—
melestarikan tradisi bermadzhab
“Dib”,
ungkap Maryam Musfiroh membuka percakapan, “Punya makalah ttg hakikat
pendidikan ga?” tanyanya pada 25 Maret 2018 pukul 16.01, GMT+7. “Aku belum
pernah buat sendiri,” tanggap saya 10 menit kemudian.
Maryam
bilang saat itu ingin membuat makalah tentang hakikat pendidikan untuk
disampaikan dalam satu organisasi. Kebetulan saya tak pernah menulis topik
tersebut, jadilah Maryam agak di-push... puusss meong. Syukur
kalau buatannya dapat memuaskan. Sudah banyak makalah sejenis tersedia, tetapi
setiap karya tentu memiliki nuansa berbeda.
“Oh
iya... kamu udah pernah baca ttg persis? Pendidikan persis kaya gmn...” lanjut
Maryam, tepat semenit usai saya tanggapi. Pertanyaan tersebut kemudian saya
tanggapi seperlunya, dengan dasar pengetahuan seadanya yang didapat dari membaca.
Beruntung jawaban saya, “Yak.... bener bgt tuh...”, kata Maryam, 20 menit
setelah percakapan dibuka olehnya.
Percakapan
spontan tersebut kemudian memaksa saya untuk menunjukkan beberapa pandangan
yang saya pilih mengenai pendidikan. Mengapa saya pilih? Karena pada dasarnya
saya tak punya pemikiran terhadap pendidikan. Paling jauh itu hanyalah
memadukan beberapa pemikiran saja atau menerapkan pemikiran dalam kegiatan
mengajar.
Itu
bukan humble statement, kosok balinya justru menunjukkan sikap arogan
saya. Soalnya saya pamer kalau memiliki landasan teoretis serta rekaman
praktis, arogan ‘kan? Lagipula humble hanya dapat dilihat melalui cairan
yang lama turunnya dan cepet naiknya, biasanya ketika pilek. HalahMbel...
niru gaya bicara Dewi Indah Dahlia.
Terkait
dengan niat belajar yang disampaikan Maryam, langsung saya tanggapi dengan
rujukan niat belajar dari buku Ta’līmu al-Muta’allimi Tharīqo at-Ta’allumi
(Arab:تعليم المتعلم في طريق التعلم) karya Burhānu
ad-Dīni az-Zarnūjī (Arab: برهان
الدين الزرنوجي) (az-Zarnūjī, 2017, hlm. 12-5). Niat yang disebut ialah untuk
mengurangi kebodohan, menghidupkan agama, dan melestarikan Islām (Arab: الإسلام).
Buku
yang biasa disebut Ta’līm al-Muta’allim itu memang kesayangan saya
sebagai panduan belajar khususnya, dan cara bersikap umumnya. Pemilihan Setiya
Utari sebagai pembimbing skripsi, yang kebetulan sudah menangani saya sebagai
pembimbing akademik, pun merupakan penerapan saran memilih guru dari buku itu (az-Zarnūjī,
2017, hlm. 19-20).
Dalam
hal itu, saya sama dengan mbak Nong Darol Mahmada. Mbak Nong bercerita dulu
mengaji Ta’līm al-Muta’allim pada Dedeh Fuadah, istri Ilyas Ruhiyat,
ketika nyantri di Pondok Pesantren Cipasung. Ketika kuliah di kampus
Syarif Hidayatullah, Ciputat, Nasaruddin Umar menjadi pembimbing akademik
sekaligus skripsi mbak Nong. Wajar kalau pengaruh Nasaruddin Umar tampak
kentara dalam karya mbak Nong kamā Setiya Utari pada saya.
Memang
beberapa bagian dalam Ta’līm al-Muta’allim sulit ditangkap dengan
penalaran. Bagian tersebut misalnya pembiasaan menghadap kiblat saat sedang
belajar (az-Zarnūjī, 2017, hlm. 98-9). Bagian yang tampak kentara dari
kebiasaan saya ketika mengontrak rumah di Jl. Geger Arum no. 24, Bandung, baik
di dalam kamar maupun di depan kamarnya Uwais Al Qorni Akbar, tata letak tempat
duduknya Setiya Utari setelahpindah ruangan ke lantai satu gedung A FPMIPA UPI,
pun dengan smoking area tempat saya nongkrong gemesz di Pondok
Pesantren Ath-Thullab Kudus.
