—
catatan peran perempuan dalam pembahasan
alam
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ
مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
«القرآن الكريم سورة النحل : ٩٧»
Nama Sabrina
Gonzalez Pasterski mendadak meriak. Karya perempuan kelahiran 03 Juni 1993 yang
menekuni ilmu alam (natural science) ini berhasil menghentak khalayak. Forbes
memasukkan nama Sabrina ke dalam urutsan ke-23 daftar 30 Under 30: Science
pada 2015. Satu catatan yang membuatnya berada pada jajaran sosok papan atas. Laura
Dang, jurnalis dari Next
Shark, menulis sekilas dengan menegaskan bahwa Sabrina sebagai
the Next Einstein. Satu penegasan yang tak main-main.
Belum redup kabar
Sabrina berdegup, muncul nama Kára Deidra McCullough, menggegerkan pentas kecantikan.
Perhatian lebih terhadap Kára diberikan lantaran dirinya memiliki latar belakang
ilmu alam. Satu kabar yang layak menghiasi dunia hiburan. Meski karya Kára tak semenawan
Sabrina, namun semat sebagai Miss USA 2017 cukup menganyam namanya menjadi
sanggam.
Dua kabar tersebut
memiliki benang merah berupa perempuan dan ilmu alam. Sabrina banyak disorot lebih
disebabkan oleh jenis kelaminnya ketimbang rekam jejak yang azam. Sementara Kára,
mengalami peristiwa serupa. Andai Kára tak punya kelindan dengan ilmu alam, barangkali
kabar mengenai dirinya terasa biasa.
Kelindan perempuan
dan ilmu alam termasuk topik yang asyik diperbincangkan. Terlebih pada abad keduapuluh
satu ini. Masa ketika perempuan bergerak mundur dengan menggemakan kesetaraan. Wajar
memang, pasalnya tak dimungkiri banyak perempuan merasa nyaman dinikmati sebagai
jajanan industri sementara peran mereka dalam kajian ilmu alam sedikit sekali dibanding
lelaki.
Kalau peta sejarah
perkembangan ilmu alam dibentangkan sekilas, tampak terjadi ketimpangan antara lelaki
dan perempuan. Ketimpangannya ialah cerdik-cendekia (scholar) maupun ilmuwan
(scientist) lebih didominasi oleh lelaki. Kehadiran perempuan dalam perkembangan
ilmu alam kurang tampak dan cenderung diabaikan. Fenomena ini membuat ilmu alam
terkesan lekat dengan lelaki. Benarkah demikian? Mari sejenak ditelusuri.
Yunani kuno kerap
dirujuk sebagai pemula gelora kajian ilmu alam. Dalam bentangan linikala peradaban
lebih luas, hal ini tak tepat sepenuhnya. Tatkala derap kajian ilmu alam sudah menggelora
di daratan Asia, Yunani masih temaram. Namun revolusi yang terjadi di Ionia seiring
keberhasilan Thales menyuntikkan gairahnya, berhasil mengubah masa setelahnya. Dari
Yunani kuno memang kajian ilmu alam mulai rapi dan rinci teranyam. Banyak kajian
yang berhasil mereka wariskan senantiasa memperkaya khazanah keilmuan sampai saat
ini.
Sayangnya, keadaan
yang tampak mengesankan dengan warisan tak lekang menyisakan setitik perih untuk
perempuan. Saat derap kajian ilmu alam mulai berjalan mengesankan, kaum perempuan
masih dipinggirkan. Hal ini tampak dari kegiatan pelatihan buat perempuan yang diselenggarakan
hanya ditujukan untuk mengasah keterampilan pekerjaan rumah tangga. Sementara lelaki
mendapat kesempatan penuh untuk mengikuti pengajaran terkait kajian ilmu alam dan
beberapa hal lainnya.
