknya manusia biasa.
Perempuan
penyuka K-Pop dan Drama Korea ini
memang manusia biasa. Tata merupakan makhluk berperasaan (al-insān) yang
peduli pada penampilan badan (al-basyar) dengan kemauan membaur dalam
lingkungan (an-nās). Sepanjang menjalani keseharian, dia hanya berusaha
untuk menghibur ketika lara dan mengingatkan saat mapan.
Tak
ada yang istimewa dari Tata karena semua manusia bisa meniru untuk
melakukannya. Malahan Tata sendiri mengagumi manusia lainnya seperti Yoona.
Walau tak istimewa, perempuan penyuka suara Jihan Audy ini tetap pantas
dijadikan sebagai panutan. Semangat perjuangannya layak diperjuangkan.
Perjalanannya merupakan satu sisi megah tersendiri yang layak dikagumi.
Tata
mentas tanpa mencari pencapaian namun tak lelah mengayuh perjalanan. Di-reken (anggap) sukses atau tidak dalam
pencapaian bukan urusannya, yang merupakan kesuksesannya adalah tak lelah
mengayuh secara terus-menerus. Mengayuh… mengayuh… mengayuh perjalanan… saling
mengapresiasi kesamaan dan menghormati ketidaksamaan… “You say God give me a
choice…” seperti lantun Queen dalam Bicycle Race.
Tata
tak lelah mengayuh perjalanan untuk mewujudkan keseimbangan. Keseimbangan yang
membuat orang-orang merasa aman dan nyaman saat saling menyapa karena memiliki
rasa sama. Satu perjalanan yang patut diapresiasi semadyana.
Saling
menyapa adalah satu cara jitu untuk merawat titik temu antar sesama. Seperti
diungkapkan oleh nama besar sebelum Tata, Muhammad shallallāhu’alaihiwasallam.
Sang Kirana Azalea bertutur bahwa menyapa adalah senjata manusia beriman
(الدعاء سلاح
المؤمن).
Satu pernyataan yang diabadikan oleh Madonna Louise Veronica Ciccone melalui Like
a Prayer.
Tata
tetaplah Tata, yang terus melangkah tanpa bisa dituturkan melalui kata dan
aksara sepenuhnya. Karena perempuan memang sulit dimengerti sepenuhnya, walau
tetap bisa dinikmati seutuhnya. Tata ketika dilihat itu fisik, ketika dinikmati
itu hati.
Berkali-kali Tata membesarkan hati
saya dan saya harus tahu diri. Saya cuma lelaki yang tak bisa membesarkan hati
perempuan seperti Tata. Saya belum pernah merasakan sakitnya datang bulan,
mengandung bayi, menyusui bayi, mengasuh anak dengan penuh kasih sayang. Saya
memang tak akan merasakan sendiri pengalaman yang sudah dan akan dirasakan oleh
Tata.
Mungkin karena Tata menyandang nama
Rochmwati yang bermakna pengasih dan lahir pada hari Rabu yang merupakan hari
bercahaya sehingga dia memiliki laku seperti itu. Laku untuk berbagi kasih yang
bisa merasuk batin selembut kirana. Sifat pengasih Tata melahirkan kepedulian
dan ketulusan untuk memberikan penghiburan ketika didera lara dan peringatan
saat mapan yang sampai saat ini belum bisa saya lakukan.
Nama adalah harapan dari pemberi
nama kepada yang diberi nama. Selain diucapkan dalam serentetan rangkaian
ritual ibadah mahdhah, harapan juga bisa diungkapkan melalui sebuah nama
yang disandangkan. Harapan yang dihembuskan oleh orangtua sedari dini dalam
suasana bahagia melalui sebuah nama tentu akan terus menyerta dan memberi daya
dorong luar biasa tanpa bisa sirna.
Saya yakin orangtua Tata tak
sembarangan memberi nama untuk buah hati yang mendapat panah takdir sebagai
anak semata wayang kulit ini. Orangtua jelas memberikan nama yang bagus, baik
dari segi ucapan maupun makna. Rochmwati bermakna perempuan penuh kasih. Nama
yang diberikan pada Tata ini tak sia-sia. Tata memang menjadi sosok yang penuh
kasih, kasih yang dia tumpah-ruahkan pada semua, tak pilih kasih untuk
memberikan kasihnya.
