Clara Ng
— an author for our time
Clara Ng
adalah nama pena dari Clara Regina Juana. Perempuan yang lahir pada 28 Juli 1973di Jakarta sebagai anak pertama dari pasangan W. Atmadjuana dan S.A.
Darjanus termasuk senang membaca fiksi. Kesenangan membaca fiksi dimulai sejak belajar membaca
di usia tiga tahun.
Peran ibu cukup penting dalam membentuk kebiasaan Clara ini. Pasalnya
perempuan yang besar di
kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, ini kerap mendengarkan cerita dari ibu. Bahkan saat saya
masih bayi, ibu sudah melanggankan majalah Bobo untuk buah hati.
Kegilaan membaca
membuat Clara sudah membaca terjemahan The Adventures of Tintin sewaktu
masih balita[1]. Kesenangan membaca Clara kian menggelora tatkala
remaja. Sejak usia sebelas tahun, dirinya telah membaca cerita bertopik dewasa karya Mira W.,
nama pena dari Mira Widjaja (Wong)[1].
Dari semua bacaan, Clara menyebut bahwa dongeng Putri Salju (The
Snow Queen) dari Hans Christian Andersen adalah cerita paling disukainya,
bahkan dirinya mengaku karya yang diterbitkan pada 1844 tersebut memengaruhi
tulisannya[2].
Clara Ng bersekolah di SD Budi Mulia sejak 1979 sampai 1986, berlanjut ke SMP Van Lith sampai 1989. Selain
senang membaca, Clara juga gemar belajar sendiri cara menulis kreatif pada masa
ini. Kebiasaan membaca dan menulis membuatnya tertarik dengan isu-isu sosial
seperti diskriminasi terhadap keturunan
Tionghoa, LGBT, dan perempuan sewaktu bersekolah di SMA Bunda Hati Kudus[1].
Clara lulus
dari SMA Bunda Hati Kudus di tahun 1992 dan melanjutkan pendidikannya ke
Amerika, tepatnya di kota empat musim yang indah, Columbus, negara bagian Ohio.
Dia memulai kuliahnya di universitas swasta Ohio Dominican College lalu
diterima di salah satu universitas negeri terbaik di Amerika Serikat
(AS), Ohio State University jurusan
Interpersonal And Organizational Communication. Sempat mengambil beberapa mata
kuliah jurnalistik sebelum jatuh cinta dengan mata kuliah komunikasi dan
linguistik, Clara lulus dengan gelar utama Bachelor of
Arts dan minor di Linguistik.
Sewaktu di
AS, Clara membaca sejumlah buku anak, satu hal yang berpengaruh terhadap
tulisan-tulisannya kelak[2]. Clara menghabiskan tujuh setengah
tahun di Amerika sebelum memutuskan pulang kembali ke Indonesia di tahun 1999.
Pekerjaan pertamanya di Indonesia adalah membangun departemen sumber daya
manusia di perusahaan pelayaran Korea, Hanjin Shipping.
Pada tahun
2000, penyakit kekentalan darah yang dideritanya membuatnya kehilangan bayinya
yang pertama. Clara mengalami dua kali keguguran, yang pertama di usia tujuh
bulan dan yang kedua tujuh minggu[3]. Karena
harus mengecek kesehatan medis setiap saat, dia harus mengundurkan diri dari
perusahaan. Tidak bekerja setiap hari dan harus beristirahat total di rumah
membuatnya memutuskan untuk mengolah imajinasinya ke dalam naskah pertamanya[1].
Saat Clara
sedang berjuang menyelesaikan novelnya, dia bergabung secara pasif dengan
komunitas Cyber Sastra yang mempertemukannya dengan teman-teman sesama penyair
dan penulis. Secara mandiri, dia menerbitkan novel pertamanya
pada tahun 2002, dengan judul Tujuh Musim Setahun. Novel itu mendapat
sambutan yang baik sehingga harus mengalami beberapa kali cetak ulang[4]. Setelah novel itu terbit, Clara melahirkan anak
pertamanya, Elysa Ng, di tahun 2002.
Dua tahun
vakum karena sibuk mengurus anak pertama, Clara Ng melakukan come back home
dengan menjadi pelopor genre Metropop yang diusung penerbit
Gramedia Pustaka Utama pada pertengahan tahun 2004 dengan menerbitkan novel
keduanya, Blues, yang merupakan buku pertama trilogi Indiana
Chronicle.
Pada tahun
2005, Clara menulis secara simultan dan cepat, langsung menerbitkan dua novel
sekaligus pada awal tahun: Lipstick (buku kedua trilogi Indiana
Chronicle) dan The (Un)Reality Show. Dan pada bulan Juni di
tahun yang sama, novel berjudul Bridesmaid, yang melengkapi trilogi
Indiana Chronicle pun terbit. Majalah Tempo mencatat bahwa triologi
Ng mengawali genre metropop dalam sastra Indonesia.
