Thata Octa Vee


— manusia biasa yang hadir untuk membesarkan hati
Eny Rochmawati Octaviani; Eny Rochmwati Octaviani; Eny; Rochmawati; Rochmwati; Octaviani; Eny Rochmawati; Eny Octaviani; Butcah Chuniez; Thata Octa Vee; 4 Oktober 1995;
Tata ketika dijumpai pada 14 April 2018 [foto: Alobatnic]

Ada banyak sosok yang menjadi panutan saya (dan mungkin dapat dijadikan sebagai panutan buat orang lain), salah satunya ialah Eny Rochmawati Octaviani, perempuan yang sempat menekuni dunia modelling. Awal Tata, sapaannya, menjamah dunia modelling bermula sejak lama, saat masa anak-anak masih dijalani olehnya.

Kesenangan terhadap tata rias dan busana adalah pemantik rasa penasaran yang membuatnya ingin mencoba. Rasa penasaran yang menggelayuti hati mendapat jalan menelisiknya ketika Tata mendengar ada sekolah modelling. Di sekolah modelling ini, selain peragawati, juga diajari perihal pemeran (actress) dan pembawa acara (host).

Tata tak melewatkan kesempatan ini. Tanpa lama-lama memikirkan, keikutsertaan bergabung diputuskan. Tanpa lama-lama pula rasa penasaran yang menggelayuti hati mulai terkurangi.

Saat menjadi peserta di sekolah modelling, Tata mendapat perkataan bahwa dirinya terampil dalam berkomunikasi. “Kalau ngomong ringan rasa,” begitu kira-kira perkataan yang masih dikenang olehnya.

Perkataan tersebut seakan menjadi penegas bahwa Tata memang memiliki keterampilan alami dalam komunikasi. Pasalnya oleh beberapa orang yang mengenalnya, Tata dikenal murah bicara.

Mungkin hanya karena sekadar memuaskan rasa penasaran, Tata tak lama-lama menekuni dunia modelling. Walau singkat saja ditekuni, buahnya tak sirna begitu saja sirna dari penyuka jus alpukat ini.

Perkataan, “Kalau ngomong ringan rasa,” membuat Tata yakin diri untuk tampil sebagai master of ceremony (MC). Beberapa kali dirinya diminta untuk membawakan sebuah acara, baik acara formal maupun seremonial, yang semuanya bisa dinikmati.

Dalam perjalanannya, dunia modelling berbanding terbalik dengan dunia tari, yang sama-sama ditekuni sejak masa anak-anak masih dijalani. Dunia tari sendiri mulai ditekuni tatkala Tata duduk di kelas tiga SDN 2 Mlati Lor, Kudus.

Kala itu, Tata dan empat orang rekannya dilatih (trainee) oleh tetangga mereka untuk menjadi pengisi acara 17-an (17 Agustus). Keterampilan menari yang didukung kelihaian dalam berkomunikasi, membuatnya diminta untuk menjadi pelatih (trainer) sejak masih duduk di kelas 6 SD.

Tak seperti modelling yang bisa dilakukan sendiri, dalam dunia tari Tata biasa tampil bersama rekan-rekan. Dari beberapa kesempatan, dirinya berulang kali mendapat kepercayaan sebagai lead dancer.

Menjadi lead dancer merupakan peran yang dinikmati olehnya. Mendapat kesempatan untuk menjadi orang yang paling berperan, tampil sebagai yang terdepan, hingga menjadi pusat perhatian, adalah beberapa hal yang membuat Tata merasa bahagia. Rasa bahagia yang mengingatkan dirinya agar tak kabur dari rasa syukur pada Sang Pencipta.

Tata sendiri tak banyak belajar teknik tari secara rapi dan rinci. Terlebih lulusan SMPN 3 Kudus ini sempat merasa kurang mendapat dukungan, baik dukungan psikis, teknis, juga ekonomis. Namun hal itu tak membuatnya menalak tiga dunia tari. Walau dukungan kadang dirasa kurang, Tata tetap menjalani seni gerak badan ini dengan perasaan riang.

