—
melintang lintang intan terabaikan
Cendekiawan Picisan — melintang lintang intan terabaikan |
Hingar bingar pentas politik praktis dan industri hiburan
nyaris membuat pentas keilmuan terabaikan oleh media (massa, sosial, dan petan). Mereka yang berkecimpung dalam
dunia keilmuan pun kerap luput dari perhatian media arus utama. Salah satunya
adalah Yohanes Surya, seorang fisikawan asal Indonesia lulusan William and Mary
College Virginia, salah satu perguruan tinggi bersejarah di Amerika Serikat.
Yohanes lahir di Jakarta, 06 November 1963 dari
keluarga keturunan Tionghoa dengan keadaan perekonomian yang tidak mewah. Masa
belia yang dihabiskan di Kampung Liok, Klender, sempat membuatnya belum
tertarik ke dunia keilmuan. Hanya saja dia sudah menggilai bacaan sejak belia. Bacaan
apapun suka dibacanya terutama cerita silat. Sejak belia juga dia membantu
ibunya membuat kue yang membuatnya terbiasa bangun sekitar pukul 3 dinihari
untuk membantu sang ibu mempersiapkan jajanan kue untuk dipasarkan siang
harinya.
Yohanes terbilang beruntung dalam pendidikan formal
dengan menjadi satu-satunya anak di keluarganya yang bisa mengakses pendidikan
formal lebih tinggi. Tak ada biaya adalah alasan utama. Yohanes yang menjadi
anak bungsu, tertolong oleh kakaknya yang mau membantu membiayai kuliahnya.
Pendidikan formalnya dimulai di SD Pulogadung Petang
II Jakarta Timur, dan terus berlanjut ke SMPN 90 Jakarta, SMAN 12 Jakarta, hingga
jenjang tertinggi kala itu dengan berhasil masuk ke Perguruan tinggi Indonesia,
tepatnya di jurusan fisika. Ketika belajar di sini, dia juga terbantu oleh beasiswa
dari Yayasan Supersemar.
Keterbatasan di bidang ekonomi, dipakai Yohanes
menjadi titik balik semangatnya. Ketika Yohanes melihat peluang mendapat beasiswa
S2 di luar negeri, dia cepat-cepat mengurus paspor, meski kemampuan bahasa
Inggris masih sangat sedikit. Yohanes berpikir pasti akan ada jalan untuk
mendapatkan beasiswa ke luar negeri kelak.
Dugaannya tepat. Di tahun 1985, ada dua profesor
datang ke Indonesia untuk interview pelajar
dari UI, ITB, UGM, dan ITS. Dari interview
tersebut akan diambil pelajar untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri.
Mendengar kabar ini, Yohanes yang kebetulan dari UI, semakin rajin belajar agar
bisa memperoleh beasiswa ke luar negeri karena hanya inilah jalan buatnya untuk
bisa melanjutkan belajar formal di perguruan tinggi.
Yohanes sendiri akhirnya bisa mendapat beasiswa
tersebut. Selain setelah dia semakin rajin belajar, pihak pendonor mengutamakan
mereka yang sudah memiliki paspor. Kemampuan bahasa Inggris baru ditingkatkan
kemudian. Kecerdikan Yohanes dalam bersiasat tak hanya itu saja. Salah satu
kewajiban penerima beasiswa tersebut adalah harus menjadi asisten dosen di
tempat belajar S2 kelak, artinya harus mengajar pelajar. Tetapi Yohanes muda
tidak percaya diri dengan kemampuan bahasa Inggrisnya.
Yohanes lalu berusaha untuk menyiasatinya dengan
mati-matian mendapatkan beasiswa S3. Dia berencana mengambil S2 dan langsung S3
di perguruan tinggi yang sama. Dengan begitu, dia meminimalisir kewajiban
mengajar pelajar. Setelah mendapat gelar Ph.D., Yohanes Surya menjadi Consultant of Theoretical Physics di
CEBAF (Continous Electron Beam Accelerator Facility) Virginia, Amerika Serikat
(1994), Yohanes Surya lebih memilih pulang ke Indonesia.