Namun,
apakah penalaran selalu kudu menjadi pijakan? Bukankah al-Qur’ān (Arab: القرآن) terkesan berantakan kalau hanya ditangkap dengan penalaran?
Apakah cerita terkait Maryam (Arab: مريم) dapat ditangkap dengan penalaran (Shihab, 2012a, hlm. 93-101
& 797-804)? Apalagi cerita tersebut disampaikan berantakan, tak runtut
dalam satu tuturan sepertihalnya kisah Yūsūf (Arab: يوسف) (Shihab, 2012b, hlm. 5; 2012a, hlm. 93-101). Konon kabarnya
Maryam dan Yūsūf itu manusia yang erotic capital-nya paling kuat,
katanya gitu katanya (Shihab, 2012b, hlm. 74).
Apakah
keputusan Paris Whitney Hilton untuk tidak menikah pada umur 30 tahun dapat
ditangkap dengan penalaran (Setiawan, 2016a)? Apakah perubahan tajam karier
Daniela Hantuchova bisa ditangkap dengan penalaran (Setiawan, 2015)? Apakah
juara UEFA Champions League yang diraih oleh Chelsea pada tahun 2012 dapat
ditangkap dengan penalaran (Setiawan, 2017b)?
Salah
satu sisi yang saya sukai dari buku Ta’lîm al-Muta’allim ialah teknik
penulisan. Buku yang terdiri dari bagian intro dan duabelas chapter
tersebut ditulis laiknya cerita. A.S. Laksana menyebut bahwa pada dasarnya
setiap orang suka cerita karena cerita tidak mengancam pikiran, sehingga bisa
disampaikan secara akrab (Islands of Imagination, 2015).
Lebih
lanjut, penulis asal Indonesia tersebut mengatakan bahwa kekuatan cerita bukan terletak
pada efek tertentu yang diinginkan penulisnya, tetapi pada caranya merasuk
benak orang untuk dimaknai terus-menerus melewati ruang dan waktu penciptaan
(Dewi Magazine, 2015). Wajar kalau cerita menjadi cara berkomunikasi yang
digunakan oleh para penggerak global untuk memulai sebuah perubahan besar (Denning,
2016).
Walau
demikian, saya menyadari dengan hanya mengambil rujukan niat belajar dari buku Ta’lîm
al-Muta’allim, sulit untuk diterapkan pada jaman now. Pada masa kekinian,
terdapat kecenderungan bahwa tujuan pelajar masuk sekolah ialah untuk meraih
ijazah setinggi-tingginya. Nyaris kosok bali dengan tujuan belajar yang
dituturkan dalam buku Ta’lîm al-Muta’allim, kecuali pada bagian akhir
kalau memang memaksa diseleraskan (az-Zarnūjī, 2017, hlm. 19-20).
Tujuan
tersebut seperti diceritakan oleh Maryam, “Jadi gini dib... pendidikan di kita
teh sekarang kaya yg hanya berorientasi pada pendidikan jenjang selanjutnya...
anak2 smp belajr demi masuk sma favorit... anak2 sma belajar demi masuk ptn
fav... padahal bukan itu kan ya tujuan kita belajar teh,” ungkap Maryam pada 25
Maret 2018 pukul 16.18 , “Nah ..... ada ga aya artikel atau makalah yg ngebahas
ttg kaya gt?” tanyanya semenit kemudian, “Barangkali adib punya... hehe”
pungkas Maryam.
Kebetulan
dalam artikel Sekilas Mengelilingi Luas Geometri, tujuan belajar yang
kosok bali dengan Ta’līm al-Muta’allim termasuk pada bagian akhir sempat
saya singgung (Setiawan, 2018a). Tujuan belajar yang dimaksud ialah pilihan
untuk legowo kuliah di UPI sekaligus mengubur keinginan nyantri
di Lirboyo.
Pilihan
saat itu banyak dipengaruhi oleh cerita Abū Ḥāmid Muḥammad al-Ghazālī (Arab: أبو حامد محمد الغزالي). Kepada
Maryam, saya sampaikan bagian tersebut sekaligus menunjukkan rujukannya.
Rujukan cerita tersebut saya ambil dari bukunya Muḥammad al-Ghazālī yang
berjudul Ihyā’ ‘Ulūmu ad-Dīni (Arab: احيأ علوم الدين) (al-Ghazālī, 2016, hlm. 6, 72,
& 80).