Tatanan politik
saat itupun tak berpihak pada perempuan. Saat lelaki menikmati jaminan kesetaraan
dalam demokrasi Yunani kuno, hak politik perempuan masih diabaikan. Pythagoras dalam
satu ungkapan ringkas menunjukkan kecenderungan pandangan saat itu secara jelas.
“There is a good principle that created order, light, and manand a bad principle
that created chaos, darkness, and woman. (Terdapat prinsip baik yang telah menciptakan
keteraturan, kecerahan, dan lelaki, serta terdapat prinsip buruk yang telah menciptakan
kekacauan, kegelapan, dan perempuan.)” tandas Phytagoras.
Beruntung umur
pernyataan Phytagoras ini tak selama umur teorema yang disematkan padanya. Pasalnya
selepas dia wafat, perempuan justru berperan penting terhadap keberlangsungan Komunitas
Phytagoras. Selepas Phytagoras, komunitas yang banyak berperan dalam membangun matematika
ini diasuh oleh Theano, istrinya. Alhasil perempuan ikut berunjuk peran yang tak
bisa begitu saja dilepas.
Perempuan lain
yang berperan penting pada masa Yunani kuno ialah Aspasia. Aspasia merupakan istri
dari Pericles, pemimpin Athena, lingkungan tempat mereka berada. Namun Aspasia bukan
menjadi mitra selakangan belaka. Aspasia turut berjuang menolak aturan yang meminggirkan
perempuan.
Perjuangan Aspasia
mewujud dengan mengkritik lembaga perkawinan Athena serta mendidik perempuan dan
lelaki agar mengerti arti kesetaraan. Meski Socrates menyebut Aspasia sebagai gurunya,
kecenderungan lingkungan saat itu memandang perempuan dengan hina. Bahkan cinta
antar sesama lelaki (gay) dianggap sebagai wujud kesempurnaan cinta.
Kala itu praktik
homoseks biasa terjadi. Sementara lingkungan masih menunggulkan kaum lelaki. Bahkan
saat itu perempuan dilarang bekerja sebagai bidan, yang sekarang boleh disebut lahannya
perempuan. Konon kabarnya hal ini membuat Agnodice, sosok yang cukup terkenal pada
masa itu, terpaksa menyamar sebagai pria ketika membuka praktiknya sebagai bidan.
Pengekangan yang
dialami perempuan Yunani tak menimpa Romawi. Nasib mereka terbilang lebih mujur
di sini. Para perempuan mendapatkan lebih dari sekadar pelatihan, bahkan sebagian
turut menjadi ilmuwan (scientits) meski lelaki masih mendominasi.
Hypatia adalah
contoh bagus dalam hal ini. Theon, ayahnya, merupakan cerdik-cendekia yang turut
membangun lingkungan melalui pendidikan. Seni, sastra, ilmu alam, dan filsafat,
adalah beberapa perkara yang diajarkan. Tak hanya pada lelaki, pula bisa dinikmati
perempuan.
Hypatia sebagai
putrinya pun mendapatkan berkahnya. Lahir dan tumbuh dengan keadaan demikian membuat
Hypatia menjelma sebagai ahli filsafat dan matematika. Tak hanya menguasai kajian
keilmuan, Hypatia juga perkasa dalam olah raga. Berenang, mendayung, menunggang
kuda, dan mendaki gunung adalah beberapa cabang yang bisa dikuasainya.
Sayang Hypatia
enggan menerima ajakan menikah. Buatnya, kajian keilmuan sudah cukup memberinya
gairah membuncah. Sayang juga nasib Hypatia berakhir tragis setelah dianggap menistakan
agama. Sekelompok orang religius dengan tega melakukan beragam upaya menghabisi
Hypatia hingga menemui ajalnya. Sayangnya lagi, peristiwa inilah yang lebih menggema
dalam lintasan sejarah. Gema yang membuat peran dan karya Hypatia nyaris seperti
dirasuah.