Walaupun sudah memiliki Greencard (kartu ijin tinggal dan bekerja di AS) Yohanes ingin
mengharumkan nama Indonesia melalui olimpiade fisika, dengan semboyannya waktu
itu adalah ‘Go Get Gold’ serta
mengembangkan fisika di Indonesia. Hal yang menarik adalah keikutsertaan
Indonesia dalam olimpiade fisika yang diadakan di William and Mary College
Virginia. Saat itu Indonesia tidak mendapatkan undangan. Tetapi dengan cara
nepotisme, Yohanes Surya mengajukan Indonesia sebagai salah satu peserta.
Nepotisme dilakukan dengan bertanggung jawab karena
Yohanes memasang badan serta senantiasa berusaha meningkatkan kualitas peserta
dari Indonesia agar tak memalukan ketika berunjuk penampilan. Akibat nepotisme
itulah Indonesia mulai menjadi peserta dan diperhitungkan di ajang olimpiade
fisika tingkat internasional. Tetapi dampak buruknya adalah Philipina tahu akan
hal ini sehingga mereka juga meminta jatah sebagai peserta. Philipina sendiri
akhirnya diijinkan menjadi peserta tambahan, selain Indonesia.
Pulang dari Amerika, disamping melatih dan memimpin
Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), Yohanes Surya menjadi pengajar dan
peneliti pada program pasca sarjana UI untuk bidang fisika nuklir (tahun
1995–1998). Dari tahun 1993, anak-anak binaannya berhasil mengharumkan nama bangsa
dengan menyabet puluhan medali emas, perak, dan perunggu dalam berbagai
kompetisi fisika tingkat internasional. Pada tahun 2006, seorang pelajar
binaannya meraih predikat Absolute Winner (Juara Dunia) dalam International
Physics Olympiad (IPhO) XXXVII di Singapura.
Yohanes merupakan penulis produktif berkualitas untuk
bidang fisika. Sudah puluhan bacaan dia tulis dan terbitkan untuk pelajar SD
sampai SMA hingga pembaca umum. Terbitannya beragam, mulai dari buku, artikel
di jurnal ilmiah, hingga artikel di media massa. Dari banyak penulisannya, konsep
Mestakung dan pembelajaran Gasing merupakan dua karya agung yang
terus nyaring bergaung.
Mestakung adalah akronim dari semesta mendukung yang
menjadi judul buku karya Yohanes, Mestakung:
Rahasia Sukses Juara Dunia. Buku ini sendiri berisi pengalaman pribadi
Yohanes dalam memperjuangkan anak-anak TOFI. Target Yohanes untuk TOFI nyaris
selalu tercapai dengan cara yang sering tidak terduga. Buku yang dia
publikasikan pada tahun 2007 tercatat sebagai buku best seller tercepat di Indonesia.
Melalui Mestakung,
Yohanes menunjukkan hukum alam berupa keadaan kritis yang dialami (secara
individu maupun kerumunan) menyebabkan semesta (dalam hal ini sel-sel tubuh dan
lingkungan sekitar) memberikan dukungan untuk keluar dari keadaan kritis. Misalnya
ketika ada seseorang yang tak mampu berlari cepat tiba-tiba dia dikejar oleh
anjing yang bisa berlari sangat cepat. Ketika dia sedang dikejar anjing,
sel-sel tubuh dan lingkungan sekitar membantunya keluar dari kondisi kritis itu
sehingga orang tersebut bisa selamat dari kejaran anjing.
Salah satu teori fisika yang mendukung konsep Mestakung adalah mekanika kuantum, salah
satu karya agung perajin fisika yang digawangi oleh Werner Karl Heisenberg. Muhammad
Ainun Najib (Nun) melalui pendekatan lain memberikan pernyataan serupa, ialah
kehendak yang dimiliki (oleh seseorang atau sekerumunan) senantiasa mendapat
bantuan dari semesta untuk mewujudkan kehendak itu. Kalau gagasan Yohanes,
Heisenberg, dan Nun dipadukan, kira-kira bisa dituturkan bahwa manusia bisa
menakdirkan dirinya sendiri dalam batas tertentu.
Gasing sendiri merupakan akronim dari gampang, asik, dan
menyenangkan. Dalam pembelajaran ala Gasing
ini, Yohanes menekankan logika dan penalaran bidang fisika, tak hanya mendogma pelajar
dengan persamaan matematika saja. Matematika, yang notabene pembantu fisika, kerap
menjadi momok menyeramkan. Momok ini semakin menyeramkan ketika matematika
dianggap muradif dengan fisika.