Sebagai
wujud kecintaannya pada anak-anak, istri dari Nicholas Ng, suami berwarganegara
Malaysia, juga menulis dongeng cerita anak-anak. Seri pertama buku anak-anaknya
berjudul Berbagi Cerita Berbagi Cinta, yang terdiri dari tujuh buku.
Salah satu buku dalam seri ini, yang berjudul Gaya Rambut Pascal
memperoleh penghargaan Adikarya Ikapi untuk cerita anak pada tahun 2006.
Tahun itu, cerita
pendek Clara yang berjudul Rahasia
Bulan dimasukkan dalam kumpulan cerita
pendek bertema lesbian dan gay berjudul yang sama. Antologi tersebut memuat
cerpen-cerpen Alberthiene Endah, Djenar Maesa Ayu, dan Indra Herlambang[5]. Pada tahun 2006 juga Clara
melahirkan anak keduanya, Catrina Ng. Dia tetap setia menulis semasa
kehamilannya dan membuahkannya dengan dua novel, yaitu Dimsum Terakhir dan
Utukki: Sayap Para Dewa.
Tahun 2007
merupakan tahun yang penting buat Clara. Selain menerbitkan novel Tiga Venus
pada awal tahun 2007, novelnya yang berjudul Gerhana Kembar dipilih
menjadi cerita bersambung di harian Kompas selama bulan Oktober 2007 sampai
Februari 2008. Gerhana Kembar bercerita tentang lesbian yang judulnya diangkat oleh Clara sebagai simbol homoseksualitas, berdasarkan gambaran Matahari sebagai lelaki dan Bulan sebagai perempuan.
Gerhana
Kembar disambut baik oleh komunitas LGBT
Indonesia karena sang author tidak
mengaitkan homoseksualitas sebagai isu negatif seperti penggunaan obat-obatan[4]. Selain
itu, dirinya kembali memperoleh
penghargaan Adikarya Ikapi untuk salah satu buku anak-anak dari sembilan buku
dalam seri Sejuta Warna Pelangi, berjudul Melukis Cinta.
Setahun berikutnya, pada tahun
2008, Clara mengeluarkan seri terbaru yang
terdiri atas lima buku, berjudul Bagai Bumi Berhenti
Berputar. Clara terbilang produktif, lantaran kembali menghasilkan karya berupa kumpulan cerita pendek. Antologi berjudul Malaikat Jatuh ini menyinggung terutama tentang kematian.
Pada tahun
2009, sekali lagi naskah novelnya Tea for Two dipublikasikan secara
bersambung di harian Kompas, sebelum diterbitkan secara utuh oleh penerbit
Gramedia Pustaka Utama. Awal tahun 2010, dia menerbitkan novel Jampi-jampi
Varaiya, sebuah novel bersambung dari seri yang berjudul sama.
Memulai
tahun 2010 dengan akun @clara_ng di Twitter, bersama sastrawan Eka Kurniawan
dan Agus Noor, mereka melahirkan komunitas membaca sastra dan menulis fiksi
yang terkenal dan besar dengan nama Komunitas Fiksimini atau @fiksimini. Komunitas
ini dilahirkan dalam rangka mengupas karya mereka masing-masing untuk menulis
ide mereka dalam batasan 140 karakter di Twitter yang dapat merangsang pembaca
berpikir [6].
Cerita
pendek Clara yang berjudul Barbie diangkat sebagai film oleh aktor sekaligus presenter
Raffi Ahmad pada 2010, dengan Yuni Shara sebagai pemeran utama. Barbie
menceritakan tentang penyanyi klub malam dan kekasihnya, seorang penjaga
keamanan klub. Film ini tayang perdana pada festival film LA Lights Indie[7].
Pada tahun
yang sama, Clara merilis dua buku lain, Dongeng
Tujuh Menit dan Jampi-jampi Varaiya[2][3]. Jampi-jampi Varaiya mendapat nominasi long
list Penghargaan Sastra Kathulistiwa Literarary Awards. Di antara cerpennya
yang lain, Mata Indah, dimasukkan dalam antologi cerpen bertema lesbian Un
Soir du Paris, yang memuat juga karya adalah
Seno Gumira Ajidarma, Ucu Agustin, dan Agus Noor[8].