Kajian keilmuan
yang ditekuninya membuahkan beberapa karya, seperti astrolab yang bisa digunakan
untuk menentukan lokasi dan memprediksi posisi matahari, bulan, planet, dan bintang;
menentukan waktu lokal (dengan diketahui letak bujur dan letak lintang); serta proses
mencari koordinat dan jarak sebuah titik dalam ilmu ukur ruang. Katalog bintang,
alat penyaring air, serta alat penentu massa jenis cairan, adalah karya lain yang
juga berhasil dia sumbang. Tiga buah buku yang ditulisnya, ialah A commentary
on the 13-volume Arithmetica by Diophantus, A commentary on the Conics of
Apollonius of Perga, dan The Astronomical Canon, membuat Hypatia mendapat
penghormatan dari banyak orang.
Nasib perempuan
dalam kajian keilmuan terbilang masih terpinggirkan hatta abad gelap menggurita
di Eropa memasuki millenium kedua masehi. Sampai pada lintasan ini, peran
dan karya perempuan dalam kajian keilmuan masih kalah dibanding lelaki. Tentu hal
ini tak serta merta membuat perempuan dianggap tak memiliki daya dan upaya sama
sekali. Mungkin perempuan bisa saja memiliki prestasi lebih gemilang, andai tak
dipandang rendah dari lelaki.
Kajian keilmuan
memang sempat mengalami masa suram pada abad pertengahan. Pusat-pusat kegiatan kajian
dikuasai oleh geraja, tak hanya menguasai tempat melainkan juga pandangan. Ilmu
alam adalah salah satu korban dari keganasan gereja pada masa ini. Geometri, aritmetika,
astronomi, adalah beberapa cabang yang tetap diajarkan. Ahli kimia juga ikutserta
menghasilkan karya yang berguna secara praktis buat lingkungan. Namun tanpa ada
terobosan berarti kajian keilmuan terbilang mati suri.
Kegiatan pembelajaran
dan kajian banyak dilaksanakan di biara. Beberapa biara untuk perempuan yang dipimpin
oleh para abesse (pemimpin biara) berkemauan keras, namun hanya menyediakan
kesempatan terbatas. Perempuan berstatus sosial rendah terbilang diabaikan begitu
saja. Sedangkan perempuan dengan status sosial tinggi saja yang bisa mendapat kesempatan
untuk mengembangkan bakat dan menggali kreativitas.
Hildegarde, abesse
yang berpengalaman sekira 30 tahun, menjadi wanita menghasilkan karya tulis mengenai
alam. Sepertihalnya filosof Yunani kuno, Hildegarde mengajukan pertanyaan umum mengenai
alam semesta dan membincangkan kosmologi, alam, manusia, kelahiran dan kematian,
jiwa, dan Tuhan. Wawasan luas dan beberapa gagasan yang didalami membuat Hildegarde
menjelma menjadi sosok azam. Hildegarde menyadari bahwa bintang memiliki perbedaan
ukuran dan kecerlangan yang menginspirasi dirinya untuk menyusun perbandingan antara
pergerakan bintang dan pergerakan darah di pembuluh darah, jauh sebelum kajian tentang
peredaran darah mulai digelorakan.
Gagasan tersebut
banyak dikaji lebih serius kemudian. Gagasan lain dari Hildegarde ialah mengenai
letak matahari di tengah cakrawala dan perbedaan musim di planet Bumi. Pendapat
bahwa kalau satu sisi di planet Bumi mengalami musim dingin, maka sisi lain harus
mengalami musim hangat, adalah satu gagasan mengagumkan. Kecakapan dalam bidang
perawatan dan pengobatan juga membuatnya menarik banyak perhatian di seluruh penjuru
negeri.
Sayang, derap
lumayan di Jerman tak terjadi di Inggris. Penindasan yang dilakukan oleh Henry VIII
terhadap pada perajin gereja mengubah arah pendidikan. Kesempatan perempuan mendapat
pendidikan setara dengan pria mulai terkikis. Dampaknya, pusat pembelajaran beralih
ke Oxford dan Cambridge, yang memanjakan lelaki sedangkan pada saat yang sama perempuan
diabaikan.
