![]() |
Uhm
Jung-hwa dalam serial Doctor Cha
Dalam dunia serial televisi, saya termasuk orang yang beruntung
dalam hal pengalaman. Ketika anak-anak, saya tumbuh dan berkembang dalam
keadaan ketika banyak ibu-ibu menikmati sinetron Tersanjung, teman-teman
seumuran menikmati telenovela Amigos, serta teman-teman bermain yang
umurnya lebih tua menikmati drama Taiwan Meteor Garden. Ketika remaja,
saya juga termasuk orang yang konsisten menonton Cinta Fitri yang
berlanjut dengan Cinta Indah. Namun, sejak Cinta Indah, saya
tidak pernah serius dan konsisten dalam mengikuti serial televisi. Sampai
akhirnya, Descendants of the Sun menjadi serial pertama yang saya nikmati
setelah sewindu hiatus disusul The K2.
Descendants of the Sun dan The K2 mungkin menjadi
sintesa saya yang selama hiatus menikmati serial televisi, beralih
kepada film serta dalam posisi sangat menggilai 2NE1 yang pada waktu itu mulai
tidak jelas—sampai akhirnya nonaktif. Descendants of the Sun dan The
K2 mulanya saya tonton karena diklasifikasi ke dalam genre laga dan tanpa
pengetahuan apapun tentang pemainnya—kecuali kalau pengetahuan saya terhadap Lim
Yoona dalam dunia musik dipertimbangkan. Latar belakang tidak penting ini membantu
saya untuk bisa objektif dalam menilai keduanya. Meski objektif tidak harus
netral, tapi sulit objektif ketika posisi kita tidak netral bukan?
The K2 juga secara khusus menjadi awal mula
saya mengagumi Lim Yoona, yang seumur menjadi lead dancer Girls’
Generation tidak pernah saya apresiasi semadyana. Seandainya saya tidak mengagumi
Lim Yoona dari The K2, mungkin 3 film yang dibintanginya: Exit serta
Confidential Assignment 1 dan 2 tidak saya tonton pada saat
perilisan. Dari sinilah sebenarnya beberapa Drama Korea (DraKor) dan Film Korea
masuk dalam ruang tayang saya.
Saat ini, Doctor Cha menjadi DraKor yang sedang
ditonton setelah sebelumnya menikmati tayangan Brain Works. Menurut
saya, Brain Works lebih berguna dalam memberi pengetahuan tentang cara
kerja otak yang sangat bermanfaat dalam dunia pembelajaran ketimbang konferensi
ala-ala yang biasa dilakukan oleh perguruan tinggi—tempat favorit membuat
skandal. Doctor Cha sendiri saya tahu dari istri dan alasan pertama saya
mau menonton ialah faktor Uhm Jung-hwa yang beberapa waktu lalu sempat comeback
bermusik segrup dengan Lee Hyori.
DraKor dapat dikatakan sebagai salah satu tayangan yang
saya nikmati. Ada banyak alasan saya menyukai DraKoe. Tapi yang terpenting,
dalam pandangan saya sebagai penikmat sinema, banyak DraKor yang kualitasnya
sama baik, mulai dari tema, tata busana, sinematografi, skrip, kualitas akting,
dan sebagai-seterusnya.
Pertama, soal tema. Tema yang disajikan dalam DraKoe
umumnya punya kejelasan, tidak melulu menampilkan roman picisan, atau tema
klise yang diafdruk berulang kali bolak-balik sampai pegel hanya untuk
menceritakan perihal perempuan miskin dipersunting lelaki kaya. Memang ada
beberapa yang masih mengadopsi tema demikian, tapi belakangan kayaknya sudah
taubat nasional sampai mulai berkurang dan tidak begitu laku di pasaran.
Dalam kebanyakan drama Korea, bahkan yang tak begitu
bagus sekalipun, selalu terdapat persoalan sosial yang mereka tunjukkan secara
gamblang. Tengok misalnya drama The Queen of Office, yang mengadaptasi The
Pride of the Temp dari Jepang.
Drama ini membicarakan dunia kerja di Korea pada satu
waktu. Ceritanya terilhami oleh carut-marut krisis finansial yang melanda Korea
dan beberapa negara di Asia pada tahun 1997. Krisis tersebut membuat Korea
mengalami masa mengenaskan. Mereka dilanda depresi yang ditandai dengan
tingginya angka pengangguran.
Persoalan utama yang disajikan ialah polemik antara
pekerja tetap dan pekerja kontrak. Uniknya, tokoh utama dalam drama ini, ialah
Miss Kim, digambarkan sebagai pekerja keras-profesional yang memilih bekerja
secara kontrak. Setiap tiga bulan dia berpindah-pindah dari satu perusahaan ke
perusahaan lain karena pilihannya sendiri, bukan karena terpaksa atau
perusahaan memutuskan kontrak.
Peran tersebut dimainkan dengan mengesankan oleh Kim
Hye-soo, aktris Korea yang sekarang hampir berumur 48 tahun. Dengan kemasan
komedi plus akting sang aktris yang mampu mengocok perut, juga dialog yang
cerdas, drama televisi ini, bagi saya, tidak kalah berkharisma dibanding
sinema-sinema Jackie Chan dan Mr. Bean yang sudah punya tenun menahun.