Maryam
malah kemudian tertarik untuk membaca Ta’lîm al-Muta’allim. Tanpa
berlama-lama dirinya segera meminta versi terjemahan buku itu dalam Bahasa
Indonesia. Dengan dukungan sinyal kuat Indosat seperti 11 Juni 2012 silam,
tanpa berlama-lama pula saya segera mencarikan terjemahan melalui pencarian
daring di Google.
Wajar,
Maryam meminta versi terjemahan. Kemampuan Maryam kurang bagus untuk dipakai
membaca cepat naskah berbahasa Arab. Wajar pula saya segera mencarikannya,
sebelum pundung lalu berubah mood... Modigliani Azra.
Setelah
menemukan beberapa versi yang diperiksa acak, terjemahan dengan judul Pelita
Penuntut Ilmu karya Qotrun Nada saya pilih untuk diberikan pada Maryam.
Penuturannya bagus, ialah teks Arab bersyakal disertakan untuk dialihbahasakan
setiap bagian ke dalam Bahasa Indonesia yang laras (Nada, 2017).
Untuk
memperkaya koleksi Maryam, terjemahan Ta’līm al-Muta’allim dalam Bahasa
Inggris juga saya sertakan. Bukan ditujukan sebagai bacaan, cuma untuk pamer
saja kalau Ta’līm al-Muta’allim itu buku keren, di bujur timur dan barat
planet Bumi, lintang selatan dan utara. Tak apa-apa ‘kan pamer kesukaan
sendiri, selama tidak menjelekkan kesukaan orang?
Terjemahan
itu berjudul Instruction of the Student: the Method of Learning karya Gustave
E. von Grunebaum dan Theodora Mead Abel yang diterbitkan oleh Starlatch Press,
USA, dari tahun 1947 sampai 2003 (von Grunebaum & Abel, 2003). By the
way, buku memang karya terjemahan, tetapi buat saya kedua penulis pantas mendapat
kredit atas karya tersebut. Dalam menerjemahkan karya tulis, dibutuhkan
keterampilan khusus berupa penguasaan bahasa sumber dan sasaran serta bahan
kajian.
Kedua
penulis Instruction of the Student: the Method of Learning masing-masing
memiliki latar keturunan dan kelimuan berbeda. Gustave adalah ahli sejarah
keturunan Vienna, Austria, sementara Theodora adalah ahli psikologi kelahiran
Newport, Amerika Serikat (Damico & Zavadil, 2014, hlm. 325-33; Ware, 2004, hlm. 2-4).
“Eh
tau ga aku lg baca terjemahan kitan ta’lim muta’allim yg dr kamu... seruuu”
ungkap Maryam beberapa jam kemudian, pukul 21.51 . “Asiiikkkk” tanggap saya
seketika pada menit yang sama. Tentu
saya bahagia Maryam berkenan meluangkan waktunya yang padat untuk membaca Ta’lîm
al-Muta’allim. Entah Maryam menjadi orang keberapa yang membaca buku itu.
Buku Ta’lîm
al-Muta’allim ditulis atas dasar inisiatif Burhān ad-Dīn az-Zarnūjī
sendiri ketika mengamati fenomena mencemaskan pada masanya (az-Zarnūjī, 2017,
hlm. 1). Pada masa itu sebenarnya pelajar telah menunjukkan kesungguhan dalam
belajar ilmu. Namun, kesungguhan belajar tidak membuahkan pengamalan dan penyebaran
dari ilmu yang dipelajari. Pekerja PISA pasti sedih kalau mengambil sample
di situ pada jaman segitu.
Burhān
ad-Dīn az-Zarnūjī menyimpulkan
bahwa permasalahan terletak pada cara belajar yang tidak tepat dan ditinggalnya
beberapa syarat (az-Zarnūjī, 2017, hlm. 1). Kesimpulan terhadap fenomena itulah
yang melatarbelakangi penulisan buku Ta’lîm al-Muta’allim. Hebatnya,
buku yang ditulis atas dasar inisiatif sendiri itu mendapat tanggapan bagus
dari lingkungan sejak awal diterbitkan. Terlihat dari penggunaan kitab ini yang
semakin meluas secara ruang dan waktu.