Keadaan lain
terjadi di Italia. Perempuan memang tidak diijinkan untuk mengikuti pembelajaran
medis laiknya lelaki, walakin diberi pelatihan untuk mendapat ijin praktik seperlunya.
Hampir semua perempuan yang mengikuti pelatihan medis ini termasuk anggota keluarga
dokter lelaki. Ironisnya, keadaan yang tampak bagus ini dilatarbelakangi oleh fakta
bahwa diijinkannya perempuan gara-gara kurangnya keluarga dokter memiliki anak lelaki.
Walau tak begitu
menggembirakan, keadaan tersebut memunculkan sosok Trotula yang sanggup meningkatkan
reputasinya sebagai ahli bedah mengagumkan pada paruh kedua abadi kesebelas. Metode
penjahitan dan penggunaan benang sutra baru yang dicetuskan olehnya adalah gagasan
cerdas dan bernas.
Sebagian besar
perempun Eropa pada masa suram memang banyak berperan di bidang kesehatan. Penengetahuan
dan pengalaman melakukan aborsi, meramu dan membudidayakan obat-obatan, hingga melahirkan
bayi menjadi kerap bahan perbincangan. Perbincangan yang turut berguna untuk berbagi
pengetahuan dan pengalaman. Sayang, tatkala pekerjaan kesehatan pria mendapat perlindungan
kalangan bangsawan, para perempuan berpengetahuan dan berpengalaman banyak mengalami
penindasan. Alasan bahwa praktik mereka tak dilakukan secara formal membuat praktik
sihir menjadi bahan pembenaran yang dituduhkan.
Warisan abad
kegelapan Eropa masih banyak berpengaruh sampai saat ini. Tak hanya warisan yang
layak dilantan, juga warisan pandangan bahwa perempuan tak setara dengan lelaki.
Satu hal yang patut disayangkan. Pasalnya pada masa itupun perempuan ikutserta memberikan
sumbangan.
Masa suram Eropa
perlahan sirna tatkala Renaissance mulai bergelora. Gelora Renaissance
memunculkan karya mengesankan dengan hasil banyak membanting kajian yang lama
mengakar. Johannes Kepler, dan Galileo Galilei, dan René Descartes adalah beberapa
nama yang tak mudah untuk dilupa. Pada masa itu pula pendidikan perempuan menjadi
bahan perbincangan yang ramai terdengar.
Perbincangan
tersebut menjadi ramai lantaran menimbulkan beragam perdebatan. Beberapa perguruan
luhur mulai membuka pintu untuk perempuan dari kalangan bangsawan. Seiring pembaruan
gagasan dalam kajian ilmu alam dibangun, beberapa perempuan ikutserta menenun sebagai
sumber inspirasi dan motivasi para cerdik-cendekia dari kalangan lelaki.
Maria Celeste,
putri Galileo misalnya, yang sebelas tahun ikut menenun karya ayahnya secara rinci.
Dukungan sang putri memungkinkan Galileo untuk terus berkarya tatkala rasa putus
asa menghampiri. Kematian Maria memberi pukulan telak yang berdampak panjang pada
Galileo hingga sang magnifico berpindah dimensi. Barbara Müller, istri Kepler,
adalah sosok penting dalam menjaga semangat sang suami dalam berkarya. Elizabeth
Stuart menjadi sumber inspirasi yang tak habis digali oleh René Descartes hingga
lelaki ini mempersembahkan karyanya untuk perempuan asal Bohemia.
Lembaga pendidikan
khusus untuk perempuan mulai dibuka di Prancis pada 1686. Maison royale de Saint-Louis
menjadi lemabaga yang mencatat sejarah ini. Sayang kedangkalan kurikulumnya dengan
cepat tampak ke permukaan: tidak ada pengajaran yang membahas tentang filsafat dan
ilmu alam. Walau begitu, sebagai pemula, Maison royale de Saint-Louis berhasil memiliki
kapling sejarah tersendiri.