Melalui Gasing
Yohanes berupaya menangkis fenomena tersebut. Usaha menunjukkan bahwa fisika tak
muradif dengan matematika disampaikan dengan cara yang menyemangati pelajar untuk
dan tidak memperpuruk jiwa. Yohanes berangkat dari anggapannya bahwa tak ada pelajar
bodoh walakin yang ada adalah pelajar yang tidak punya kesempatan bertemu
dengan guru yang cocok.
Anggapan tersebut juga berkelindan dengan anggapan
lain Yohanes yang menyebut bahwa guru memiliki peran kunci dalam menumbuhkembangkan
minat belajar pelajar, khususnya untuk pelajaran fisika. Menurutnya, guru harus
punya teknik mengajar fisika yang laras dan tegas sehingga pelajar tidak takut
dengan fisika, melainkan fisika menjadi pelajaran yang menyenangkan. Melalui
pembelajaran ala Gasing, dia memiliki
mimpi panjang, akan ada pemenang nobel fisika dari Indonesia pada 2020.
Demi menyebarkan virus-virus ilmu alam terutama fisika
(tidak bisa dibalik), Yohanes tak gamang mendayagunakan suntikan sastra. Tofi: Perburuan Bintang Sirius, menjadi
novel perdana yang ditulis olehnya. Tahu diri bahwa kelihaiannya bertutur
sastra masih kalah dibanding kepiawaiannya bercerita tentang ilmu alam, Yohanes
pun menggandeng Ellen Conny dan Sylvia Lim sebagai rekan penulisan.
Yohanes berharap melalui novel tersebut masyarakat
dapat memiliki minat terhadap ilmu alam. Baik minat untuk mendalami maupun
sekedar mengikuti perkembangan ilmu alam. Dia bermimpi bahwa masyarakat dan ilmu
alam bisa menjadi semacam persahabatan cinta alih-alih memandang ilmu alam
dengan mata penuh nista.
Ketokohan dalam dalam novel ini dibangun berdasarkan
konsep fisika, misalnya Miranda dan Jupiter yang diambil dari unsur-unsur tata
surya. Sifat keduanya pun disesuaikan dengan sifat kedua benda langit ini
setepatnya. Hanya nama Tofi, tokoh utamanya, yang unik. Nama ini diambil dari
singkatan dan sebutan sehari-hari bagi Tim Olimpiade Fisika.
Tofi:
Perburuan Bintang Sirius bertutur
tentang persaingan antara Tofi dan Jupiter di sekolah. Dibalik persaingan itu, sebuah
kesepakatan diam-diam tentang perburuan bintang Sirius membayangi mereka.
Sirius disebutkan sebagai proyek rahasia sebuah sindikat mafia cerdik-cendekia
internasional yang berisi enkripsi senjata pemusnah nano yang sanggup merusak
DNA sang target.
Ellen Conny, salah satu novelis yang terlibat dalam
proyek novel ini mengaku tak mudah untuk menyelesaikan novel dengan warna baru
ini bersama tiga orang penulis. Proses penyuntingan dilakukan berulang kali
bersama-sama. Gairah membuncah tanpa sirna bersama-sama sejak semula membikin
Conny merasa menikmati proses yang baginya memberikan semangat berlipat.
Yohanes sendiri menganggap bahwa novel ini menjadi salah satu cara untuk meraih
tujuan Surya Institute, yaitu Indonesia Jaya.
Dengan terus bersemangat memasyarakatkan ilmu alam
kepada generasi muda, Yohanes berharap kemunculan cerdik-cendekia dari beragam
sisi daerah melimpah ruah. Yohanes Surya dan tim menulis novel ini selama tiga
tahun. Proses penyuntingan dan penyelarasan yang panjang dilakukan agar novel
tak mudah bosan ketika dibaca. Dengan demikian, penuturan yang disajikan bisa
bahadur menghibur sekaligus menumbuhkembangkan harapan pada para pembaca.
Cendekiawan Picisan — melintang lintang intan terabaikan |
Semenjak beberapa dekade terakhir, cerdik-cendekia dan
seniman termasuk sastrawan tampak terpisah jurang. Tak banyak cerdik-cendekia
yang cendekia menggubah karya sastra seperti halnya mereka menuliskan hasil
penelitian dengan bahasa teknis keilmuan yang cenderung kaku. Pula masih
terdapat kencederungan kalau cerdik-cendekia kurang bisa menjelaskan pengertian
terhadap keilmuan dengan bahasa pasaran yang membuat penulisan bacaan terkait
keilmuan lebih jamak menggunakan bahasa Indonesia yang baku bukan laras. Fenomena
ini berusaha dibantah oleh Yohanes.
