Salah
satu peristiwa paling saya ingat dan kenang dalam linikala K-Pop ialah perpisahan
Jessica Jung dengan Girls’ Generation as known as SNSD. Ingatan dan
kenangan ini terjadi karena, Jessica Jung bersama Kim Taeyeon adalah tandem
marem di SNSD berdasarkan perspektif saya sebagai BlackJack (penggemar 2NE1).
Urun suara keduanya ketika SNSD tampil membawakan The Great Escape di Girls
& Peace : 2nd Japan Tour adalah ilustrasi paling andal yang
bisa disajikan. Sayang, karena alasan yang tidak jelas sampai sekarang,
keduanya berpisah.
Perpisahan
yang secara resmi terjadi pada 30 September 2014 tersebut seolah menjadi
sejarah G30S Jessica di dunia K-Pop, yang mungkin bisa disusuli oleh Hari
Kesaktian Jessica sehari setelahnya seiring pembuktian Ice Princess
untuk terus tetap bertahan sebagai entertainer sekaligus berkembang
sebagai entrepreneur. Tanggal perpisahan 30 September inilah yang
mungkin mendasari keputusan Jessica untuk merilis Shine, novel debutnya
yang diterbitkan pada 2020.
Sebagai
seorang yang namanya menjadi brand tersendiri, dengan basis massa
penggemar yang sangat besar, wajar kalau kehadiran Shine sangat ditunggu
oleh para penggemar maupun penikmat K-Pop. Apalagi kali ini Jessica merilis
novel, bukan lagu seperti lazim dilakukan. Jessica sendiri menggunakan saluran
YouTube pribadi dalam video berjudul It’s time to #SHINE ! untuk mempromosikan novel tersebut, yang ditayangkan
tepat pada 30 September 2020.
Shine mengisahkan seorang gadis yang menjadi
trainee di sebuah agensi hiburan besar di Korea Selatan bernama Rachel. Shine
merupakan novel young-adult, berisi kehidupan cinta seorang remaja
beranjak dewasa yang manis dan menarik. Jessica Jung mungkin ingin membuat
semua orang relate dengan kisah cinta yang ia masukan ke dalam novel
ini, meski bumbu romantika yang Jessica masukan terlalu chessy.
Banyak
orang yang menyangka bahwa novel Shine adalah buku semi-autobiografi
Jessica seiring kemiripan tokoh Rachel dengan latarbelakang Jessica, yang
sama-sama gadis berdarah Korea yang tinggal di Amerika Serikat. Rachel pun
memiliki seorang adik perempuan, sebagaimana Jessica Jung yang memiliki adik
perempuan yang juga merupakan anggota f(x), Krystal Jung, sosok favorit istri
saya. Namun, untuk mengurangi syak wasangka yang tidak-tidak, ada baiknya
menyimak wawancara Jessica dengan Time.
Walau
romansa kisah yang disajikan chessy, terdapat beberapa hal yang bisa
diambil dalam novel tersebut. Ketiga hal yang seakan ingin disampaikan oleh
Jessica kepada khalayak pembaca tentang sisi gelap K-Pop, yang mungkin saja
secara khusus “sampel”-nya diambil dari SM Entertainment.
Menyoroti Bullying
Dengan
tetap mempertimbangkan pengiraan banyak orang terhadap kelindan tokoh Rachel
dengan Jessica, Shine banyak menyoroti berbagai kehidupan sosial, salah
satunya bullying di kalangan remaja. Karya-karya sastra, drama, maupun
film yang mengambil topik kehidupan remaja di Korea Selatan selalu identik
dengan perilaku bullying dengan tokoh utama sebagai korban. Meski sudah
tergolong picisan, topik tentang bullying
ini selalu menarik.
Jessica
menampilkan sosok tokoh utama yakni Rachel, yang berani melawan orang-orang
yang melakukan bullying kepadanya. Sejak awal, Rachel ditampilkan
sebagai sosok yang tidak takut kepada para perisak yang kerap merundungnya. Hal
ini bisa jadi panutan bagi para korban bullying
lainnya untuk kuat dan tidak takut untuk melakukan pembelaan ketika di-bully.
Hal ini sedikit berbeda dengan karya-karya lainnya yang mana tokoh utama takut
melawan dan kemudian berani melawan setelah mendapat motivasi dari orang lain.
Mengkritik Rasisme
Shine menampilkan sosok Rachel yang
merupakann seorang berkebangsaan Korea-Amerika. Semasa hidupnya Rachel
mengalami kesulitan karena statusnya tersebut. Di Amerika, ia tak pernah
dipandang sebagai orang Amerika. Banyak teman-temannya yang meledeknya dan
menyuruhnya untuk kembali ke Korea.
Sementara
di Korea, Rachel tidak pernah benar-benar diakui sebagai orang Korea seutuhnya.
Bahkan, beberapa orang memandangnya sebagai seorang gadis Amerika. Ia tak
pernah diterima oleh teman-teman sesama trainee dan kerap kali mendapat
perlakuan rasis karena kebangsaannya.
Sisi Misogini K-Pop
Siapapun
percaya, kehidupan trainee yang ditampilkan Jessica lewat sosok Rachel
adalah hal yang benar-benar terjadi. Trainee perempuan harus tampil
sempurna tanpa cela. Mereka melakukan diet ketat begitupun dengan pelatihannya
yang sangat ketat pula. Trainee perempuan yang akan debut dilarang untuk
makan makanan yang tidak diizinkan oleh agensi, sementara trainee
laki-laki bebas memakan apapun yang ia suka.
Ketika
seorang trainee atau idol perempuan memiliki kekasih, maka agensi akan
membuangnya dan dianggap sebagai batang busuk yang harus dibuang agar tidak
mengganggu pertumbuhan suatu pohon. Hal ini hanya terjadi pada trainee
maupun idol perempuan. Shine menunjukkan fenomena ini dengan
mengisahkan seorang artis senior di agensi Rachel harus didepak dari agensi
dengan dalih, artis tersebut ingin pensiun. Seketika, agensi membuatnya tidak
memiliki apapun. Karier, keuangan, bahkan hubungannya dengan sang kekasih pun
dihabisi sepenuhnya oleh agensi. Sebaliknya, trainee atau idol
laki-laki akan selamat dari hal tersebut, tanpa kehilangan fans satupun.
Shine juga menyoroti, apapun yang
ditampilkan oleh agensi adalah settingan. Makanan kesukaan, sikap, bahkan
kehidupan pribadi adalah hasil polesan agensi, agar sang idol tersebut lebih
memiliki nilai jual di mata fans. Para trainee ini pun mendapat
pelatihan tanya jawab di depan kamera agar terbiasa mengatakan berbagai hal
yang sudah disiapkan oleh agensi. Para idol ini juga disetting agar terlihat
akrab dengan rekan satu timnya meski di balik kamera tersebut mereka semua
saling menjatuhkan.
Terlepas
dari romance young-adult
di dalam novel ini agak sedikit berlebihan, tapi novel ini sangat layak dibaca
untuk mengetahui gambaran dibalik industri Kpop yang selama ini banyak
dipuja-puja. Versi Bahasa Indonesia dapat dibaca di Google Book atau dibeli di
Gramedia Pustaka Utama, sementara versi asli dalam Bahasa Inggris dapat dibaca di Google Book diunduh
gratis.