Kekurangan berlatih teknis malah memberi berkah tersendiri buat perempuan Libra kelahiran 04 Oktober 1995. Pasalnya Tata terpaksa mengelaborasi gerakan badan untuk manunggal (larut berpadu) dengan alunan nada yang mengiringinya. Keterpaksaan yang membuat penampilan Tata banyak disuka. Gerakan badan dan suara nada terasa bisa larut bersama untuk memberikan hiburan.

Memberikan hiburan menjadi semangat yang menggelora dalam sukma Tata. Di setiap kesibukan menjalani beragam kegiatan, Tata senantiasa berusaha hadir mengibur, untuk membesarkan hati orang lain.

Membesarkan hati sebagai pemacu untuk segera bangkit dari keterpurukan dalam waktu singkat. Membesarkan hati setelah meluangkan waktu untuk menyimak keluh kesah sebagai cara untuk mengenali masalah.

Bagusnya Tata tak selalu memberikan saran. Tata hanya berusaha untuk membantu orang mengenali masalah yang dialami sekaligus memberi kepercayaan sepenuhnya bahwa masalah tersebut bisa diselesaikan menggunakan cara mereka sendiri.

Kebiasaan Tata sebenarnya biasa saja lantaran memang mestinya tak ngoyo memberikan saran, walakin mengenali masalahnya dulu. Hanya saja sebagian manusia merasa sia-sia berkeluh kesah dan merasa kurang hebat kalau tak memberi saran.

Tata hanya meluangkan waktunya untuk berbagi, yang dituturkan oleh Lim Yoon-ah (Korea: 임윤아), penghibur asal Korea Selatan yang dikaguminya, “Happiness is doubled when you share them together and sadness is halved when you share them together.”

Memberikan hiburan pula yang membuat Tata bersemangat untuk memberikan sentuhan kepada kamu mustadh'afīn (dipinggirkan), seperti anak berkebutuhan khusus (ABK). Sentuhan ini dilakukan oleh Tata bersama Rumah Belajar Anak (RBA), tempat terapi bagi ABK dan juga bimbingan belajar untuk umum.

Lembaga yang berlokasi di Mlati Lor, RT/RW 002/002 No. 187, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, ini memberi terapi tanpa perlu bolak-balik control teratur ke rumah sakit, rontgen, serta mengonsumsi obat-obatan.

RBA melatih perkembangan motorik kasar dan halus anak, dengan harapan agar mereka tak merasa terpinggirkan dari lingkungan. Seperti ungkapan yang senantiasa digelorakan, Aku Sama Denganmu”, RBA berupaya agar perbedaan takdir tak membuat rasa sama harus langsir.

Program yang diberikan pada siswa RBA antara lain: fine motor skill, gross motor skills, edukasi, senam otak, outdoor learning, religious education, fisioterapi, terapi wicara, ADL (the activity of daily living), hasta karya, home visit, shadow teacher ke sekolah, dan tes psikologi. RBA juga membuka program lain berupa kelas reguler dua jam dan seharian, kelas hobi yang meliputi seni rupa dan seni tari, serta kelas Bahasa Inggris dan Matematika.

Pengalaman bersama RBA membuat Tata mendapat kesempatan untuk menjadi pengajar sekolah luar biasa (SLB). Di SLB Purwosari, Kudus, dirinya mendapat kepercayaan untuk mengajarkan pada siswa tentang kesehatan, seperti mencuci tangan serta mengukur tensi darah dan berat badan.

Dunia kesehatan sendiri adalah bidang keilmuan yang ditekuni secara formal oleh Tata. Setelah lulus SMA Muhammadiyah Kudus, Tata memilih Ilmu Keperawatan sebagai program studi selanjutnya. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah Kudus menjadi perguruan tinggi yang dipilih olehnya.

Tata termasuk sosok yang memiliki semangat kuat dalam menjalani keseharian. Kesibukan melakukan banyak kegiatan tak serta merta membuat pendidikan formal dia tinggalkan. Pada 08 Oktober 2017, belajar formalnya pada program studi Ilmu Keperawatan berhasil diselesaikan.