Masalah lain dalam penulisan handaitolan sastra dan
ilmu alam adalah terkait dengan prinsip yang disepakati tepat tentang ilmu alam.
Tak sedikit novel yang berusaha menghandaitolankan sastra dan ilmu alam justru ngaco ditilik dari sisi keilmuan. Fenomena
iini pula yang berusaha dihindari oleh Yohanes beserta timya.
Teknologi yang ada diceritakan dengan laras, artinya
teknologi itu memang bisa dikembangkan pada saat nanti. Sepatu loncat yang bisa
membuat orang loncat setinggi tiga meter, misalnya, memang bisa diusahakan
melalui perkembangan teknologi. Memang tampak aneh, walakin bukankah sastra dan
ilmu alam sama-sama karib dengan imajinasi seperti diajarkan melalui laku
Abraham [ʾIbrāhīm atau إبراهيم]?
Pendayagunaan istilah teknis ilmu alam baik sebagai
nama tokoh atau nama benda bertujuan agar memancing rasa keingintahuan pembaca,
terutama anak-anak, terhadap istilah tersebut. Dengan cara tersebut, pembaca
diharapkan agar menyempatkan diri mengelaborasi istilah tersebut. Walakin, tak
ada paksaan untuk mengelaborasi karena para pemakaian istilah diselaraskan
dengan sifat yang dimiliki sebagai antisipasi kemalasan pembaca mengelaborasi.
Penyebaran virus-virus ilmu alam pun dilakukan melalui
komik. Melalui komik berjudul Archi &
Meidy, Yohanes menggandeng sesama cerdik-cendekia sebagai rekan
penyusunnya. Bersama Wendy Vega, komik ini diterbitkan dalam empat jilid. Seluruh
kisahnya malar bertutur mengenai perjalanan dua saudara kembar berusia sepuluh
tahun, Archi dan Meidy. Keduanya memiliki interaksi intim dengan ilmu alam,
baik di rumah maupun di sekolah. Kisahnya berakhir empat belas tahun kemudian
ketika mereka bergabung dengan agen rahasia untuk berusaha menyelamatkan dunia.
Tak hanya gemilang dalam penulisan gagasan, Yohanes
juga menjulang dalam terlibat kegiatan lapangan. Tak banyak orang yang bisa melakoni
dua hal ini dengan selaras. Sebagian orang ada yang bisa gemilang dalam gagasan
walakin gamang ketika terlibat di lapangan. Kosok balinya, sebagian orang yang
rajin terlibat di lapangan tak memiliki unjuk rasa yang bisa mereka gagas.
Selain sebagai penulis, Yohanes Surya juga menjadi
narasumber berbagai program pengajaran fisika, memberikan pengajaran fisika
melalui CD untuk SD, SMP, dan SMA, menggagas Webinar, sebuah seminar yang bisa
diakses melalui internet. Hal yang menarik terkait upaya penyebaran CD adalah
Yohanes mengijinkan CD ROM ini dipakai sebagai alat kampanye partai politik
(parpol), di saat banyak pihak cenderung apatis bekerja sama dengan parpol. Yohanes
juga turut memproduksi berbagai program TV, diantaranya Petualangan di Dunia Fantasi dan Tralala-Trilili yang pernah ditayangkan di RCTI.
Sejak tahun 2000, Yohanes Surya banyak mengadakan
pelatihan untuk guru-guru fisika dan matematika di hampir semua kota di Indonesia,
dari ibukota kabupaten/kotamadya, sampai ke desa-desa di seluruh pelosok
Nusantara Selatan (bagian Republik Indonesia) dari Sabang hingga Merauke. Untuk
mewadahi pelatihan-pelatihan ini Yohanes Surya mendirikan Surya Institute.