Secara
ruang kitab ini tak hanya digunakan di lingkungan penulis, ialah Zarnūj (Arab: زرنوج) yang terletak di dekat sungai Amu (Oxus), Kazakhstan (Huda,
2016, hlm. 2). Buktinya, dapat dijumpai karya terjemahan, antara lain dalam
Bahasa Inggris (von Grunebaum & Abel, 2003). Secara waktu kitab ini tak
hanya digunakan pada masa diterbitkan, ialah abad ketigabelas masehi harga nego
(Huda, 2016, hlm. 2). Buktinya, buku itu masih dibaca oleh Maryam mulai 25
Maret 2018 sampai lupa ulang tahun saya, kzl.
Jauh
sebelum Ta’līm al-Muta’allim dipakai sebagai rujukan untuk menanggapi
Maryam, sebenarnya kesukaan terhadap buku itu sudah saya sampaikan langsung
padanya. Malah terbilang lebih lengkap, lantaran penyampaian pada 20 Juli 2017
pukul 17.47 itu disertai pemetaan kitab kuning berdasarkan cara penyajiannya.
Pemetaan
tersebut ialah: matn (Arab: متن), syarḥ (Arab: شرح), dan ḥasyiyah (Arab: حاشية), serta mukhtashor (Arab: مختصر). Kitab kuning adalah buku-buku klasik berisikan tafsiran dan
penjabaran ajaran Islam yang ditulis oleh para ulama dengan pola pikir dan
format pra-modern (Mas’udi, 1993, hlm. 155). Karya tulis ini dipakai sebagai
panduan untuk memahami ajaran yang terdapat dalam al-Qur’ān dan
al-hadist (Arab: الحديث)
(Octavia, 2014, hlm. ix). Ta’līm al-Muta’allim termasuk ke dalam
pengertian itu yang termasuk ke dalam kategori matn kalau dari pemetaan
tersebut.
Sayang,
saat itu Maryam tak memberi tanggapan berupa menengok sejenak Ta’līm
al-Muta’allim seperti dilakukannya pada 25 Maret 2018. Wajar saja, pasalnya
Maryam memiliki jadwal padat yang cukup melelahkan, cukup dimengerti. Saat itu
sendiri Maryam baru selesai membaca The Seat of the Soul karya Gary
Zukav dan sedang menggandrungi ilmu Ushūl al-Fiqh.
Saya
sendiri sedang dalam masa koreksi Meniti Ilmuwati (Scholaristi), artikel
tentang peran perempuan dalam kajian ilmu alam (Setiawan, 2017a). Artikel itu
saya tulis sebagai ungkapan terima kasih untuk Maryam atas persahabatan yang
terbangun bersama sejak perkenalan kami pada 11 Juni 2012 (Setiawan, 2016b).
Persahabatan
dengan Maryam memberi kesempatan pada saya untuk mencerap informasi, menangkap
kesan, merekam tindakan, dan mengumpulkan pemikiran Maryam. Dalam konteks
itulah Maryam never ending shaping my mindset, seperti saya tulis pada
bagian akhir artikel. “Euleuh, meni niat” ungkap Maryam menanggapi Meniti
Ilmuwati (Scholaristi). Tentu biar singkat, ungkapan Maryam pada pada 5
Agustus 2017 pukul 21.03 itu memahat kesan kuat.
Setelah
mendapat beberapa masukan, antara lain kritik bahwa artikel itu hanya sampai
pada masa Marie Curie yang berarti tidak menjamah jaman now, akhirnya
saya memberi tambahan melalui artikel lain. Kebetulan nama-nama dalam Meniti
Ilmuwati (Scholaristi) itu sosok yang popular dan famous,
antara lain Marie Curie, Emma Willard, dan Emilie du Chatelet (Setiawan, 2017).
Karena itulah saya perlu menyebutkan nama lain yang tidak terkesan timpang
dengan sosok sebelumnya.
Beruntung
saya menemukan sosok Maryam Mirzakhani, perempuan keturunan Iran yang menekuni
kelimuan matematika (Setiawan, 2018b). Klop. Kebetulan saya sedang mengajar
matematika. Kebetulan Meniti Ilmuwati (Scholaristi) dimulai Theano,
istri Phytagoras, pengasuh komunitas pengkaji matematika selepas suaminya wafat.
Kebetulan perempuan beragama Islam. Kebetulan namanya juga Maryam. Kebetulan
ada kebetulan lainnya.