Gabrielle Émilie
Le Tonnelier de Breteuil, Marquise Du Châtelet (Émilie du Châtelet) menjadi perempuan
asal Prancis yang patut dicatat. Alihbahasa disertai tambahan komentar (شرح) yang dilakukan
oleh Émilie pada Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica karya Isaac
Newton membuat kajian terhadap karya agung ini menggeliat kuat. Karya Émilie inilah
yang berperan penting dalam membangun sikap spektis. Dampak karya Émilie kelak menjadi
pemantik Revolusi Prancis. Emile memilih membangun kastilnya sendiri di Cirey untuk
ditinggali bersama François-Marie Arouet (Voltaire), suami. Sang suami banyak membantu
sang istri dalam melakukan kajian mandiri, yang banyak mengamati tentang api.
Di lingkungan
Eropa saat itu, terdapat kecenderungan mengikuti pandangan Francis Bacon. Pandangan
yang digagas oleh Bacon cukup bagus dalam mengubah tatanan agar tak terlampau monoton.
Kala itu berlaku pandangan yang menganggap bahwa alam merupakan musuh yang perlu
dikendalikan dengan satu set cara. Satu set cara yang dikenal dengan
natural science (ilmu alam) ini digunakan untuk “memulihkan martabat yang
hilang” dari manusia.
Natural science (ilmu alam) dan wisdom (kebijaksanaan) menjadi
muatan utama kegiatan pembelajaran yang banyak dilakukan terhadap lelaki. Pembelajaran
sendiri ditujukan untuk membimbing masyarakat agar bisa memaksimalkan potensi diri
dan bumi yang mereka huni. Pada masa ini mulai muncul lembaga penelitian seperti
Royal Academy dan Royal Society. Keanggoataan dalam lembaga penelitian tersebut
menjadi bukti bahwa kemampuan ilmiah seseorang diakui.
Sayangnya, lembaga
penelitian yang ada tak ramah buat perempuan. Padahal saat itu terdapat sosok menonjol,
antara lain, Maria Gaetana Agnesi dan Marie-Sophie Germain. Maria Agnesi memiliki
reputasi yang luas hingga Perguruan Luhur Bologna memberikan peran sebagai pengajar
kehormatan. Sayang Royal Academy memiliki anggapan lain. Ketika Maria Agnesi dicalonkan
sebagai anggota lembaga penelitian, dirinya justru mendapat penolakan. “La tradisi
ne veut pas d’Akademisi” (tradisi tidak menginginkan pelajar perempuan) menjadi
ungkapan penolakan yang cukup merisak batin.
Marie-Sophie
sendiri menenun bertahun-tahun dan bekerjasama dengan Johann Carl Friedrich Gauss
dalam topik-topik matematika dengan menyembunyikan personalitas sebagai perempuan.
Marie-Sophie menggunakan nama M. LeBlanc ketika bekerja sebagai jalan keluar menghindari
cemoohan yang melekat pada perempuan. Pada masa ini perempuan memang cenderung dipandang
rendah oleh lelaki meski laju kajian keilmuan sedang kencang sekali. Bahkan karya
Marie-Sophie tentang getaran bidang elastis yang mendapat apresiasi resmi tak cukup
untuk membuatnya menjadi anggota Royal Academy.
Keadaan serupa
terjadi di seberang benua Eropa. Kegiatan pendidikan yang mulai bergelora pada tahun
1642 di Boston, Amerika Serikat, tak menerima perempuan untuk ikutserta dalam kelas.
Baru pada tahun 1789 perempuan mendapat kesempatan, itupun masih terbatas pada pengajaran
dasar saja. Hanya perempuan berstatus sosial kelas atas yang mendapat pengajaran
lebih luas.