Surya Institute didirikan pada tahun 2006 dengan impian
melakukan reformasi pembelajaran ilmu alam dan matematika di Indonesia. Surya
Institute pula yang membangun gedung TOFI Center yang menjadi pusat pelatihan
guru maupun pelajar yang akan bertanding di berbagai kejuaraan fisika. Pula
pagelaran yang bekerjasama bersama ICYS, ASEC, Asian Science Camp 2008, WoPhO,
APhO, dan APCYS. Sebagai jalan mewujudkan impian, Surya Institute.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Surya Institute
didasari keinginan untuk mempromosikan ilmu alam dan matematika yang gampang,
asyik dan menyenangkan (GASING). Melalui cara tersebut, bahan yang dipelajari pelajar
akan bermanfaat sebagai bekal dimasa mendatang ketika mereka sudah bekerja di
lapangan. Kegiatan dilakukan lewat pelatihan guru, seminar, road show, TV show, talk show, science camp, dan kegiatan selaras
lainnya.
Dengan semangat berlipat membangun Indonesia jaya (bukan
sekadar merdeka), Surya Institute mempersiapkan cerdik-cendekia (bukan cerdik-pandai)
yang menguasai ilmu alam dan teknologi. Untuk itu Indonesia harus memiliki
komunitas (minimal) 30.000 cerdik-cendekia dalam bidang ilmu alam, teknologi,
dan ilmu sosial. Harapan ini dapat tercapai kalau Indonesia mempunyai komunitas
calon cerdik-cendekia berumur belia.
Komunitas calon cerdik-cendekia akan terbentuk kalau
ada komunitas anak-anak yang cinta ilmu alam dan matematika, masyarakat
pencinta ilmu alam dan matematika, serta guru yang mampu mengajar secara
gampang asyik dan menyenangkan. Harapan tersebut juga bisa dicapai melalui
manusia yang biasa tenggang rasa, toleran, bersikap egois, berperilaku kooperatif,
serta berjiwa sociopreneurship maupun
technopreneurship.
Cendekiawan Picisan — melintang lintang intan terabaikan |
Sebagai jalan untuk mewujudkan impian megah, ranah
yang digarap Surya Institute perlu dicacah. Cacahan dilakukan dengan mendirikan
empat lembaga yang berada dalam asuhan Surya Institute, ialah Sekolah Tinggi
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Surya, Surya University, Sekolah GenIUS, dan
Surya Center for Learning Excellence (SCLE).
STKIP Surya didirikan pada 2010. Melalui STKIP,
Yohanes ingin mencetak guru-guru yang berkualitas, mampu mengajar ala Gasing, dan mampu mengajar sampai minimal
tingkat olimpiade internasional. Pelajar yang diterima memiliki syarat khusus,
yakni berasal dari wilayah pinggiran terutama dari pedalaman bukan pusat keramaian.
Syarat khusus diberikan dengan harapan agar para
pejalar bisa kembali ke daerah asalnya, menjadi guru yang memandu pembangunan
daerah asal setelah menyenyam pendidikan di STKIP Surya. Yohanes mengerti bahwa
ikatan antara manusia dengan alam tempat mereka lahir senantiasa bertumbuhkembang
sehingga bisa menjadi modal kuat untuk memiliki kemauan terlibat pembangunan.
Surya University merupakan perguruan tinggi berbasis
riset. Sejak pertama masuk, pelajar sudah diberikan pilihan ingin melakukan
riset apapun. Misalnya anak yang masuk jurusan agribisnis, diijinkan memilih
riset desain website. Yohanes mengerti
bahwa untuk menjadi negara unggul, Indonesia harus masuk dunia riset, dan perguruan
tinggi harus menjadi ujung tombak riset-riset unggulan di tanah air ini.
Yohanes ingin menghasilkan 100 ribu sarjana yang mampu
melakukan riset untuk membangun Indonesia pada 2030. Dari sini, diharapkan pada
2045 Indonesia bisa menjadi negara hyper
power di dunia yang dihuni oleh pewaris leluhur Nusantara dengan kualitas hyper human.
Surya Institute juga memerhatikan anak-anak yang punya
kelebihan khusus untuk diarahkan ke berbagai olimpiade ilmu alam dan
matematika, baik nasional maupun internasional. Keikutsertaan dalam kejuaraan
ilmiah diharapkan bisa menumbuhkembangkan gairah dalam melakukan kajian. Maka
pada bulan Juli 2014, Sekolah GenIUS (Generasi Indonesia jaya Untuk Semua) pun
didirikan.
