—
Modal Erotic Zaskia Gotik
The Moment
of Movement
Thanks
Zaskia for amazing dancing, much entertaining.
|
Zaskia
Gotik adalah nama panggung dari Surkianih, penyanyi asal Indonesia yang dikenal
dengan ‘Goyang Itik’-nya. Zaskia kecil sudah menaruh minat pada dunia tarik
suara sejak umur 5 tahun, namun ia baru mulai bernyanyi secara profesional
ketika duduk di kelas 1 SMP.
Berawal
dari mengikuti berbagai lomba nyanyi, Zaskia akhirnya bisa mendapat jadwal
manggung reguler dari satu kafe ke kafe lainnya. Keasyikan bernyanyi, Zaskia
akhirnya memilih untuk meninggalkan sekolahnya dan menekuni dunia tarik suara. “Neng tidak bisa sekolah tinggi-tinggi
karena keterbatasan biaya, kalau ada yang bilang Neng lulusan SD, itu memang
benar.” ungkap Zaskia.
Terkait
pendidikan, Zaskia mengaku akan mengikuti kejar paket B dan Paket C. Zaskia
juga ingin mengikuti kursus bahasa Inggris, kursus kepribadian, dan memperdalam
ilmu agama. Sebab, lanjutnya, semua hal itu penting untuk terus menunjang
kariernya. “Neng mau perdalam
agama, sekolah, kursus bahasa Inggris dan sekolah kepribadian, karena itu kan
sangat dibutuhkan dan penting, apalagi agama. Bahkan kalau ada rezeki setelah
lulus Neng juga ingin kuliah,” jelas Zaskia.
Saat
masih anak-anak, putri sulung pasangan Sosih dan Jumainah ini hidup pas-pasan
dengan tiga saudaranya. Dia dan ketiga adiknya mengalami kehidupan yang sulit.
Sang ayah, hanya bekerja sebagai tukang ojek yang hanya pulang dua minggu
sekali dan membawa pulang Rp 30 ribu untuk biaya hidup. Untuk menutupi biaya
hidup, ibu dan teteh (kakak perempuan dalam sebutan suku Sunda), harus berjuang
menjadi buruh tukang cuci baju.
“Dahulu
waktu bapakku masih ngojek dan jarang pulang, kalau pulang dua minggu sekali,
itupun hanya bawa uang Rp30 ribu,” lontarnya. Hidup
yang pas-pasan inilah yang membuatnya
juga harus merasakan sulitnya mencari sesuap nasi. Bahkan saking pas-pasan,
harus rela menahan makan. “Anak empat coba bayangkan, kalau nggak dibantu ibu
dan teteh aku kuli nyuci kita tidak bisa makan, kadang-kadang tidak makan,
kadang juga makan dikasih orang,” kenang Zaskia.
Paling
memilukan di kala salah satu anggota keluarga ada yang sakit. Hal ini pernah
dialami Zaskia tatkala sang ibunda sakit. “Waktu ibu sakit, bapak belum pulang
ya udah aku sendiri yang merawat ibu di rumah, untungnya ada teman-teman yang
baik suka memberikan makanan ke rumah, karena mereka mengerti keadaan aku,”
lanjut Zaskia mengenang masa lalunya.
Tahun
2011 kesempatan Zaskia untuk serius di dunia tarik suara mulai terbuka lebar.
Namanya digandeng oleh label Big Indie Nagaswara untuk membuat single. Akhirnya pada
bulan Oktober 2011, single
perdananya yang berjudul Satu
Jam Saja mulai
beredar di pasaran. Brand ‘Goyang Itik’ yang
menonjolkan bagian pantat pun mulai banyak dikenal. Soal aliran musik, Zaskia memilih
aliran house pop
yang banyak memadukan beat-beat
kencang yang dimix dengan suara DJ. Setelah single
Satu Jam,
Zaskia kemudian merilis single
keduanya berjudul Ajari Aku
Tuhan.