Kesempatan terbatas
tak membuat perempuan mangkrak dalam mengembangkan diri. Berkat ketekunan dan kepedulian
Emma Hart Willard, perempuan mulai mendapat perhatian. Emma mendirikan Troy Female
Seminary. Lembaga yang kini bernama Emma Willard School didirikan dengan tujuan
utama untuk mendidik perempuan.
Guna menyampaikan
muatan pelajaran secara maksimal, Troy Female Seminary cukup perhatian terhadap
cara mengajarkan. Misalnya untuk pengajaran fisiologi. Gara-gara banyak pelajar
yang merasa gugup dan malu ketika diminta menggambar peta tubuh manusia di papan
tulis, mereka kemudian diberi selembar kertas tulis. Kertas tulis dengan ukuran
tebal disediakan untuk ditempel pada buku acuan yang mereka pelajari. Melalui cara
ini rasa gugup dan malu cukup terkikis.
Ketika permintaan
akan pendidikan gratis mulai menggelora di Amerika Serikat, perempuan belum banyak
terlibat lantaran kurang mendapatkan kesempatan. Permintaan ini banyak dilatarbelakangi
oleh alasan bahwa pemilik hak suara dalam pemilihan umum (pemilu) harus bertanggung
jawab dan cerdas dalam menilai dan membincangkan informasi. Hanya saja hak suara
dalam pemilu tak dimiliki oleh perempuan. Hal inilah yang membuat permintaan akan
pendidikan gratis hanya dituruti untuk lelaki.
Setelah Troy
Female Seminary, lembaga pendidikan yang membuka pintu untuk perempuan ialah Oberlin
Collegiate Institute pada tahun 1833. Sayang anggapan bahwa perempuan adalah konco
wingking (mitra yang lebih terbelakang) untuk lelaki masih berlaku di sana.
Muatan pembelajaran yang diberikan pada perempuan juga baru terbatas untuk menyiapkan
mereka sebagai ibu rumah tangga.
Deklarasi prinsip
yang disahkan dalam pertemuan para feminis di Seneca Falls pada tahun 1848 memberi
angin segar buat perempuan. Ketiadaan perempuan di bidang kedokteran, hukum, dan
teologi mendapat perhatian. Dampaknya muncul Ellen Henrietta Swallow Richards, perempuan
pertama yang menerima gelar Bachelor of Science pada tahun 1873 dari Massachusetts
Institute of Technology memiliki peran dalam bidang ilmu lingkungan. Karyanya mengenai
kimia sanitasi membuat namanya tak mudah diabaikan dan dilupakan.
Keberanian Ellen
membuatnya menjadi sosok kontroversial di lingkungan konservatif. Dalam mengungkapkan
perasaan, dirinya memang terbilang aktif. Ellen kerap berungkap bahwa lingkungan
harus diperhatian ketika pembangunan dilakukan. Hal ini agar perilaku kriminal yang
banyak terjadi akibat kemiskinan bisa ditekan. Ellen percaya bahwa semua orang,
lelaki dan perempuan, dapat diajari untuk berpikir kritis dan tetap etis sebagai
bagian lingkungan. Melalui survei yang dilakukan, Ellen berhasil menyanggah anggapan bahwa pendidikan
berbahaya bagi perempuan.
Peran perempuan
dalam menganyam kajian keilmuan mulai mendapatkan pengakuan luas tatkala Marie Skłodowska
Curie menerima Hadiah Nobel pada 1903. Marie memang menerima apresiasi resmi ini
bersama Antoine Henri Becquerel dan Pierre Curie. Hanya saja dirinya sanggup menunjukkan
bahwa perempuan ada dan bisa berperan penting juga. Peran penting tak melulu hanya
bisa diberikan oleh lelaki.
Marie mudah dikenal
oleh rekan-rekan bukan hanya lantaran dirinya adalah perempuan. Ernest Rutherford
yang pernah menulis tentang Marie di majalah Nature menganggap bahwa perempuan
ini terbilang malang. Ernest menyebut malang gara-gara Marie cenderung pendiam,
tidak mampu berbasa-basi, dan spaneng (serius tanpa bisa santai) ketika terlibat
perbincangan. Namun begitu, melalui karyanya dirinya bisa berbicara lebih gamblang.