Tata tak sekadar menyelesaikan kuliah, melainkan mendapat predikat lulus dengan pujian (cumlaude). Walau sempat banyak terkendala dengan support dari orangtua, akhirnya dia mengambil keputusan untuk melanjutkan Program Profesi Keperawatan (Ners) selepas wisuda.
Eny Rochmawati Octaviani; Eny Rochmwati Octaviani; Eny; Rochmawati; Rochmwati; Octaviani; Eny Rochmawati; Eny Octaviani; Butcah Chuniez; Thata Octa Vee; 4 Oktober 1995;
Tata ketika dijumpai pada 14 April 2018 [foto: Alobatnic]

Sebagai orang yang kerap ikut serta dalam kegiatan umum, wajar kalau Tata selalu memperhatikan penampilan badan. Perhatian dapat berupa perawatan fisik, pemilihan busana yang dikenakan, hingga perilaku ketika mengenakan busana tertentu. Karena mengalami keadaan seperti ini, Tata biasa tampil dengan busana yang terasa enak dipandang.

Sebagian orang tak terlalu memperhatikan perihal penampilan badan. Nyaris sangat mengabaikan cenderung meremehkan. Dapat dimengerti, pasalnya sebagian orang memang menganggap bahwa perilaku ini hanya menjadi ajang untuk pamer saja.

Hanya saja Tata memiliki pandangan lain terkait hal ini. “Kalau kita tampil rapi, itu berarti kita menghormati orang lain,” tuturnya.

“Menghormati orang lain,” rasanya Tata tepat juga, atau minimal pernyataannya tak bisa disalahkan begitu saja. Coba bayangkan, andaikan ada rekan meminta kita ikut acara futsal, namun busana yang dikenakan ialah kemeja dan sarung, kira-kira apakah orang yang meminta merasa dihormati? Membuat orang lain merasa dihormati bukankah perilaku terpuji?

Untuk urusan  penampilan badan, Tata memilih jilbab sebagai busana keseharian. Sekadar pilihan berbusana tanpa merasa sebagai perempuan paling shalīhah di dunia dan merendahkan perempuan lainnya.

Terkait jilbab, Tata memiliki pandangan dinamis sepanjang mengenakan. Awalnya, dia hanya memahami bahwa berjilbab adalah kewajiban menaati aturan. Ketaatan yang juga menambah kecantikan. Lambat laun, dia mengerti bahwa jilbab bukan sebatas penggugur kewajiban, melainkan sebagai kebutuhan buat perempuan.

Perempuan tercipta sebagai seni hidup yang identik dengan kecantikan. Kecantikan yang terpancar dari perempuan kadang menjadi pemicu perselisihan. Karena itu perlu untuk sedikit ditutupi. Bukan semata sebagai wujud perilaku mawas diri, melainkan untuk mencegah gairah tak biasa dari lelaki.

Tak heran kalau Tata merasa tak berkenan dengan ungkapan, “Berjilbab agar lebih cantik. Menurutnya, Dengan berjilbab, perempuan berupaya untuk menutupi kecantikan.” Tata tak salah berungkap demikian. Dalam lintasan sejarah, jilbab memang berfungsi sebagai penutup kecantikan. Agar kecantikan tak begitu saja diumbar, supaya tak memicu timbulnya perselisihan.

Walau unjuk rasanya bisa menggembirakan rasa manusia lainnya, Tata tetaplah manusia biasa. Tata butuh makan, minum, maupun tidur, juga bisa berpeluh lelah, berkeluh kesah, berkeruh amarah, merasa bad mood, minder, dsb. dst. laiknya manusia pada umumnya. Dengan ungkapan lain, kepiawaian Tata dalam berunjuk rasa dengan berbagai cara tetap disertai pembawaan diri dalam menjalani keseharian laiknya manusia biasa.

Perempuan penyuka K-Pop dan Drama Korea ini memang manusia biasa. Tata merupakan makhluk berperasaan (al-insān) yang peduli pada penampilan badan (al-basyar) dengan kemauan membaur dalam lingkungan (an-nās). Sepanjang menjalani keseharian, dia hanya berusaha untuk menghibur ketika lara dan mengingatkan saat mapan.