Buat semua orang yang mengenalnya,
Tata adalah sosok menyenangkan yang selalu peduli dengan tulus kepada mereka.
Kepedulian yang tulus pada sesama ciptaan-Nya yang berasal dari sifat kasihnya.
Tanpa pernah meminta, mereka yang mendapat kasih dari Tata pun kemudian dengan
kerelaan memberikan kasihnya pada Butcah Chuniez ini.
Kasih untuk semua tanpa pilih kasih
merupakan salah satu sari pati dari Jimat Kalimasada yang dimiliki Yudhiṣṭhira
[युधिष्ठिर] (Yudistira).
Jimat Kalimasada yang terkenal sebagai pusaka Pandawa sesungguhnya cuma kerta
kosong, maka tak pernah dibaca seumur sepanjang Yudistira mengayuh perjalanan.
Kalau digambarkan sekarang, seperti kertas kosong yang diperebutkan dalam film
paling relijius, Kungfu Panda.
Sari pati ini kemudian tampak ketika
Yudistira bisa membaca Jimat Kalimasada. Yudistira bisa membacanya setelah
Lingga Maya memintanya membaca jimat tersebut dengan niat dan bahasa Sastra
Cetha Atining Suksma Sejati (nurani). Lingga Maya adalah nama anjing
kesayangan Yudistira, seperti mendiang Tinkerbell yang menjadi anjing
kesayangan Paris Whitney Hilton ataupun Cho-co (Korea: 초코)
yang menjadi anjing kesayangan Park Bom (Korea: 박봄).
Setelah dibacakan Jimat Kalimasada,
Lingga Maya mendadak berubah wujud menjadi Batara Darma. Batara Darma adalah
dewa yang bertugas menjaga tegaknya keseimbangan Jagad Raya. Sialnya, Batara
Darma pernah dikutuk oleh Begawan Animandaya [माण्डव्य] karena dianggap tak bijaksana.
Mirip dengan Kim Tae-yeon (Korea: 김태연) yang dikutuk oleh penggemar Soo-youn Jung (Korea: 제시카 정) karena dianggap tak bijaksana.
Melalui pembacaan tersebut,
Yudhistira membaca lima pasal dalam Jimat Kalimasada:
— siapa ingin kaya,
banyak-banyaklah berderma;
— siapa ingin cendekia,
banyak-banyaklah mengajar;
— siapa ingin dikasihi,
tumpah-ruahkanlah kasih itu ke semua;
— siapa ingin bahagia, bahagiakanlah
sebanyak mungkin orang; serta
— siapa ingin mati sempurna,
sempurnakanlah kematian sahabatmu.
Tata tidak mengucapkan butir-butir
itu. Dia melakukan. Dia melakukan semua itu sepanjang mengayuh perjalanannya.
Terlebih butir ketiga Kalimasada merupakan sari pati Rochmwati, nama yang
disandang Tata sejak bayi. Sari pati yang menjadi titik tolak untuk melakukan
empat butir lainnya dalam Kalimasada.
Orangtua Tata tentu bahagia dengan
rekam jejak yang telah dilakukan anak tunggalnya ini. Anak yang mereka beri
nama Rochmwati benar-benar menjadi seorang pengasih yang menumpah-ruahkan
kasihnya pada semua tanpa pilih kasih. Tak salah Tata menyandang nama Rochmwati
yang kadang dia ucapkan pada saya Lochmwati.
Lebih dari itu, Tata adalah salah
satu manusia yang terus memotivasi (digugu) sekaligus menginspirasi (ditiru)
saya. Tata adalah salah satu manusia yang memotivasi untuk tak ragu dalam
mengekspresikan perasaan melalui cara yang nyaman saya lakukan. Dia juga
menginspirasi saya untuk bersikap lentur melalui ekpresi yang ditampakkan saat
sedang tampil sebagai penari sekaligus kaku yang ditunjukkan saat dia menjadi
peragawati.
“Allah punya berbagai cara untuk membuat kita
bersyukur.”
— Eny Rochmawati Octaviani
Artikel lain tentang
Tata
[2017-02-15] Butcah
Chuniez [lihat]
[2017-04-15] Itz
Spring Voice [lihat]
[2018-04-10] Eny
Rochmawati Octaviani [lihat]
Tata ketika dijumpai pada 14 April 2018
[foto: Alobatnic]
|