Kenapa
saya menyebut kebetulan melulu? Karena saya adalah orang yang yakin bahwa
semuanya sudah ditatakan oleh Allāh (Arab: الله). Dengan keyakinan seperti ini, saya menganggap bahwa kebetulan
adalah perasaan saat mengalami keadaan yang sebelumnya tidak pernah menyembul
dalam angan. Tidak semua perjuangan yang dilakukan itu pernah muncul dalam
angan. Tak semua angan dapat mewujud sebagai kenangan.
Kenapa
proses penulisan itu tak lepas dari kebetulan? Karena saya adalah orang yang
tidak pernah berusaha untuk membuat karya tulis. Karya tulis itu sendiri adalah
sebagian cara belajar saya, agar hasil belajar dapat dilihat supaya mendapat
koreksi ketika terjadi kesalahan.
Iqlima
Hikmawati menyebut kecenderungan seperti itu dikenal dengan writing to learn
(Hikmawati, 2016, hlm. 3-4 & 61). Dalam Ta’līm al-Muta’allim sendiri
juga terdapat uraian terkait writing to learn agar keseharian diiri
dengan kajian keilmuan (az-Zarnūjī, 2017, hlm. 34-5, 62-3, & 82).
Karena
itulah saya bahagia ketika mendapat masukan, apalagi kalau sampai bisa memberi
koreksi disertai menunjukkan letak kesalahan secara presisi. Kadang saya
tanggapi dalam bentuk bantahan, guna meraba seberapa kuat niat memberi sekaligus
meminta bonus berupa tambahan masukan (az-Zarnūjī, 2017, hlm. 20-1).
Satu
hal yang juga saya yakini, apabila kebetulan dianugerahi oleh Allāh
seabreg selera ragam karya yang beraneka macam, tentunya kita akan paham bahwa
setiap karya adalah sebuah evolusi yang memengaruhi karya generasi sesudahnya.
Dengan demikian, bisa menghindarkan diri dari kecenderungan asal mbacot
menyampaikan perkataan—tertulis maupun lisan. Juga menuntun hati agar tak hobi jumping
start menerobos time machine dalam menafsirkan teks berumur
empatbelas abad.
Contoh
evolusi dalam karya tulis, buku al-Munqidh min al-Dholāl wa al-Maushul ilā
dzi al-‘Izzati wa al-Jalāl (Arab: المنقذ من الضلال والموصل إلى ذي العزة والجلال)
karya Muḥammad al-Ghazālī mempengaruhi buku Discours de la Méthode : Pour
Bien Conduire sa Raison, et Chercher la Vérité dans les Sciences karya René
Descartes (al-Ghazālī, 2010, hlm. 1-3; Descartes, 1894, hlm. 53-67). Atau
artikel Fenomenologi Jilbab dan Antropologi Jilbab buatan
Nasaruddin Umar memengaruhi Kritik atas Jilbab dan Jilbab, Kewajiban
atau Bukan? buatan Nong Darol Mahmada (Mahmada, 2016, 2003; Umar, 2002,
1999).
Evolusi
dalam arena karya musik, antara lain terdapat Julia gubahan The Beatles
yang memengaruhi Karen Don’t Be Sad milik Miley Cyrus (The Beatles,
1968; Cyrus, 2015). Begitu pula dalam arena karya rupa. Misalnya lukisan Última
Cena karya Leonardo da Vinci memengaruhi detik ke-145 sampai ke-147 dari musik
video Iridescent punya Linkin Park (Linkin Park, 2011; da Vinci, 1498).
Atau film science-fiction action berjudul The Matrix yang
memengaruhi keseluruhan gagasan video musik Come Back Home (Hangul: 컴백홈)
dari 2NE1 (Hangul: 투애니원)
(2NE1, 2014; Movieclips Trailer Vault, 2013).
Dalam
tradisi ilmiah sendiri menelusuri karya terdahulu yang dikenal sebagai kajian
pustaka (literature review) sangat diperlukan (Fraenkel, dkk, 2012, hlm.
38). Dari penelusuran karya terdahulu dapat memunculkan rasa ingin memuji karya
yang dinikmati. Pujian ini bisa muncul dalam bentuk peniruan (Hawking, 2013,
hlm. 51; Prasetyo, 2005). Wajar kalau seumpama didapati beberapa bagian dalam
tulisan saya yang meniru Maryam. Peniruan adalah pujian lestari paling luhur
dan dalam.