Tak ada yang istimewa dari Tata karena semua manusia bisa meniru untuk melakukannya. Malahan Tata sendiri mengagumi manusia lainnya seperti Yoona. Walau tak istimewa, perempuan penyuka suara Jihan Audy ini tetap pantas dijadikan sebagai panutan. Semangat perjuangannya layak diperjuangkan. Perjalanannya merupakan satu sisi megah tersendiri yang layak dikagumi.

Tata mentas tanpa mencari pencapaian namun tak lelah mengayuh perjalanan. Di-reken (anggap) sukses atau tidak dalam pencapaian bukan urusannya, yang merupakan kesuksesannya adalah tak lelah mengayuh secara terus-menerus. Mengayuh… mengayuh… mengayuh perjalanan… saling mengapresiasi kesamaan dan menghormati ketidaksamaan… “You say God give me a choice…” seperti lantun Queen dalam Bicycle Race.

Tata tak lelah mengayuh perjalanan untuk mewujudkan keseimbangan. Keseimbangan yang membuat orang-orang merasa aman dan nyaman saat saling menyapa karena memiliki rasa sama. Satu perjalanan yang patut diapresiasi semadyana.

Saling menyapa adalah satu cara jitu untuk merawat titik temu antar sesama. Seperti diungkapkan oleh nama besar sebelum Tata, Muhammad shallallāhu’alaihiwasallam. Sang Kirana Azalea bertutur bahwa menyapa adalah senjata manusia beriman (الدعاء سلاح المؤمن). Satu pernyataan yang diabadikan oleh Madonna Louise Veronica Ciccone melalui Like a Prayer.

Tata tetaplah Tata, yang terus melangkah tanpa bisa dituturkan melalui kata dan aksara sepenuhnya. Karena perempuan memang sulit dimengerti sepenuhnya, walau tetap bisa dinikmati seutuhnya. Tata ketika dilihat itu fisik, ketika dinikmati itu hati.

Berkali-kali Tata membesarkan hati saya dan saya harus tahu diri. Saya cuma lelaki yang tak bisa membesarkan hati perempuan seperti Tata. Saya belum pernah merasakan sakitnya datang bulan, mengandung bayi, menyusui bayi, mengasuh anak dengan penuh kasih sayang. Saya memang tak akan merasakan sendiri pengalaman yang sudah dan akan dirasakan oleh Tata.

Mungkin karena Tata menyandang nama Rochmwati yang bermakna pengasih dan lahir pada hari Rabu yang merupakan hari bercahaya sehingga dia memiliki laku seperti itu. Laku untuk berbagi kasih yang bisa merasuk batin selembut kirana. Sifat pengasih Tata melahirkan kepedulian dan ketulusan untuk memberikan penghiburan ketika didera lara dan peringatan saat mapan yang sampai saat ini belum bisa saya lakukan.

Nama adalah harapan dari pemberi nama kepada yang diberi nama. Selain diucapkan dalam serentetan rangkaian ritual ibadah mahdhah, harapan juga bisa diungkapkan melalui sebuah nama yang disandangkan. Harapan yang dihembuskan oleh orangtua sedari dini dalam suasana bahagia melalui sebuah nama tentu akan terus menyerta dan memberi daya dorong luar biasa tanpa bisa sirna.

Saya yakin orangtua Tata tak sembarangan memberi nama untuk buah hati yang mendapat panah takdir sebagai anak semata wayang kulit ini. Orangtua jelas memberikan nama yang bagus, baik dari segi ucapan maupun makna. Rochmwati bermakna perempuan penuh kasih. Nama yang diberikan pada Tata ini tak sia-sia. Tata memang menjadi sosok yang penuh kasih, kasih yang dia tumpah-ruahkan pada semua, tak pilih kasih untuk memberikan kasihnya.

Buat semua orang yang mengenalnya, Tata adalah sosok menyenangkan yang selalu peduli dengan tulus kepada mereka. Kepedulian yang tulus pada sesama ciptaan-Nya yang berasal dari sifat kasihnya. Tanpa pernah meminta, mereka yang mendapat kasih dari Tata pun kemudian dengan kerelaan memberikan kasihnya pada Butcah Chuniez ini.