Pemilihan tema serta cara penyajian melalui drama, juga
memperlihatkan bahwa para penulis skrip untuk drama-drama Korea bukanlah orang
yang sembarang bisa menulis saja. Mereka tahu banyak tentang persoalan yang
ingin disampaikannya. Misalnya drama yang mengambil tema kedokteran. Penulis
skrip untuk drama dalam genre ini tampak melek terhadap istilah-istilah teknis
kedokteran.
Selain itu, drama televisi Korea terasa gairah
kebangsaan yang membuncah. Selain dengan jelas bisa kita temui lewat
drama-drama sejarah (saeguk), bahkan unsur kebangsaan bisa mudah kita dapati
pada drama-drama yang non-sejarah. Gairah tersebut bisa terlihat dari banyak
segi. Misalnya, cara mereka menonjolkan berbagai tradisi dan kebudayaan negeri.
Terdapat banyak penghormatan terhadap tradisi yang bisa
kita jumpai dalam drama-drama Korea. Misalnya lewat cara mereka berbahasa.
Pembagian bahasa santun (nophimmal) dan bahasa akrab (banmal)
dalam tradisi Korea, sering mendapat sorotan tersendiri dalam banyak drama
televisinya.
Juga soal makanan tradisional mereka. Lewat drama-drama
inilah berbagai makanan tradisional Korea dikenal luas di seluruh dunia.
Bagaimana orang Korea suka makan dan minum ditunjukkan di banyak drama.
Pengaruhnya? Lihat saja di Indonesia, restoran-restoran besar khas Korea hingga
yang kaki lima, bertebaran dan nyaris selalu penuh setiap pekannya.
Selain itu, lewat drama-drama ini pula kampanye
pariwisata mereka lakukan. Misalnya, drama Dae Jang Geum yang juga
dikenal dengan judul Jewel in the Palace ini telah memicu banyak turis
untuk berkunjung langsung ke lokasi pembuatan. Atau Pulau Jeju yang semakin
dikenal karena banyak drama yang mengambil lokasi shooting di pulau tempat
tinggalnya Lee Hyo-ri tersebut. Pula drama One Sunny Day yang
menampilkan titik lokasi menarik di pulau tersebut.
Masih banyak keunggulan drama televisi Korea yang bisa
kita ulas bersama. Selain aktris-aktor yang mampu membikin para fans
klepek-klepek, juga ada keprofesionalan para kru dan tentunya, kesungguhan
segenap pihak Korea, termasuk government-nya, dalam menyokong
perkembangan industri penyiaran mereka.
Makanya saya sering kesal dengan beberapa teman
(tampaknya mereka sangat cendekia) yang kerap mengejek para penggemar drama
Korea. Bukan hanya karena saya penggila Korea (walau untuk bola tetaplah Jerman
karena saya penggila Adolf Hitler), walakin juga karena yakin mereka bicara
tanpa data tentang drama Korea. Persis kelakuan orang yang mengaku anti madzhab
dalam beragama. Mereka belum menontonnya, apalagi merisetnya, walakin sudah
bicara macam-macam. Seolah-olah mereka sudah mengerti drama Korea secara
mendalam.
Seorang teman saya yang tampak cendekia bahkan pernah
bilang, “Nonton drama Korea? Hargaku bisa merosot!” Lalu ketika saya tanya
drama apa yang pernah dia tonton, jawabannya ternyata sama, “Nonton drama
Korea? Hargaku bisa merosot!” Jadi, dia sudah menyimpulkan harganya akan turun
tanpa terlebih dulu menjajalnya, serupa kasusnya dengan seseorang yang
mengatakan, “Baca kitab kuning? Nggak ah, ntar pikiranku jadi kolot!”
Korea memang sempat dikenal dengan tingkat bunuh diri
warganya yang tinggi. Korea juga sering dikaitkan dengan operasi plastik karena
begitu maraknya praktik ini di negeri gingseng ini. Hanya saja Korea dapat
memanfaatkan kemarakan ini untuk melahirkan beragam cabang industri, mulai dari
industri kecantikan, fesyen, seni, yang pemasarannya meluas hingga seluruh
dunia. Mereka bukan sekadar konsumen, bahkan mengarahkan setiap potensi menjadi
berdaya guna.
Sekarang Korea semangkin naik daun berkat, antara lain,
drama-drama televisinya yang ditonton luas di seluruh penjuru setiap negeri. Keberadaan
grup K-Pop seperti EXO dan BTS serta BlackPink yang kian menguat membuat Korea
patut mendapat apresiasi. Lebih dari itu, atlitnya seperti Son Heung-min dan
Kim Min-jae dari dunia sepak bola dan tim badmintonnya juga berada dalam level
yang berprestasi. Belum lagi soal vlog makanan yang membuat jajanan ala Korea
mudah dijumpai. Alhasil, keberhasilan Korea yang seperti ini, patut untuk
diapresiasi, dikaji, dan mungkin perlu diteladani.
K.Ah.Wg.081144.280523.00:57