Brand
‘Goyang Itik’ yang dipopulerkan Zaskia ternyata menuai polemik. Sebuah grup duo
bernama De Mocca menggugat goyangan Zaskia karena dianggap mirip dengan
goyangan De Mocca yang diberi nama Goyang Bebek. Zaskia sendiri beralasan bahwa
goyangan tersebut sudah menjadi ciri khasnya sejak pertama kali tampil tahun
2005. Nama goyangan tersebut juga merupakan pemberian dari masyarakat, bukan
inisiatif Zaskia sendiri. Setelah melalui pembicaraan antara kedua pihak, De
Mocca dan Zaskia pun akhirnya sepakat untuk berdamai dan keduanya tetap tampil
dengan goyangan dan nama khas masing-masing.
Pada
27 April 2018 ini, umur Zaskia genap 28 tahun menurut kalender Gregorian.
Sekarang dirinya eakan kian mantap mengayuh perjalanan yang membuat namanya
memiliki harga jual. Kehadirannya pun dapat memiliki nilai komersial. Kalau
dulu Zaskia pernah hanya dapat upah Rp.100 ribu saat bernyanyi selama 12 jam,
sekarang dirinya bisa meraup Rp.100 juta dengan menyanyikan lima buah lagu. Keadaan
yang demikian tentu memudahkannya untuk ikutserta dalam berbagai kegiatan
sosial. Wajar
kalau dirinya diangkat menjadi Duta Pancasila, untuk ikut serta mengampanyekan tentang Pancasila
bersama MPR kepada masyarakat.
Banyak
khalayak yang memandang Zaskia “modal badan doang”. Tak dimungkiri bahwa
kesintalan badan turut berperan dalam melambungkan nama Zaskia. Karena
kesintalan badan pula Zaskia banyak mudah mendapatkan cibiran kelewat cemar.
Cibiran yang nyaris membutakan hingga enggan mendengar, alih-alih
mengapresiasi, kualitas vokal.
Wajar
saja. Sah-sah saja. Mungkin penampilan Zaskia memantik amarah sebagian orang.
Amarah yang muncul karena cemburu, dengki, atau jengkel. Sementara tak bisa
dielakkan lagi bahwa, “Mata yang penuh amarah hanya memandang segala yang nista
sepertihalnya mata yang cinta akan tumpul terhadap semua cela.”
Pertanyaannya,
salahkah memanfaatkan modal badan, semisal menjual kecantikan? Sebagian orang
mungkin akan menjawab iya. Naomi Wolf dalam buku The Beauty Myth menuturkan bahwa kecantikan
adalah mitos yang diciptakan industri untuk mengeksploitasi perempuan secara
ekonomi melalui produk-produk kosmetik.
Pandangan
Naomi beserta pendukungnya boleh jadi tidak bisa disalahkan, namun kurang
lengkap untuk menjadi genggaman. Pasalnya Naomi tak mementingkan paras cantik
sebagai salah satu modal untuk perempuan, seperti diungkapkan oleh Catherine
Hakim melalui konsep erotic
capital.
Erotic
capital merupakan kombinasi dari daya tarik fisik, estetik,
visual, sosial, dan seksual yang dimiliki seseorang untuk menarik orang lain.
Ada enam (atau tujuh) bagian dalam erotic
capital. Erotic capital
sama pentingnya dengan modal ekonomi, sosial, dan budaya. Sepertihalnya jenis modal lain, erotic capital juga dapat
diupayakan, kosok bali dengan pandangan yang cenderung menyangka bahwa
kecantikan hanyalah ketetapan Tuhan (buat yang percaya Tuhan) atau suatu
kebetulan alamiah (buat yang cuma percaya Hukum Alam).
Cibiran
terhadap Zaskia banyak berpijak dari pandangan yang menyebut bahwa pintar
adalah hasil tekun belajar, sedangkan penampilan badan adalah bawaan lahir.
Cerdas dianggap sesuatu yang diperoleh lewat kerja keras, sedangkan kecantikan
adalah anugerah yang didapat tanpa usaha. Padahal posisinya bisa saja terbalik.