Kemalangan sebenarnya buat Marie adalah dirinya ditolak menjadi anggota Royal Academy.
Karena lembaga ini belum memiliki anggota perempuan, Marie ditolak atas nama pelestarian
tradisi.
Rekam jejak azam
Marie menginspirasi perempuan untuk tak ragu beradu dengan lelaki dalam bidang kajian.
Puncaknya, pada tahun 1920, jumlah cerdik-cendekia dari kalangan perempuan mengalami
peningkatan paling tajam sepanjang linikala peradaban. Sayang perang dunia kedua
“mengembalikan” perempuan ke “habitat asli”. Hanya dalam kurun waktu 3 dekade saja,
keadaan perempuan menjadi kosok bali.
Seiring perubahan
drastis yang terjadi, lelaki tetap menegaskan dominasi dalam bidang kajian. Sementara
perempuan, selain kembali ke “habitat asli”, lebih banyak menggeliat kuat dalam
ranah hiburan. Kehadiran Norma Jeane Mortenson (Marilyn Monroe) sebagai penghibur
barangkali menjadi moment penting. Moment untuk menahbiskan kejayaan
perempuan di dunia hiburan, sedangkan dari ranah kajian mereka banyak yang berpaling.
Tapi tak mengapa.
Kajian dan hiburan sama saja. Sama-sama menjadi sarana untuk menghibur ketika lara
dan mengingatkan saat mapan. Sarana yang bertujuan untuk membangun lingkungan. Agar
keadilan bisa dirasakan oleh seluruh kalangan dan ketimpangan bisa ditekan, andai
tak bisa disirnakan.
Acknowledgment
This article is dedicated to my role model as well as great
friend Laila Fariha
Zein (ليلا فريحة زين), of her amazing
inspiring & motivating and for her endless shaping my mindset.
References
Anshor, Z. (2011). Rancang
agung (alihbahasa dari the grand design oleh stephen william hawking dan leonard
mlodinow). Jakarta Pusat: Gramedia Pustaka Utama. [lihat]
Bayon, H.P. (1940).Trotula and the ladies of salerno: a
contribution to the knowledge of the transition between ancient and mediæval physick.
Dalam Proceedings of the royal society of
medicine, 33 (8), hlm. 471-475. [lihat]
Beard, M.R. (1946). Woman as force in long history. Dalam
Woman as a force in history: a study in traditions
and realities. New York City : Macmillan Publishers. [lihat]
Borde, C. & Chevallier, S.M. (2010). The second sex (alihbahasa dari le deuxième sexe karya simone lucie ernestine marie
bertrand de beauvoir). New York City: Random House, Inc. [lihat]
Dang, L. (2016, 15 Januari). Meet the 22-year-old physics
genius that harvard believes is the next einstein. NextShark. [lihat]
Ehrenreich, B. & English,
D. (2010). Witchcraft and medicine in the middle ages. Dalam
Witches, midwives, & nurses (second edition):
a history of women healers. New York City : The Feminist Press. [lihat]
Flexner, E. & Fitzpatrick, E.F. (1996). Early steps
toward equal education. Dalam Century of struggle:
the woman's rights movement in the united states. Cambridge: Harvard University
Press. [lihat]
Minardi, C. (2008). Hypatia of alexandria. Dalam Graduate english association new voices conference
2008. Atlanta: Georgia State University. [lihat]
Singer, C. (2005). The visions of hildegard of bingen.
Dalam The yale journal of biology and medicine,
78(1), hlm. 57-82. [lihat]
van Klinken, G. (2004). Revolusi fisika dari alam gaib
ke alam nyata. Jakarta Pusat: Gramedia Pustaka Utama. [lihat]
Zahm, J.A. (1913). Women in physics. Dalam Woman in science. New York City: D. Appleton
& Company. [lihat]