Kasih untuk semua tanpa pilih kasih merupakan salah satu sari pati dari Jimat Kalimasada yang dimiliki Yudhiṣṭhira [युधिष्ठिर] (Yudistira). Jimat Kalimasada yang terkenal sebagai pusaka Pandawa sesungguhnya cuma kerta kosong, maka tak pernah dibaca seumur sepanjang Yudistira mengayuh perjalanan. Kalau digambarkan sekarang, seperti kertas kosong yang diperebutkan dalam film paling relijius, Kungfu Panda.

Sari pati ini kemudian tampak ketika Yudistira bisa membaca Jimat Kalimasada. Yudistira bisa membacanya setelah Lingga Maya memintanya membaca jimat tersebut dengan niat dan bahasa Sastra Cetha Atining Suksma Sejati (nurani). Lingga Maya adalah nama anjing kesayangan Yudistira, seperti mendiang Tinkerbell yang menjadi anjing kesayangan Paris Whitney Hilton ataupun Cho-co (Korea: 초코) yang menjadi anjing kesayangan Park Bom (Korea: 박봄).

Setelah dibacakan Jimat Kalimasada, Lingga Maya mendadak berubah wujud menjadi Batara Darma. Batara Darma adalah dewa yang bertugas menjaga tegaknya keseimbangan Jagad Raya. Sialnya, Batara Darma pernah dikutuk oleh Begawan Animandaya [माण्डव्य] karena dianggap tak bijaksana. Mirip dengan Kim Tae-yeon (Korea: 김태연) yang dikutuk oleh penggemar Soo-youn Jung (Korea: 제시카 ) karena dianggap tak bijaksana.

Melalui pembacaan tersebut, Yudhistira membaca lima pasal dalam Jimat Kalimasada:
siapa ingin kaya, banyak-banyaklah berderma;
— siapa ingin cendekia, banyak-banyaklah mengajar;
— siapa ingin dikasihi, tumpah-ruahkanlah kasih itu ke semua;
— siapa ingin bahagia, bahagiakanlah sebanyak mungkin orang; serta
— siapa ingin mati sempurna, sempurnakanlah kematian sahabatmu.

Tata tidak mengucapkan butir-butir itu. Dia melakukan. Dia melakukan semua itu sepanjang mengayuh perjalanannya. Terlebih butir ketiga Kalimasada merupakan sari pati Rochmwati, nama yang disandang Tata sejak bayi. Sari pati yang menjadi titik tolak untuk melakukan empat butir lainnya dalam Kalimasada.

Orangtua Tata tentu bahagia dengan rekam jejak yang telah dilakukan anak tunggalnya ini. Anak yang mereka beri nama Rochmwati benar-benar menjadi seorang pengasih yang menumpah-ruahkan kasihnya pada semua tanpa pilih kasih. Tak salah Tata menyandang nama Rochmwati yang kadang dia ucapkan pada saya Lochmwati.

Lebih dari itu, Tata adalah salah satu manusia yang terus memotivasi (digugu) sekaligus menginspirasi (ditiru) saya. Tata adalah salah satu manusia yang memotivasi untuk tak ragu dalam mengekspresikan perasaan melalui cara yang nyaman saya lakukan. Dia juga menginspirasi saya untuk bersikap lentur melalui ekpresi yang ditampakkan saat sedang tampil sebagai penari sekaligus kaku yang ditunjukkan saat dia menjadi peragawati.


“Allah punya berbagai cara untuk membuat kita bersyukur.
— Eny Rochmawati Octaviani


Artikel lain tentang Tata
[2017-02-15] Butcah Chuniez [lihat]
[2017-04-15] Itz Spring Voice [lihat]

[2018-04-10] Eny Rochmawati Octaviani [lihat]
Eny Rochmawati Octaviani; Eny Rochmwati Octaviani; Eny; Rochmawati; Rochmwati; Octaviani; Eny Rochmawati; Eny Octaviani; Butcah Chuniez; Thata Octa Vee; 4 Oktober 1995;
Tata ketika dijumpai pada 14 April 2018 [foto: Alobatnic]