Sekolah GenIUS merupakan sekolah dasar dan menengah di
bawah asuhan STKIP Surya dan Surya University. Pembelajaran yang dilaksanakan
di Sekolah GenIUS berbasis riset melalui program peneliti asuh yang bekerja
sama dengan pusat-pusat riset di Surya University dan lembaga riset di
Indonesia. Dengan demikian, memungkinkan pelajar untuk menjadi peneliti dibawah
umur 21 tahun.
Selain itu, pelajar mendapat pendampingan psikologis
serta pengembangan dalam ragam bidang seperti bahasa dan musik. Sekolah GenIUS juga
mendidik pelajar-pelajar yang membutuhkan layanan khusus dari wilayah pinggiran
terutama pedalaman yang kerap dianggap tertinggal.
Surya Center for Learning Excellence (SCLE) didirikan
dengan tujuan berperan dalam memajukan kapasitas manusia sebagai pembangun
peradaban melalui pembelajaran. SCLE didayagunakan sebagai penggerak program-program
pelatihan, pengembangan ketrampilan, dan IPTEK terdepan.
Rekam jejak megah dalam penulisan gagasan dan keterlibatan
di lapangan memang terasa kurang gemilang lantaran Yohanes tak menjadi pemangku
kebijakan. Walau demikian, sejak 2009 dia mulai malar bekerjasama bersama
pemangku kebijakan daerah yang dianggap tertinggal.
Kerjasama mewujud dengan pengembangan matematika
gasing, supaya anak-anak daerah tersebut dapat menekuni matematika dengan
gembira. Hasilnya, anak yang dianggap bodoh mampu menguasasi matematika kelas
1-6 sekolah dasar (SD) dalam waktu 6 bulan.
Kerjasama ini bertujuan untuk menjadikan Indonesia
sebagai penghasil peneliti berkelas sebagai cara Yohanes menarik pandangan
dunia terhadap Indonesia bahwa negeri ini ada yang keberadaannya ikutserta
memperkaya—bukan hanya meramaikan—khazanah
peradaban manusia.
Dalam disertasinya yang berjudul Sederhana ke Kompleks, Yohanes menurutkan sistem-sistem kompleks
yang ada di alam semesta ini mempunyai aturan-aturan sederhana—bukan sepele dan remeh. Oleh sebab itu tugas cerdik-cendekia sekarang
adalah mencari aturan-aturan sederhana ini sehingga dapat dilakukan prediksi
dan dapat memanfaatkan hasil prediksi tersebut untuk membangun peradaban manusia.
“Jika kita melihat suatu masalah atau keadaan
sedemikian kompleksnya, ini bukan berati masalah itu tidak terpecahkan, tetapi
karena kita belum menemukan pola atau aturan sederhana yang menyebabkan sistem
kompleks ini terjadi,” ujar laki yang melakukan proklamasi revolusi cinta dengan
Christina pada 15 Januari 1989.
Perjalanan keluarga dan rumah tangga kedua Yohanes dan
Christina yang datar-datar saja tak istimewa. Perjalanan keduanya semakin datar
seiring kehadiran tiga buah hati: Chrisanthy Rebecca Surya, Marie Felicia
Surya, dan Marcia Ann Surya. Yohanes bisa menjadi kepala keluarga yang patut
dianut, suami yang keren untuk Christina, serta bapak yang hebat buat buah hati
mereka. Demikian halnya dengan Christina, yang bisa memerankan diri sebagai
kepala rumah tangga sekaligus istri dan ibu yang menakjubkan. Alhasil, keluarga
dan rumah tangga keduanya pun tak istimewa.
Yohanes Surya adalah fisikawan merakyat, yang terus
berusaha membuat fisika lekat dengan keseharian rakyat. Ketika khalayak jamak menganggap
bahwa fisika adalah perkara yang rumit, sulit, dan hanya untuk kalangan elit,
Yohanes menepisnya dengan semena-mena membawanya ke tengah kawula alit.
Yohanes Surya hanya berusaha menyederhanakan dan
membuat fisika sebagai bagian yang tak terasingkan dari tengah pergaulan keseharian.
Langkah yang selaras seperti dilakukan oleh Richard Phillips Feynman dan Paul
DeHart Hurd dari Amerika Serikat kemudian Stephen William Hawking dan Brian
Harold May dari Britania Raya. Sama sekali bukan perkara istimewa karena tak
menarik sebagai bahan perbincangan.