Clara mempublikasikan Ramuan Drama
Cinta pada 1 Juli 2011, diikuti Dongeng Sekolah Tebing
pada November, kumpulan 53 cerita tentang anak-anak yang bersekolah di sebuah
tebing[3]. Selain menulis novel dan cerita
pendek, Clara menulis buku anak karena
kegelisahannya terhadap anak-anak Indonesia yang tak mendapat bacaan berlimpah[4][9].
Clara menyebut bahwa cerita
anak-anaknya secara umum diterima baik. Namun, beberapa guru menyayangkan tidak
adanya pesan moral yang jelas. Hal ini ditanggapi secara santai oleh Clara, lantaran beranggapan bahwa setiap anak dan orang dewasa dapat
berpendapat masing-masing terhadap karyanya.
Kecenderungan gaya yang dimiliki Clara ialah mengangkat perempuan sebagai
karakter utama dalam setiap karyanya. Karakter ini
kebanyakan tidak memiliki pekerjaan; beberapa pekerjaan yang ditangani oleh
karakter-karakternya termasuk pekerja kantoran, karyawan penitipan hewan, dan
pemilik toko reparasi otomotif[4]. Cerita
anak-anaknya yang ditulis sederhana, bergambar,
berkaitan dengan perasaan anak-anak, dan nama-nama
karakter dipilih agar mudah diingat, dimaksudkan
untuk membuat anak-anak lebih empati[1][2][4].
Clara bersama keluarga kini tinggal di Tanjung Duren, Jakarta Barat,
sebagai ibu rumah tangga dan menulis dalam ruangan kantor di rumahnya. Dia menulis
setiap waktu luang, biasanya pada pagi hari, karena pada sore hari ia harus
mengurus anak-anaknya.
Membaca
merupakan bagian proses menulis bagi Clara, sehingga tidak heran koleksi
bukunya saat ini mencapai ribuan judul dan dipastikan akan terus bertambah
setiap hari. Selain membaca, dia berusaha menyelipkan jadwal menonton bioskop
di antara jadwalnya yang padat, dan ia tidak pernah bisa betah menonton TV.
Buat Clara,
menjadi penulis adalah profesi yang soliter dan berat. Menulis adalah memasuki
dunia di mana hanya ada dirinya dan tokoh-tokoh rekaannya yang berlarian dalam kepalanya. Sampai saat ini dia
masih terus memelihara kegelisahan yang menjaga komitmennya untuk terus
menulis.
Segala
kritik serta saran juga membuatnya belajar untuk rendah hati. Di antara semua
itu Clara juga tak henti-hentinya bersyukur atas segala sokongan
sahabat-sahabat yang mendukung komitmennya sebagai pekerja seni di dunia sastra
Indonesia.
Clara
optimistis penulis buku anak punya masa depan cerah, tidak membuat kekurangan secara materi. Terlebih, saat
ini banyak toko buku bermunculan, sangat jauh berbeda dengan zaman Clara kecil
dulu. Bila ada yang mengeluh menjadi penulis buku anak tidak
bisa hidup cukup, hal itu tergantung bagaimana mengelola keuangan[10].
“Penjualan buku saya selama ini juga
enggak mengalami masalah. Yang pasti, secara materi menghasilkan banyak buat
saya. Saya juga bisa pergi ke luar negeri untuk acara tertentu yang berhubungan
dengan buku.” tutur Clara satu waktu[10].
Catatan Tambahan:
Artikel ini ditulis berdasarkan penuturan langsung dari Clara Ng, yang didukung dengan beberapa rujukan tertulis.
Referensi
[1] Hayati, I., Kurniawan, A.T., dan Simanjuntak, A. (2010). Clara ng:
menulis itu seperti jalan pedang. Tempo Interaktif, 30 Agustus. [lihat]
[2] Malik, C. (2010). My jakarta: clara ng, Writer. Jakarta Globe,
11 Juli. [lihat]
[3] Fitrianto, D. dan Indriasari, L. (2010). Ibu rumah tangga dalam
industri kreatif. Kompas.com, 12 Juli. [lihat]
[4] Junaidi, A. (2008). Clara ng: writing for women and children. The
Jakarta Post, 21 Agustus. [lihat]
[5] Junaidi, A. (2006). Alternative lifestyle book hits newsstands. The
Jakarta Post, 26 Februari. [lihat]
[6] Wardany, I. (2001). Literature in the internet era to groom new
writers. The Jakarta Post, 21 Agustus. [lihat]
[7] Kurniasari, T. (2010). Indie movies enrich film scene. The Jakarta
Post, 21 November. [lihat]
[9] Sembiring, D. (2008). Writing for muslim children? use your
imagination. The Jakarta Globe, 18 November. [lihat]
[10] Yumiyanti, I. Mailoa, M. dan Syahban, L. (2016). Clara tak berhenti
bertualang. Detik.com, 25 Juli. [lihat]