References
Obrolan melalui pesan teks WhatsApp dengan Maryam
Musfiroh pada 25 Maret 2018 pukul 16:01 sampai 23:21.
— Bibliography
al-Ghazālī,
Abū Ḥāmid Muḥammad. (2010). Al-munqidh min al-dholāl wa al-maushul ilā dzi
al-‘izzati wa al-jalāl. Riyadh: Islamicbook. [luring: arsip]
al-Ghazālī,
Abū Ḥāmid Muḥammad. (2016). Ihyā’ ‘ulūmu ad-dīni. Dār al-Kutub
al-‘Ilmiyyah. [daring: lihat]
az-Zarnūjī,
Burhān ad-Dīn. (2017). Ta’līm al-muta’allim tharīqo at-ta’allumi.
Mubarokatan Toyibah. [luring]
Damico,
Helen, & Zavadil Joseph B.(2014). Medieval scholarship: biographical studies
on the formation of a discipline: history. Routledge. [daring: lihat]
Denning,
Tim. (2016). Why global influencers and entrepreneurs use stories to start
movements. Addicted2Success.com, 5 Mei. [daring: lihat]
Descartes, René. (1894). Discours de la méthode :
pour bien conduire sa raison, et chercher la vérité dans les sciences.
Paris: Prés le Palais-Royal. [luring: arsip]
Fraenkel,
Jack R. dkk. (2012). How to Design and Evaluate Research in Education—8th ed.
New York City: McGraw-Hill. [luring: arsip]
Hawking,
Stephen. (2013). My brief history. Bantam Books. [luring: arsip]
Hikmawati,
Iqlima. (2016). Penerapan strategi writing to learn untuk meningkatkan
kemampuan kognitif siswa sma pada materi gerak lurus. (Skripsi). Departemen
Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. [daring: lihat]
Huda,
Miftachul. (2016). Al-zarnūjī’s concept of knowledge (‘ilm). SAGE Open,
6(3), hlm. 1-18. [daring: lihat]
Islands of
Imagination. (2015). Wawancara dengan a.s. laksana. YouTube Islands of
Imagination, 30 Mei. [daring: lihat]
Mahmada,
Nong Darol. (2016a). Jilbab, kewajiban atau bukan?. Deutsche Welle, 11
Juli. [daring: lihat]
Mas’udi,
Masdar F. (1993). Perempuan di antara lembaran kitab kuning. Dalam Wanita
Islam, hlm. 155-63. INIS. [luring]
Octavia,
Lanny, dkk. (2015). Pendidikan karakter berbasis tradisi pesantren.
Rumah KitaB. [daring: lihat]
Prasetyo,
Dhani Ahmad. (2005). Fine art’s maestro.
Rolling Stone Indonesia, 8 Desember. [luring: arsip]
Setiawan,
Adib Rifqi. (2018a). Sekilas mengelilingi luas geometri. Alobatnic, 8
Februari. [daring: lihat]
Shihab, M.
Quraish. (2012a). Tafsir al-mishbah : pesan, kesan dan keserasian al-qur’an
volume 2 – cetakan v. Lentera Hati. [luring]
Shihab, M.
Quraish. (2012b). Tafsir al-mishbah : pesan, kesan dan keserasian al-qur’an
volume 6 – cetakan v. Lentera Hati. [luring]
Umar,
Nasaruddin. (1996). Antropologi jilbab. Jurnal Ulūmul Qur’ān, 5(VI),
36-47. [luring: arsip]
von
Grunebaum, Gustave E., & Abel, Theodora Mead. (2003). Instruction of the
student: the method of learning. Starlatch Press. [daring: lihat]
Ware,
Susan. (2004). Notable american women: a biographical dictionary completing
the twentieth century, volume 5. Harvard University Press. [daring: lihat]
— Discography
Cyrus, Miley. (2015). Karen don't be sad. Dalam Miley
Cyrus & Her Dead Petz. RCA Records, 30 Agustus. [daring: lihat]
The
Beatles. (1968). Julia. Dalam The Beatles (White Album). EMI Records
Ltd, 22 November. [daring: lihat]
— Photography
— Videography
Linkin
Park. (2011). Iridescent (official video) - linkin park. YouTube Linkin Park,
3 Juni. [daring: lihat]
Movieclips
Trailer Vault. (2013). The matrix (1999) official trailer #1 - sci-fi action
movie. YouTube Movieclips Trailer Vault, 19 November. [daring: lihat]