Pasalnya faktor genetis pun, terutama dari ibu, berperan penting dalam
menentukan kecerdasan seseorang. Sedangkan untuk tampil cantik, seseorang perlu
banyak berusaha, mulai dari olah raga, menjaga pola konsumsi, merias wajah,
hingga berpikir menentukan pakaian.
Tak
perlu membutakan mata menyaksikan bahwa orang yang cantik memang kerap mendapat
beragam kemudahan. Contoh paling bagus dalam hal ini ialah Maria Sharapova.
Pendapatan sebagai model
jauh lebih banyak ketimbang menjadi petenis. Maria bahkan masih tetap menambah
kekayaan saat diskors gara-gara kasus obat-obatan terlarang.
Erotic
capital sama pentingnya dengan modal ekonomi, sosial, dan
budaya. Pertanyaan selanjutnya, mengapa kita tampak enggan mengapresiasi
kecantikan perempuan sepertihalnya kecerdasan?
Ketika
ada perempuan dandan, dibilang menghabiskan waktu tak berguna. Walakin ketika
membaca buku, disangka waktu diisi dengan kegiatan bermanfaat. Perempuan yang
berusaha menunjukkan kecantikan malahan tak jarang otomatis dianggap bodoh.
Pekerjaan yang menjual badan perempuan, seperti modelling, diberi stigma sebagai pekerjaan
hina.
Lebih
menyesakkan lagi, ketika ada perempuan cantik ingin menikahi lelaki kaya
dilabeli ‘matre’
yang mengkhianati kesucian cinta dalam perkawinan. Padahal, alasan di balik
julukan ‘matre’
ini adalah bahwa lelaki harus mendapatkan kenikmatan yang mereka inginkan dari
perempuan secara gratis, terutama seks (sex).
Kecantikan
dan upaya mempercantik diri dianggap sebagai tindakan tak baik. Para peserta
kontes kecantikan, misalnya, mendapatkan banyak cibiran. Kecerdasan dan
kecantikan dilihat sebagai dua hal bertentangan yang tak mungkin dipadukan oleh
perempuan. Perempuan yang memiliki keduanya, tidak diizinkan untuk menggunakan
semuanya, hanya boleh memaksimalkan kecerdasan saja. Mengapa oh Menyapa? Whyyy?
Zaskia
termasuk perempuan yang menggunakan kecerdasan dan kecantikan. Sah-sah saja
kalau Zaskia rajin merawat ‘bagian favorit’ atau ‘aset’ atau apalah sebutannya
pokoknya di situlah letaknya. Pantat perempuan termasuk salah satu bagian yang
memiliki daya pikat kuat dalam merangsang gairah seks lelaki.
Seks
terbilang nafsu yang paling sosial. Tanpa memperhitungkan moral, secara
naluriah kita bisa turut bergembira menyaksikan orang lain yang sedang memenuhi
nafsu seksnya. Kita punya hasrat kesenangan walaupun sekadar untuk menontonnya.
Itulah kenapa ada pornografi, yang melahirkan industri seperti blue film (BF) dan
majalah dewasa dengan omzet besar.
Seks
berbeda dengan nafsu lain, misalnya nafsu makan. Adakah orang, terutama lelaki,
yang sanggup suntuk berjam-jam menyaksikan tayangan dengan sajian berupa
adegan-adegan orang sedang makan bakwan biarpun orang itu adalah Via Vallen?
Adakah media pendulang iklan yang menjebak pengunjung dengan gambar Grace
Natalie sedang mangap
ngemplok cilok?
Saking
sosialnya nafsu yang satu itu, ia jadi begitu canggih buat menyedot perhatian.
Ia jadi empuk sebagai bahan berita dengan judul-judul menggemaskan. Ia juga
legit buat stok pengalihan isu, yang bisa dengan gampang ditembakkan
sewaktu-waktu. Sebab, kabar terkait seks tidak cuma memberikan informasi,
walakin memberdayakan imajinasi.
Zaskia
menyadari sisi ini, mengerti hal ini. Tak risau dengan segala caci-maki maupun
puja-puji, dirinya berusaha memanfaatkannya memenuhi kebutuhan diri, juga
mengajak orangtua naik haji.